Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mayday! Nasib Buruh dalam Eksploitasi Kapitalisme


Topswara.com -- Masyarakat dunia menyebutnya “Mayday”, yaitu peringatan hari buruh sedunia pada tanggal 1 Mei. Hari buruh biasanya diwarnai aksi demonstrasi, long march. Aparat keamanan selalu disiagakan, mengingat tidak jarang dalam aksi-aksi buruh menjadi rusuh. 

Di setiap mayday selalu ‘mengusung agenda tuntutan. Hal ini membuktikan, realitasnya nasib buruh selalu keruh. Masalah perburuhan tidak kunjung usai. Dari mulai upah minimum yang tidak layak, sistem outsouching yang merugikan para buruh pekerja, hingga gerakan buruh dalam menyuarakan aspirasi politik. 

Dari tahun ke tahun isi tuntutan tidak jauh seputar itu. Mengapa nasib buruh tidak pernah berubah? Apakah nasib buruh sebagai elemen penting pembangunan negara, bisa lebih baik? Pertanyaan inilah yang harus kita temukan jawabannya.  

Nasib Buruh Penuh Kisruh

Bila kita telisik lebih dalam, nasib perburuhan di tanah air senantiasa menuai kisruh. Masalah mereka begitu kompleks, masalah upah yang tidak layak dan problem turunannya terus berputar dalam lingkaran setan. 

Di satu sisi buruh menuntut kelayakan hidup dengan upah yang pantas, sementara dari sisi perusahaan, yang selalu berpikir untung, justru ingin terus menekan upah dengan berbagai alasan. 

Maka pengusaha atas persetujuan pemerintah, membuat aturan mematok gaji buruh berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR). UMR dianggap hasil kesepakatan antara pihak buruh, pengusaha dan pemerintah.  

Problem UMR, buruh selalu berada diposisi lemah, tidak memiliki posisi tawar atas keputusan. Tidak heran bila dari tahun ke tahun, tuntutan buruh selalu seputar UMR. 

UMR sangat jauh dari standar kelayakan apalagi sejahtera. Nasib buruh tertindas! Disaat ekonomi sulit, buruh makin terlilit. Tidak jarang UMR hanya cukup untuk makan, atau kebutuhan pokok saja. Buruh hanya bisa menuntut di hari mayday, atas ketidakadilan ini. 

Ironisnya para pengusaha dan penguasa , tidak punya “sense of crisis” , kepekaan atas kesulitan rakyat banyak. Rakyat malah diperas dengan pajak, itupun masih dikorupsi pejabat. Dan yang lebih menyesakkan dada, justru gaji pejabat negara, wakil rakyat terus dinaikkan.

Eksploitasi buruh oleh pengusaha yaitu para kapitalis dan oligharki kian nyata. UMR adalah bentuk kezaliman kapitalisme. Buruh hanya diposisikan sebagai faktor produksi. Tenaga dan potensi buruh dieksploitasi demi menggenjot keuntungan sebesar mungkin bagi perusahaan. 

 Mirisnya, sebesar apapun keuntungan yang diperoleh perusahaan, gaji buruh tetap hanya berdasarkan UMR. Sebaliknya bila perusahaan mengalami kerugian maka pihak pertama yang jadi korban dan terkena imbasnya adalah buruh, apalagi dengan kebijakan outsourching dimana tidak ada jaminan kepastian bekerja bagi buruh. 

Sistem kontrak antara buruh dan majikan/pengusaha tidak lebih hubungan berdasar azas manfaat. Perusahaan tidak mau rugi. Maka sewaktu-waktu mereka bebas mem-PHK, dalam kontrak tidak ada kewajiban kompensasi bagi yang di PHK. Pihak perusahaan tidak mau dibebani tanggung jawab nasib buruh kedepan. 

Mayday, Kapitalis dan Oligharki Kian Mencengkram

Awan gelap masih menggelayuti nasib para buruh. Tuntutan di Aksi mayday 2023, memperjelas hal tersebut. Sekilas duka derita para buruh bisa dibalut kemeriahan konser “Mood Mayday” yang konon sukses. Semua itu hanya sekedar mengalihkan penat para buruh yang terus kerja, kerja, dan kerja bagai robot. 

Buruh ditekan hingga kehilangan sentuhan rasa dan jiwa. Mereka tak punya pilihan, tetap bekerja demi bertahan hidup. Sebab bila berhenti kerja, sungguh sulit mendapat pekerjaan baru. Menambah panjang daftar pengangguran negri ini. Bila berani protes melawan ketidakadilan, bersiaplah terancam PHK tanpa kompensasi.

Kini berharap pada negara, bagai mimpi disiang bolong. Keberpihakan negara makin jelas di UU omnibus law Cipta kerja. UU sapujagat yang menguntungkan para pengusaha dan olighark. 

Rakyat terbodohi seolah-olah UU Ciptaker bisa menciptakan kerja, membangun iklim bekerja yang lebih baik. Namun hakekatnya omnibus law, adalah UU cipta investasi bukan cipta kerja, yang jelas-jelas menguntungkan para pengusaha dan investor. Penolakan terhadap UU Omnibus Law dan juga menolak kepala negara yang mendukung UU Omnibus law adalah tuntutan mayday 2023.

Dalam Islam Nasib Buruh Sejahtera 

Jangan berharap perubahan nasib buruh , selama masih berada dalam sistem kapitalisme. Tidak cukup menolak kepala negara yang mendukung omnibus law, karena siapapun kepala negaranya selama sistem yang dianut tidak berubah tidak kan ada perubahan. 

Menolak lupa negeri ini telah sembilan kali berganti pemimpin, nasib buruh tetap ripuh dan keruh. Rakyat harus menolak akar masalah semua permasalahan ini, yaitu diterapkannya ideologi kapitalisme sekularisme. Jadi apa yang harus dilakukan? Apakah nasib buruh bisa berubah? Tentu bisa, bila kembali pada tatanan yang diatur oleh Islam sebagai din dan ideologi sempurna yang berasal dari zat yang maha sempurna, yaitu Allah SWT. 

Islam memiliki seperangkat aturan yang kaffah (menyeluruh). Tidak terkecuali hukum syariat tentang perburuhan atau ketenagakerjaan islam mengatur agar terwujud keadilan bagi pekerja dan majikan . 

Sementara paradigma ideologi kapitalisme yang diterapkan saat ini. Menempatkan posisi buruh (tenaga kerja) adalah sebagai faktor produksi, artinya sama dengan modal materi yang juga sebagai faktor produksi. Yang bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk meraih laba/profit perusahaan, sebaliknya upah mereka ditetapkan serendah mungkin. 

Dipastikan nasib buruh dalam sistem kapitalisme selalu tertindas dan terzalimi.
Dalam pandangan islam masalah upah dalam ketenagakerjaan merupakan perkara sangat penting.

Sementara masalah lain seperti cuti, tunjangan kesehatan, adalah masalah turunannya. Upah ditetapkan dalam akad kesepakatan antara majikan sebagai penyedia kerja dan pekerja/buruh. 

Majikan butuh, tenaga buruh dan buruh butuh kompensasi (upah). Kedua belah pihak saling membutuhkan, dan islam memberi keadilan bagi kedua belah pihak. Untuk menentukan kelayakan secara obyektif perusahaan bisa menghadirkan ahli guna memastikan kompensasi yang layak sesuai keahlian atau manfaat yang diberikan buruh/pekerja. 

Kehadiran negara memastikan perekonomian sehat, politik ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan dasar seluruh rakyat terpenuhi. Sehingga perusahaan tidak beralasan mem-PHK atau semena-mena menerapkan UMR karena ekonomi krisis. 

Disinilah negara harus hadir, buruh pun tidak perlu pusing dengan harga kebutuhan pokok. Negara berkomitmen seperti ini hanya tegak bila menerapkan syariat islam kaffah. Iklim usaha yang kondusif akan tercipta bila pasar berpihak pada kepentingan rakyat banyak secara adil. 

Syariat islam pun memotivasi pemilik usaha agar memberikan upah tidak sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok namun juga pantas. Syariat melarang majikan yang menahan gaji sehingga keringatnya kering. Islam mengajarkan adab pada pekerja dan pemberi kerja, masing-masing wajib memenuhi akad yang disepakati. 

Itulah kunci keharmonisan ketenagakerjaan dalam islam sehngga membawa kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat. Semua ini telah dibuktikan selama berabad-abad dalam sistem kekhilafahan Islam, yang menerapkan syariat Islam kaffah, wallahu’alam


Oleh: Rengganis Santika A, S.T.P.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar