Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Darurat Kekerasan, Islam Tawarkan Solusi


Topswara.com -- Lagi-lagi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terjadi. Seorang pria berinisial RSD (25) warga Pebayuran kabupaten Bekasi Jawa Barat, tega menghabisi nyawa istrinya. Perbuatan itu dipicu karena pelaku merasa kesal lantaran sering dimaki korban NAS (27). Peristiwa nahas itu terjadi di rumah pelaku (5/5/2023).

Korban dicekik dan dibekap dengan bantal hingga 10 menit lamanya sampai kehabisan nafas. Karena merasa panik, RSD merekayasa kematian dengan menyatakan bahwa istrinya meninggal karena tersedak bakso (liputan6.com,11/5/2023) 

Kasus ini melengkapi deretan kasus KDRT yang sebagian besar perempuan berperan sebagai korban. Kekerasan terus menjamur di tengah masyarakat baik kekerasan fisik dan tak sedikit yang berakhir dengan kematian. Juga kekerasan psikis berupa kekerasan verbal, makian, hujatan, menjadi hal yang lumrah dalam perjalanan hidup berumah tangga. 

Data dari Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan pada tahun 2022 mengalami peningkatan angka yang signifikan tentang pengaduan kekerasan perempuan, yaitu menjadi 4.471 kasus. Data pengaduan yang diterima dibagi menjadi tiga ranah, yaitu ranah personal sebanyak 2.098 kasus, ranah publik 1.276 kasus, dan ranah negara sebanyak 68 kasus (bandungbergerak.id) 

Korban kekerasan yang sebagian besar adalah perempuan, seharusnya dilindungi dan diayomi oleh suami. Tetapi pada akhirnya mereka hidup dalam kondisi tidak aman. Bahkan saat berada di dalam rumahnya sendiri, perempuan merasa terancam oleh laki-laki yang seharusnya memberikan perlindungan dan kenyamanan bagi dirinya. Padahal Allah telah memerintahkan kepada iaum laki-laki agar memperlakukan pasangan mereka dengan makruf. 

Demikian juga dengan anak-anak, yang tidak luput menjadi korban keganasan bahkan sejak belum dilahirkan. Saat dalam kandungan diaborsi, yang lahir dibuang, yang mencapai masa kanak-kanak dianiaya, dan bahkan dibunuh dan diajak bunuh diri oleh orang tuanya. Inilah realitas yang ada, sungguh mengiris hati. Begitu merajalelanya kekeresan dalam kehidupan manusia saat ini.  

Faktor Pencetus 

Memang, setiap rumah tangga tidak ada yang steril dari perselisihan, perbedaan pendapat, perbedaan karakter dan juga  pola asuh terhadap anak. Fakta ini bisa jadi memicu terjadinya gesekan antara suami dan istri. 

Namun jika kekerasan yang dipilih sebagai jalan penyelesaian, tentu tidak dapat dibenarkan. Jangankan kekerasan fisik yang melukai badan, kekerasan verbal yang menyakiti hatipun tak boleh dilakukan. Sebab hati wanita cenderung memiliki kelembutan dan perasaan yang sensitif. 

Tetapi fenomena kekerasan kerap terjadi. Banyak sekali faktor pencetus hal tersebut terjadi. Depresi akibat tekanan hidup yang tinggi seperti himpitan ekonomi, relasi yang buruk dengan pasangan, keluarga yang tidak harmonis, bahkan lingkungan yang permisif terhadap kekerasan adalah faktor pemicu yang kerap terjadi. 

Faktor dari luar pun turut memberikan sumbangsih kepada kekerasan. Tekanan hidup yang sangat tinggi, sulitnya mencari pekerjaan, mahalnya biaya pendidikan, kebutuhan pokok yang harganya melambung tinggi, tetapi wajib untuk dipenuhi, juga sulitnya hidup yang dirasakan, jauh dari kata sejahtera, pasti akan menjadi beban mental tersendiri khususnya untuk suami sebagai kepala rumah tangga dan berujung pada kekerasan. 

Kekerasan seolah menjadi budaya dan sulit dihindari. Masyarakat saat ini sangat mudah tersulut emosi, cenderung agresif dan reaktif. Kekerasan pun menjelma menjadi penyakit sosial baik di lingkungan domestik maupun publik. Artinya, kekerasan ini bersifat struktural dan sistematik. 

Ya, budaya kekerasan yang meningkat di masyarakat, menandakan ada hal yang salah dalam sistem pengaturan masyarakat. Pengabaian nilai-nilai ruhiyah agama, tidak boleh dipakai dalam mengatur kehidupan. Itulah yang ditanamkan oleh sistem kapitalisme sekularisme. Sehingga rasa keimanan kepada Allah lambat laun pudar hingga lenyap dari masyarakat. 

Ketenangan hidup pun tercampakkan. Kekerasan pun marak terjadi. Inilah bukti sekularismse gagal meredam kekerasan. Sistem yang rusak dan merusak ini tidak mampu memberikan perlindungan kepada wanita dan anak-anak agar terhindar dari lingkaran kekerasan. Sistem ini juga tidak mampu membentuk laki-laki sebagai pengayom dan pelindung dalam keluarga. 

Terlebih lagi, sistem ini telah menyuburkan kemiskinan, pengangguran, dan berbagai problematika kehidupan yang pelik. Karena kapitalisme telah berhasil mengayakan kaum kapital dan semakin memiskinan rakyat. Tindak kekerasan akhirnya tidak dapat dihindari karena tidak siap menghadapi kemiskinan. 

Akibat agama yang disisihkam dari kehidupan. Sehingga rasa takut untuk melakukan kekerasan sirna dari hati masyarakat. Sekularisme jugalah sebagai pemicu munculnya stres sosial masyarakat dan lagi-lagi berujung pada tindakan kekerasan sebagai pelampiasan. 

Kekerasan dalam Pandangan Islam

Benar, Allah menciptakan manusia dengan berbagai macam watak. Ada yang pemarah, penyabar, tempramental, emosional, dan lainnya.

Namun jika watak ini ditundukkan dengan syariat, energi potensial ini bisa diredam. Karena kemarahan yayng melahirkan kekerasan akan dimintai pertanggung jawabannya kelak oleh Allah SWT. Syariat inilah yang senantiasa mengiasi hati dan kehiduoan dalam Islam. 

Watak keras dapat muncul akibat kegagalan dalam sistem pendidikan yang jauh dari nilai-nilai ajaran Islam. Dan akhirnya tidak mampu menanamkan karakter penyayang dan lemah lembut dalam diri seseorang. Bagaimana bisa sekularisme mewujudkan hal ini. Sistem yang menjauhkan agama tidak akan menggunakan aturan Allah dalam kehidupan. 

Berbeda dengan Islam yang kental dengan keimanan kepada Allah, mewajibkankan manusia untuk taat syariat sebagai tanda ketundukan kepada Maha Pencipta. Ajaran moral dan akhlaknya dapat mencegah seseorang dari perbuatan kasar, anarkis, dan kekerasan. 

Rasulullah SAW. bersabda "Dan jangan kamu memukul istrimu di wajahnya dan jangan juga menjelek-jelekannya dan jangan melakukan hajr (mendiamkan istri) selain di rumah" (HR. Abu Daud). 

Selain menghindari wajah, memukul istri tidak dengan pukulan yang membekas, sebagaimana sabda Nabi SAW. : "Kewajiban istri untuk  kalian adalah tak boleh permadani kalian ditempati oleh seorang pun yang kalian tak sukai. Jika mereka melakukannya, pukullah mereka dengan pukulan yang  tidak membekas" (HR. Muslim). 

Tidak bisa dipungkuri juga, faktor ekonomi menjadi salah satu pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Maka di sini, negara dalam Islam akan menjamin kebutuhan pokok masyarakat, memberikan pendidikan dan pelayanan kesehatan secara gratis. karena ketika kebutuhan ekonomi terpenuhi, tidak akan mudah tersulut emosi. 

Dalam Islam, semua kekerasan sebagai bentuk kriminalitas dan tindakan melanggar peraturan yang ditetapkan oleh syariat termasuk kategori kejahatan. Dan kejahatan akan mendapat ganjaran dosa. Maka syariat Islamlah yang akan menutup celah bagi semua faktor pemicu kekerasan dari bebagai faktor, baik pendidikan, sosial, maupun ekonomi. 

Sanksi dalam Islam pun sangat tegas menghukum pelaku kekerasan sehingga memberikan efek jera dan menyadarkan pelaku untuk tidak mengulangnya lagi. Hukuman yang diberikan sekaligus juga memberikan pencegahan kepada yang lain untuk tidak melakukan kekerasan yang sama. 

Maka dengan menerapkan Islam secara kaffah akan menjadi rahmat dan kebaikan bagi semua. Menjaga jiwa, akal, akidah, harta serta kehormatan. Sudah semestinya hanya Islam menjadi satu-satunya pilihan solusi untuk menjauhkan kekerasan dari peradaban manusia. Allahu'alam bish shawab


Oleh: Mia Kusmiati
Aktivis Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar