Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Staycation Fenomena Pekerja di Sistem Kapitalisme


Topswara.com -- Bekerja merupakan cara mendapatkan penghasilan demi memenuhi kebutuhan hidup. Pekerja laki-laki maupun wanita berusaha meningkatkan kualitas kerjanya, agar bisa mempertahankan pekerjaannya, apalagi bagi pekerja kontrak. 

Namun belakangan, media sosial dihebohkan berita syarat perpanjangan kontrak tidak lazim. Istilah staycation yang saat ini diartikan tidur bersama bos, dijadikan syarat demi memperpanjang kontrak kerja. 

Terjadi pada seorang karyawati perusahaan kosmetik di kawasan Jababeka Bekasi. Dengan didampingi oleh anggota DPR RI Obon Tabroni serta kuasa hukumnya, ia melaporkan atasannya kepada polisi terkait permintaan staycation untuk memperpanjang kontrak kerjanya (detikNews.com, 06/05/2023). 

Menanggapi hal itu, Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan Chairul, memastikan pihaknya sangat mengecam dan menegaskan akan ada sanksi tegas terhadap perusahaan yang melakukan hal tersebut. Selain itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Polri karena kasus pelecehan seksual merupakan tindak pidana (detikNews.com, 05/05/2023). 

Mengurai Akar Staycation 

Setelah kasus karyawati ini mencuat di media sosial, ramai komentar yang menyebutkan staycation biasa terjadi di perusahaan tersebut. Dan tidak menutup kemungkinan terjadi di perusahaan lainnya. 

Hal ini menandakan bahwa fenomena ini bagai gunung es, tampak sedikit di permukaan, tetapi di bawahnya menyebar dan melebar tanpa terlihat masyarakat. Hanya mereka yang berani lapor saja yang membuat kasus ini menyeruak dan menggemparkan masyarakat. 

Fenomena staycation dilatarbelakangi sulitnya mencari pekerjaan dan persaingan kerja yang begitu ketat. Sehingga mendorong pekerja berani melakukan apapun, demi mempertahankan kontrak kerja mereka. 

Hal ini menunjukkan bahwa sistem kerja kontrak (outsourcing) yang banyak diterapkan di Indonesia jelas tidak berpihak pada pekerja, dan sangat menguntungkan bagi pengusaha dan perusahaan. 

Bagaimana tidak, sistem kerja kontrak secara outsourcing memberikan banyak peluang untuk melakukan tindakan semena-mena bagi pemegang kekuasaan di dunia kerja yaitu pengusaha dan perusahaan. 

Sementara itu, demi mempertahankan pekerjaannya, maka tidak ada yang dapat dilakukan para pekerja selain mengikuti permintaan dari syarat yang diajukan oleh perusahaan, salah satunya staycation bagi pekerja wanita. 

Inilah buah dari penerapan sistem outsorcing produk sistem ekonomi kapitalisme yang dianut Indonesia saat ini. Sistem ekonomi yang hanya mencari keuntungan semata bagi segelintir orang (kaum kapital) dan oligarki, tetapi sangat menyulitkan rakyat. 

Di sisi lain, penerapan sekularisme yang sangat kental mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia, mendorong pemegang kuasa pekerja untuk memanfaatkan posisinya. Lemahnya iman telah membutakan mereka. 

Perpanjangan kontrak kerja turut dimanfaatkan sebagai pemuas nafsu bejat. Bahkan mereka menganggap hal ini akan menguntungkan kedua belah pihak, yang memang saat ini banyak masyarakat memandang hubungan seks di luar nikah adalah sebuah kesenangan dalam hidup. 

Miris, buah penerapan sekularisme juga telah memberikan kebebasan pergaulan tanpa aturan. Campur baurnya laki-laki dan wanita bahkan tinggal serumah menjadi hal biasa, hingga melampiaskan nafsu keduanya tanpa ikatan pernikahan, telah merambah pada kehidupan masyarakat Indonesia. 

Sekularisme, yang sangat nyata memisahkan aturan agama dari kehidupan bermasyarakat, telah menjauhkan manusia dari Allah. Aturan Allah yang disyariatkan untuk manusia, dicampakkan dengan aturan yang mereka buat sendiri. 

Campur baur (ikhtilat), berinteraksinya laki-laki dan wanita tanpa sebab (khalwat), kewajiban menjaga aurat dengan jilbab dan kerudung bagi wanita, bahkan aktivitas pacaran hingga hubungan seks bebas (zina) adalah perbuatan haram yang Allah larang, tetapi banyak dilakukan masyarakat Indonesia saat ini. 

Berujung pada staycation. Memanfaatkan kontrak kerja, demi memuaskan hasrat seksual semakin marak dilakukan. Tentu saja hal ini sangat merugikan pekerja wanita. Di manakah perlindungan negara? Bahkan Undang-undang Cipta Kerja yang telah digulirkan pemerintah tidak mampu melindungi kaum pekerja. 

Solusi Islam 

Islam tidak hanya sekedar agama, tetapi sangat luas cakupannya. Mengandung aturan terkait sistem kehidupan manusia yang sempurna. Sistem Islam mengatur kehidupan dengan landasan keimanan, yang diturunkan Allah demi memuliakan manusia apapun golongannya. 

Dalam hal wanita bekerja, hukumnya dalam Islam adalah mubah (boleh), namun tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan diri wanita sesuai aturan Islam. 

Sementara itu, jenis pekerjaan yang dipilih pun tidak boleh mengeksploitasi dan menonjolkan sisi kewanitaan atau kecantikannya. Pekerjaannya hanya sebatas yang dikerjakan dengan tangannya. Dalam hadis: 

"Nabi saw. telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan dengan kedua tangannya. Beliau bersabda "begini (dia kerjakan) dengan jari-jemarinya, seperti membuat roti, memintal atau menenun." (HR Ahmad). 

Adapun interaksi antara laki-laki dan wanita ketika bekerja, tetap harus mengikuti syariat yang mengatur pergaulan antara laki-laki dan wanita. Seperti menundukkan pandangan pada lawan jenis, serta berinteraksi hanya seputar pekerjaan, bukan interaksi dalam ranah pribadi. Sehingga fenomena staycation bisa dicegah. 

Selain itu, dalam sistem Islam negara berperan dalam melindungi hak dan kehormatan wanita. Sehingga nafkah seorang wanita menjadi tanggung jawab suaminya, ayahnya, walinya dan yang telah diatur syariat. Sehingga dalam Islam, tidak mendorong wanita harus bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup seperti dalam sistem kapitalis saat ini. 

Islam mengatur sistem kerja dengan begitu adil. Akad ijarah (bekerja) yang diterapkan mengatur pekerja diberikan gaji atau upah sesuai keahlian yang dimilikinya dan kesepakatan di antara keduanya. Abdullah bin Umar berkata, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda. “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah dan Ath-Thabrani). 

Dari hadis dijelaskan bahwa upah pekerja diberikan dengan tidak menunda atau mengurangi hak yang semestinya mereka dapat, disertai pelaksanaan kewajiban pekerja sesuai akad yang disepakati. 

Penetapan upah minimum atau mematok besarnya upah bagi pekerja merupakan suatu kezaliman. Karena bisa jadi jenis pekerjaan yang harus dilakukan mempunyai kapasitas yang berbeda-beda. Sehingga upah yang harus didapatkan pekerja pun harus sesuai dengan kadar pekerjaan yang dilakukan. 

Syarat-syarat lain yang tidak berkaitan dengan pekerjaan apabila diluar dari keahlian dan akad awal yang disepakati seperti fenomena staycation saat ini adalah haram dilakukan. 

Di sinilah peran negara dibutuhkan. Jaminan terpenuhinya semua kebutuhan rakyat adalah kewajiban bagi negara. Dan jaminan lapangan pekerjaan yang layak adalah implementasinya. Apabila ada rakyat yang tidak mampu bekerja karena sakit, cacat, atau sebab lain, maka negara akan hadir memberikan bantuan, dapat berupa zakat, atau bentuk lain. 

Selain itu, Islam sangat jauh berbeda dari sistem kapitalisme. Islam tidak terpaku hanya pada sektor industri saja, sehingga memudahkan bagi laki-laki untuk memenuhi kebutuhan pokok yang menjadi tanggung jawabnya dan mendapatkan lapangan pekerjaan sesuai keahliannya. 

Tidak ada lagi keharusan wanita bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Semua kebutuhan hidup akan ditanggung oleh laki-laki dalam lingkungan kehidupannya. Tentu saja, hal ini akan menutup rapat-rapat celah fenomena staycation yang terjadi. 

Maka sudah saatnya kita menerapkan sistem Islam secara menyeluruh (kaffah) dalam kehidupan kita sekarang. Agar fenomena staycation tidak hanya dihentikan tetapi juga dihapus dari dunia pekerja. 

Wallahu a'lam bish shawab.


Oleh: Neni Nurlaelasari 
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar