Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penipuan QRIS Cermin Kerusakan Moral Kronis?


Topswara.com -- Di era Nabi SAW, Ramadhan didominasi dengan suasana ibadah, perjuangan jihad fisabilillah, dan taqarrub kepada Allah SWT. Namun, lain ceritanya di era kekinian. Suasana khusyuk Ramadhan terusik dengan berita-berita kemaksiatan hampir tiap harinya. 

Salah satu yang menyita perhatian beberapa waktu silam adalah berita penipuan dengan modus QRIS palsu. Alih-alih memperbanyak mengerjakan ibadah untuk menambah pahala, Mohammad Iman justru memanfaatkan atmosfer kebaikan Ramadhan untuk menambah pundi uangnya lewat jalur tidak halal. 

M Iman melakukan penipuan modus memalsukan tampilan QRIS atau QR Code di kotak amal masjid. Pelaku penyalahgunaan QRIS telah melakukan pendaftaran sebagai merchant QRIS dengan nama Restorasi Masjid (tirto.id, 12 April 2023). 

Dirinya menempeli QRIS palsu di 38 lokasi di seluruh Jakarta, meliputi bank, beberapa masjid di Jakarta, termasuk Masjid Istiqlal hingga pusat perbelanjaan. Polisi menyebutkan pelaku berhasil mengumpulkan Rp13 juta hanya dalam sepekan sejak beraksi pada 1-9 April 2023. Tersangka terancam penjara di atas lima tahun (news.detik.com, 11/4/2023).

Sekularisme Gagal Menciptakan Ketakwaan Individu

Kejadian penipuan ini menunjukkan blongnya rem maksiat pada diri individu. Alih-alih memuliakan masjid datang ke sana untuk beribadah, pelaku malah berani bermaksiat di dalamnya. Alih-alih merayu ampunan-Nya di bulan Ramadhan mulia, pelaku justru tidak takut menambah dosa.

Padahal gurunya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah Syekh Taqiyuddin mengatakan bahwa maksiat yang dilakukan di waktu atau tempat yang mulia, dosa dan hukumannya dilipatgandakan, sesuai tingkatan kemuliaan waktu dan tempat tersebut.

Selain itu, pelaku adalah orang berpendidikan dan melek teknologi. Dilansir dari Linkedin, M Iman pernah menduduki jabatan prestisius. Dirinya pernah menjadi Managing Director selama tiga tahun, lalu bekerja di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk selama 12 tahun 7 bulan (liputan6.com). 

Ini berarti tingginya pendidikan tidak diikuti dengan keluhuran moral. Teknologi yang dikuasainya pun justru disalahgunakan sebagai sarana maksiat. Inilah potret kronisnya kerusakan moral individu di masyarakat.

Ini semua adalah dampak nyata sekularisme. Sistem kehidupan yang menolak agama mengatur kehidupan ini mengajarkan hukum-hukum agama sebatas sebagai teori pelajaran belaka, bukan sebagai pedoman kehidupan. Jika pun ada aturan yang diamalkan, sebatas yang menyangkut ritual ibadah di rumah atau tempat ibadah, seolah-olah Tuhan hanya ‘ada’ di ranah privat. 

Walhasil, pendidikan agama tidak berhasil mencetak individu-individu yang bertakwa. Pola pikir individu di masyarakat bukan berstandarkan halal-haram, melainkan berstandarkan manfaat materialistis belaka. Pola sikapnya pun tidak berpedoman pada ajaran agama sehingga kebutuhan jasmani dan nalurinya dipenuhi yang penting puas, tak peduli meski bakal merugikan orang. 

Individu sekuler semacam ini akhirnya memanfaatkan teknologi dengan tidak bertanggung jawab. Rasa takutnya pada penghisaban akhirat begitu tipis sampai-sampai teknologi pun digunakan untuk mendukung kejahatan. 

Kehidupan sekuler sungguh melemahkan idrak silah billah (kesadaran akan hubungan makhluk dengan pencipta-Nya) pada diri individu. Akibatnya, banyak yang kolom agama di KTP-nya Muslim, tetapi blong rem kendali nafsunya, kelakuannya tidak mencerminkan ajaran Islam, berani bermaksiat bahkan di bulan Ramadhan yang mulia.

Ketakwaan Individu Butuh Peran Negara

Merespons masalah penipuan bermodus QRIS palsu ini, pihak berwenang tampak fokus pada aspek peningkatan keamanan saja. Agar dapat meminimalkan penyalahgunaan QRIS.

Bank Indonesia menyampaikan bahwa Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) wajib mengedukasi merchant tentang keamanan kode QRIS yang ditampilkan di tempat umum, yakni merchant perlu memastikan secara berkala bahwa kode QRIS yang ditampilkan adalah benar miliknya dan bukan QRIS milik orang lain. 

Begitu pula masyarakat diimbau agar saat bertransaksi QRIS, untuk selalu memperhatikan informasi pada QRIS yang dipindai memang menampilkan nama merchant yang dituju. Tidak ketinggalan pihak polisi pun didorong untuk mampu beradaptasi dan berhadapan dengan cara-cara anyar dari pelaku kejahatan. Sebab, dalam kasus penipuan ini “mau maling saja harus melek teknologi” (tirto.id, 12 April 2023).

Perbaikan aspek keamanan tentu perlu. Namun, aksi kejahatan tidak akan mampu ditekan secara signifikan jika tidak dicegah sejak akarnya. Pencegahan kejahatan dari akar ini adalah dengan membangun ketakwaan individual, membangun kepribadian Islam pada diri tiap individu. 

Inilah yang akan menjadi rem yang mampu menahan tiap individu agar tidak bermaksiat dan tidak menyalahgunakan sarana teknologi untuk berbuat kejahatan. Namun, sayang, selama negara melakukan pendekatan masalah tanpa mau bawa-bawa agama alias sekuler, aspek ketakwaan individu ini tidak akan jadi perhatian utama. 

Sebabnya, dalam sistem sekuler ketakwaan adalah ranah privat yang tidak boleh diurusi dan dipedulikan negara. 

Karena itu, untuk menyembuhkan kerusakan moral yang kronis ini, Islam menetapkan bahwa ketakwaan wajib diwujudkan pada setiap individu. Islam pun menetapkan bahwa negara tidak boleh sekuler. 

Negara justru merupakan entitas politik yang bertugas menjaga akidah Islam dan mendidik umat agar bertakwa. Islam mewajibkan negara berdakwah kepada warga negaranya lewat penerapan hukum-hukum Islam secara total. 

Ketakwaan individu dibentuk sejak dini lewat penyelenggaraan sistem pendidikan formal berbasis akidah Islam oleh negara. Selain itu, akidah umat terjaga pula dengan adanya masyarakat tidak individualis, yang saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah kemunkaran. 

Kepada yang melakukan kejahatan, negara pun menerapkan sistem sanksi berdasarkan syariat sehingga kejahatan tidak akan meluas karena segera mendapatkan hukuman yang menjerakan. 

Dengan totalitas penerapan syariat Islam inilah, kerusakan moral akan dapat diberantas hingga ke akarnya sehingga tidak akan merajalela. Buktinya, selama berabad-abad era kekhilafahan Utsmaniyah, terdapat sekitar 200 kasus saja yang diajukan ke pengadilan menurut catatan sejarah dari Universitas Malaya Malaysia (tintasiyasi.com, 22 April 2020). 

Karenanya, umat membutuhkan kembali tegaknya entitas negara yang menerapkan Islam secara kaffah. Negara itu adalah khilafah berdasarkan manhaj kenabian. Semoga Allah jadikan Ramadhan tahun ini Ramadhan terakhir tanpa kehadirannya. Allahua’lam.


Oleh: Arif Susiliyawati, S.Hum.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar