Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Derita PMI Bekerja Tanpa Perlindungan Paripurna


Topswara.com -- Berdasarkan laporan Bank Indonesia, jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) diperkirakan sebanyak 3,37 juta orang hingga kuartal III/2022. Jumlah itu telah lebih tinggi 3,4 persen dibandingkan sepanjang tahun 2021 yang sebanyak 3,25 juta orang. Pekerja Migran Indonesia (PMI) merupakan istilah baru yang digunakan sebagai pengganti TKI (Tenaga Kerja Indonesia). 

Hal ini diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Beberapa saat lalu banyak sekali berita mayat pekerja asing  yang dibuang dari kapal China. 

Serangkaian cerita bagaimana menderitanya mereka karena tidak mendapatkan asupan yang layak ketika di atas kapal dan akhirnya ketika meninggal dibuang jasadnya ke laut alih-alih dikembalikan kepada keluarga dan disantuni.

Meriance Kabu baru-baru ini juga menceritakan bagaimana penderitaannya yang selalu dipukuli majikannya. Wajah dan badannya banyak luka menghitam karena terbiasa dipukuli. Pekerjaan yang dia tekuni di Malaysia sebagai PRT. Miris nan getir kondisi para PMI ini. 

Mengais nafkah di negeri sebrang bahkan dijuluki pahlawan devisa. Tetapi dari dulu realitas mengenaskan selalu mengikuti.

Alasan kerja ke luar negeri tentu saja adalah nominal gaji yang menggiurkan. Karena rupiah termasuk mata uang yang lemah maka UMR pun terkategori kecil nilainya. Apalagi sekarang semua serba mahal. Alternatif butuh dana salah satunya selain utang adalah jadi TKl/PMI. Saat ini 1 USD setara dengan 15 ribuan rupiah. Dan rupiah masuk 10 mata uang terendah tahun 2022. 

Yang kedua adalah ketersediaan lapangan pekerjaan. Laporan Worldometers mencatat, 31 Januari 2023, penduduk Indonesia yaitu sebanyak 273,52 juta jiwa. Jumlah ini setara dengan besaran 40,9 persen penduduk di Asia Tenggara adalah orang Indonesia. Sementara Kemenaker memperkirakan kesempatan kerja di Indonesia terbuka untuk 133,82 juta orang pada 2022. 

Jumlah angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2022 sebanyak 143,72 juta orang. 

Bisa dibayangkan kurangnya lapangan pekerjaan juga pekerjaan yang saat ini tersedia kebanyakan adalah buruh pabrik, tenaga pembangunan dst yang tidak menjanjikan ikatan gaji tetap.

Berita Tempo.co 3/3/2023 mencatat sebanyak 67 WNI dan PMI telah dipulangkan ke Indonesia pada 23 Februari 2023 karena dokumen tidak lengkap. Sebagian besar dari mereka bahkan belum menerima gaji setelah bertahun-tahun bekerja dan disiksa. 

Komnas HAM RI meminta imigrasi Malaysia untuk memenuhi hak-hak para pekerja, termasuk pengembalian aset yang ditahan. Bisa dibilang PMI yang dipulangkan ini terkategori beruntung karena ditemukan, dilindungi dan difasilitasi untuk pulang ke tanah air.

Menaker Ida Fauziah dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat 3/3/2023 mengemukakan terdapat beberapa penambahan manfaat jaminan sosial dalam hal terjadi kecelakaan kerja, kematian, dan hari tua. 

Permenaker 4/2023 yang menghadirkan 3 program jaminan sosial ketenagakerjaan, yaitu JKK, JKM dan JHT, para PMI bisa mendapatkan pelindungan jaminan sosial ketenagakerjaan yang utuh mulai dari sebelum, selama, hingga setelah bekerja.

Solusi yang ditampilkan penguasa kenapa hanya membahas nominal uang dan jaminan-jaminan yang harus dibayar oleh PMI sendiri. Lalu bagaimana dengan keselamatan di negeri luar, sama sekali tidak dibahas. Padahal Kemenaker banyak juga mendorong dan membahas peluang usaha luar negeri bagi para PMI. Sungguh membingungkan dan menyesakkan rasanya melihat fakta ini.

Beginilah gambaran bobrok kapitalisme liberal yang berpihak pada oligarkhi tidak pada rakyat semata. Kebijakan hanya demi memasarkan dan meneguhkan kebijakan negara yang memang tidak memihak rakyat dan imbas dari UU Cilaka. 

Tentu saja derita rakyat hanya dianggap moment untuk mendongkrak kebijakan dan seolah menampakkan kepedulian. Padahal toh jaminan-jaminan itu bukan dari negara tapi urunan PMI dan pegawai yang dikelola negara. Maka ini tidak bisa dianggap sebagai solusi dan perlindungan paripurna.

Menyediakan lapangan pekerjaan merupakan kewajiban negara. Sehingga rakyatnya tidak perlu terlunta-lunta mengais di negeri orang. Hal ini menyandar pada keumuman hadis Rasululah SAW, “Seorang iman (pemimpin) adalah ra’in, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas urusannya (rakyatnya).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah memberikan dua dirham kepada seseorang, kemudian Beliau SAW bersabda, “Makanlah dengan satu dirham, sisanya belikan kapak, lalu gunakan ia untuk bekerja.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikianlah, ketika syariat Islam mewajibkan seseorang untuk memberi nafkah kepada diri dan keluarganya, maka syariat Islam pun mewajibkan negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan. Dengan cara ini, setiap orang akan produktif sehingga kemiskinan dapat teratasi.

Islam memandang bahwa masalah kemiskinan adalah masalah tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer (pokok) secara menyeluruh. Syariat Islam telah menentukan kebutuhan primer itu (yang menyangkut eksistensi manusia) berupa tiga hal, yaitu sandang, pangan, dan papan. 

Apabila kebutuhan primer ini tidak terpenuhi, maka dapat berakibat pada kehancuran atau kemunduran eksistensi manusia. Dengan demikian, seseorang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya dapat digolongkan pada kelompok orang-orang yang fakir ataupun miskin. 

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani mengkategorikan orang yang punya harta (uang), tetapi tak mencukupi kebutuhan pembelanjaannya sebagai orang fakir. Sementara itu, orang miskin adalah orang yang tak punya harta (uang), sekaligus tak punya penghasilan (Nidzamul Iqtishadi fil Islam, hlm. 236, Darul Ummah-Beirut).

Dalam pandangan sistem ekonomi Islam, munculnya kemiskinan adalah dampak dari buruknya distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Kesejahteraan rakyat dapat terwujud dengan penerapan sistem Islam yang sahih dan keberadaan negara yang menjalankan sistem tersebut, yakni khilafah islamiyah.

Islam memiliki cara yang khas dalam menyelesaikan masalah kemiskinan. Syariat Islam memiliki banyak hukum yang berkaitan dengan pemecahan masalah kemiskinan, baik kemiskinan alamiah, kultural, maupun struktural. Namun, hukum-hukum itu tidak berdiri sendiri, tetapi memiliki hubungan sinergis dengan hukum-hukum lainnya. 

Jadi, dalam menyelesaikan setiap masalah, termasuk kemiskinan, Islam menggunakan pendekatan yang bersifat terpadu. Maka penegakan hukum-hukum Islam hanya bisa paripurna dengan penegakan institusi Islam, khilafah islamiah.


Oleh: Retno Asri Titisari 
(Pemerhati Generasi dan Sosial Ekonomi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar