Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Perjuangan Mengembalikan Khilafah Mengundang Peran Muslimah Negarawan


Topswara.com -- Isu khilafah kembali mengemuka dan menjadi perbincangan para mutsaqafin pasca ormas Islam terbesar di negeri ini mengangkatnya dalam perhelatan hari jadinya yang ke-100 tahun. Perkembangan ini tentu menggembirakan sekaligus menantang bagi para pejuang kembalinya khilafah. 

Publik tahu bagaimana sikap ormas tersebut terhadap perjuangan penegakan khilafah belakangan ini. Dalam kerangka itulah para mutsaqafin mereka turun gunung mencoba membangun narasi kontra penegakan kembali khilafah. Meski masih malu-malu dengan berdalih hanya menolak khilafah ala sebuah ormas lainnya.

Para pejuang kembalinya khilafah perlu mewaspadai manuver para pelacur ilmu yang mencoba mengaburkan dan menguburkan kewajiban tegaknya khilafah. Bagi para pelacur ilmu, segila apa pun ide yang diusungnya, dapat dihadirkan dalil maupun dalih untuk mendukung syahwatnya. 

Oleh karenanya, para pejuang kembalinya khilafah wajib meningkatkan kualitas dirinya, tidak sekadar menjadi mutsaqafin tetapi sekaligus menjadi politisi. Tidak terkecuali para Muslimah, karena medan perjuangan pemikiran ini bukan hanya milik kaum lelaki.

Muslimah Negarawan: Kualifikasi yang Diperlukan untuk Memenangkan 

Pergulatan pemikiran tentang khilafah
Muslimah adalah seorang perempuan yang beragama Islam. Menurut hadis tentang kedatangan Jibril a.s. yang mengajarkan iman, Islam, dan ihsan, Islam adalah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah serta melaksanakan syariat Islam. 

Sehingga Muslimah adalah perempuan yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan melaksanakan syariat Islam.

Sedangkan negarawan didefinisikan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) sebagai ahli dalam kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan. 

Dalam definisi yang diambil oleh KBBI, tampak bahwa poin penting dalam kata negarawan adalah tentang kapabilitas/kemampuan. Bukan sekadar jabatan.

Syaikh Abdul Qaddim Zallum memiliki definisi yang lebih spesifik tentang negarawan ketika disambung dengan kata Muslim. Menurut beliau, seorang negarawan Muslim adalah seseorang yang mampu menerjemahkan kitab-kitab para ulama ke dalam realitas yang dihadapi umat di setiap masa.

Dengan mengelaborasi definisi dari KBBI dan definisi dari Syaikh Abdul Qaddim Zallum, maka untuk menjadi negarawan, seorang Muslim haruslah:

Pertama, akrab dengan karya-karya para ulama karena dari sanalah prinsip-prinsip Islam dalam mengatur kehidupan dapat kita pahami.

Kedua, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan karena hanya dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, prinsip Islam dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata, bukan sekadar konsep-konsep teoritis.

Ketiga, senantiasa memperhatikan kondisi masyarakat karena masyarakatlah ladang penerapan Islam yang sesungguhnya.

Keempat, selalu berpikir dalam skala negara, bukan skala individu atau komunitas. Dengan kriteria yang demikian, dapatkah seorang Muslimah menjadi negarawan? Tentu bisa. 

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam Nizhamul Ijtima'iy fil Islam, secara alami laki-laki dan perempuan dituntut untuk dapat saling bekerja sama dalam mewujudkan kemaslahatan kehidupan. 

Negara berisi laki-laki dan perempuan. Apa pun problem yang dihadapi oleh negara, pasti diakibatkan oleh laki-laki dan perempuan. Pun pasti akan berimbas pada laki-laki dan perempuan. Oleh karenanya, laki-laki dan perempuan dapat saling membantu dalam kehidupan bernegara.

Fika M. Komara telah menguraikan peran yang dapat diambil para Muslimah untuk dapat berkiprah sebagai negarawan, yakni:

Pertama. Memiliki visi keilmuan Islam. Mempelajari Islam bukan sekadar untuk menghiasi akal tetapi untuk diamalkan. Lebih jauh seorang Muslimah Negarawan akan berpedoman "al ilmu lil amal, al ilmu wal amal min ajlil ghayah". Ilmu untuk diamalkan, ilmu dan amal untuk mencapai tujuan tertentu. 

Sehingga seorang Muslimah negarawan sudah terarah sejak proses pencarian ilmu. Hal ini mengingat ilmu itu sangat luas sedangkan kapasitas akal, fisik, dan umur kita terbatas sehingga kita perlu memprioritaskan menggali ilmu yang benar-benar dapat kita gunakan dalam kehidupan.

Kedua. Memiliki visi mendidik generasi penakluk. Islam bukan hanya perlu ditegakkan dan didakwahkan oleh generasi saat ini saja namun juga hingga akhir zaman. Maka, para Muslimah harus berperan untuk menjaga estafet perjuangannya terus berlanjut ke generasi berikutnya. Mendidik generasi setelahnya untuk menjadi para fatih yang menyebarkan Islam ke berbagai penjuru bumi.

Ketiga. Menjadi penggerak opini. Salah satu tangga menuju tegaknya kembali kehidupan Islam adalah terbentuknya opini umum yang positif terhadap Islam. Tidaklah mungkin tegak opini umum kecuali dengan memenuhi ruang-ruang diskusi publik dengan opini Islam. Era media sosial saat ini membuat media arus utama dan berbagai sokongan di belakangnya kehilangan kedigdayaannya. 

Melalui media sosial, setiap orang bisa punya mimbar, semua orang berkesempatan didengar opininya. Kualitas dirinyalah yang menentukan seberapa besar pengaruh opini yang digaungkannya. Para negarawan akan memanfaatkan kondisi ini dengan sebaik-baiknya untuk membanjiri seluruh kanal media sosial dengan opini positif tentang Islam.

Ummahatul Mukminin sebagai Negarawan

Tidak hanya sebatas teori, sejak kemunculan Islam para Muslimah telah tampil berdaya dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Lihatlah bagaimana kiprah Aisyah r.a. sang ibunda kaum mu'min yang berhasil dengan gilang gemilang mengemban visi keilmuan dan pendidik generasi. Beliau adalah ahli hadis dengan ratusan murid baik laki-laki maupun perempuan yang dikemudian hari para muridnya menjadi para ulama rujukan umat.

Juga lihatlah bagaimana Ummu Salamah mengambil peran sebagai penasihat Kepala Negara (Rasulullah SAW) pada peristiwa Hudaibiyah. Perjanjian Hudaibiyah yang secara sepintas tampak merugikan Islam membuat sebagian sahabat menolaknya. 

Bahkan enggan bertahalul sebagaimana yang Rasul perintahkan. Pada saat itu, dengan cerdas Ummu Salamah memberikan saran kepada Rasul agar Rasul tak berbicara kepada siapa pun sampai beliau mencukur rambut. Ternyata hal tersebut berhasil membuat para shahabat mengikutinya. 

Dengan demikian, Ummu Salamah berhasil menggiring opini publik untuk mengikuti Rasulullah dan mencegah para shahabat bermaksiyat.

Peran Muslimah Negarawan Memberikan Solusi bagi Masyarakat

Saat ini masyarakat ditimpa berbagai persoalan di setiap sisi kehidupan. Baik dari sisi ekonomi, sosial, pergaulan, kesehatan, lingkungan, hukum, maupun politik. Sayangnya, masyarakat masih melihat aneka permasalahan tersebut secara parsial. Masyarakat belum mampu melihat bahwa semua itu berpangkal dari ditinggalkannya ajaran Islam, terutama yang berkaitan dengan pengaturan urusan publik.

Malangnya saat para negarawan Muslim mengedukasi masyarakat bahwa solusi permasalahan masyarakat adalah dengan mengembalikan khilafah, edukasi tersebut dihambat oleh para pelacur ilmu yang justru bersilat lidah menjauhkan masyarakat dari solusi hakiki. Bahkan tidak jarang mereka melakukan adhominem (penyerangan atas pribadi) terhadap para negarawan tersebut, bukan lagi melakukan penyerangan atas pemikiran.

Di sinilah para Muslimah Negarawan dapat tampil semaksimal mungkin dalam tiga peran di atas. Memperkaya wawasan dan memperdalam tsaqafah Islam agar dapat menjelaskan kepada siapa pun tentang ajaran Islam dengan hujah yang kokoh. Pun agar tak ada celah bagi para pelacur ilmu untuk melakukan ad hominem yang mempertanyakan sanad keilmuan sang negarawan.

Muslimah negarawan juga harus tampil mendidik masyarakat, utamanya generasi muda tentang kesempurnaan dan keluasan Islam. Hadirkan Islam sebagai solusi atas segala persoalan kehidupan yang tidak kalah penting, para Muslimah negarawan harus piawai dan rajin membanjiri seluruh ruang publik dengan opini Islam yang lurus.

Demikianlah peran besar yang dapat diemban para Muslimah. Jangan pernah mengerdilkan potensi diri dengan berpikir bahwa perempuan itu tak berdaya, bahwa perempuan tidak memiliki peran dalam kehidupan publik.

Semoga Allah membimbing dan memudahkan langkah kita menempa diri menjadi para negarawan meski tanpa jabatan apa pun.


Oleh: Khafidoh Kurniasih
(Aktivis Muslimah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar