Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kemiskinan dalam Negeri, Kapilalisme Biang Keladi


Topswara.com -- Ironi yang begitu memilukan, kala negeri yang Allah Ta’ala limpahkan kekayaan alamnya ini, nyatanya mayoritas rakyatnya tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi harian mereka. Sekitar 183,7 juta orang atau setara 68 persen populasi masih sulit menjangkau pangan bergizi. Artinya, lebih dari separuh penduduk Indonesia tidak mampu makan makanan bergizi. (Kompas, 9-10-2022)

Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan menyebutkan bahwa dalam lima tahun terakhir (data BPS 2017—2020), tren kenaikan persentase penduduk yang tidak memiliki akses makanan bergizi berbanding lurus dengan penduduk miskin. BPS mencatat, kenaikan besaran garis kemiskinan (GK) juga terjadi seiring dengan kenaikan harga sejumlah komoditas pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat miskin.

Belum lagi dari masyarakat yang masih belum mendapatkan rumah tidak layak huni. Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengungkapkan, bahwa masih terdapat 14 juta dari 70 juta orang yang belum memiliki rumah layak huni dalam diskusi bertajuk 'Mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui sektor perumahan' di Jakarta, Senin (27/12/2020).

Data World Bank menyatakan tingkat kemiskinan ekstrem Indonesia tahun 2019 mencapai 2,7 persen. Sementara, tingkat kemiskinan ekstrem tahun 2022 versi pemerintah adalah 2,07 persen.

"Angka 2,07 persen ini ada sekitar 5.400.000 penduduk Indonesia dalam kemiskinan ekstrem, atau sekitar 1.400.000 keluarga, yang berada dalam miskin ekstrem," ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Jumat (27/1/2023).

Sungguh Miris, negeri ini  yang kaya SDA, namun kemiskinan terjadi di berbagai daerah, bahkan terjadi kemiskinan ekstrim. Hal ini terjadi akibat salah kelola SDA, dan juga pengelolaan SDA yang diserahkan kepada swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Tidak bisa mengelak bahwasannya pendanaan tidak bisa mengandalkan anggaran belanja, baik dari pusat, daerah, ataupun desa. Tidak heran jika Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar memerincikan program ini kepada Dubes RRC Lu Kang.

Abdul Halim menjelaskan bahwa program ini selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs) Desa tujuan nomor satu, yaitu Desa Tanpa Kemiskinan. Ia juga menegaskan bahwa kerja sama di bidang ini harus terus dikembangkan. Dubes RRC menyambut baik dan menyarankan solusi untuk mengatasinya dengan teknologi.

Jika kita liat bagaimana program pengentasan kemiskinan dengan melibatkan swasta merupakan ciri khas sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini memandulkan peran negara dan menyerahkan seluruh urusan publik pada swasta.
 
Sistem ini meyakini bahwa dengan adanya pelibatan swasta dari sisi pendanaan, pembangunan infrastruktur akan terwujud dengan baik. Pembangunan infrastruktur yang baik akan memudahkan distribusi barang sehingga bantuan sosial akan tepat sasaran dan tanpa hambatan. 

Sementara swasta adalah lembaga profit yang mengejar keuntungan semata, bukan lembaga sosial yang menginginkan rakyat Indonesia sejahtera. Semua suntikan dana untuk pembangunan infrastruktur, saluran air dan sanitasi, termasuk suntikan modal untuk UMKM, merupakan investasi mereka dalam rangka meraih keuntungan sebanyak-banyaknya.

Sementara Dalam sistem Islam mewajibkan pengelolaan SDA oleh negara, karena SDA adalah milik umum. Regulasi kepemilikan yang khas dalam Islam akan menghalangi seseorang untuk bisa memiliki apa pun yang menjadi kepemilikan umum. 

Berbeda dengan kapitalisme yang malah meliberalisasi kepemilikan. SDA melimpah, misalnya, dimasukkan ke dalam kepemilikan umum yang haram dimiliki oleh individu ataupun swasta sebagaimana kapitalisme yang meliberalisasi SDA. Wajar jika dalam sistem saat ini, kas negara selalu kosong karena hanya bertumpu pada pajak dan utang, sedangkan SDA-nya sendiri dikuasai asing.

Begitupun dengan adanya pangkal distribusi yang tidak merata adalah ketiadaan peran pemerintah dalam sistem kapitalisme. Rakyat yang cacat dan sehat dibiarkan bertarung di arena yang sama. Kondisi itu sangat tidak adil, 

Walhasil secara makro, kapitalisme harus diakui sebagai biang kerok di balik semuanya karena rangkaian seluruh permasalahan negeri terus mengalir hingga menjadi arus yang sangat deras yang menimbulkan kemiskinan sistemis. 

Padahal, katanya tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu saja bisa jadi tanaman. Namun ternyata, rakyatnya malah dilanda kemiskinan. Dengan demikian, penyebab kemiskinan ekstrem adalah kapitalisme itu sendiri.

Berbeda dalam sistem Islam yang menjadikan negara sebagai peran sentral dalam distribusi harta.Islam juga memastikan setiap individu bisa makan dengan layak dan cukup, bukan malah menimbulkan dan meningkatkan angka kemiskinan. 

Satu orang saja yang hari itu tidak mampu makan, sudah menjadi genderang tanda bahaya dalam sistem Islam. Oleh karena itu, penguasa Islam harus memastikan pemenuhan kebutuhan pangan setiap individu warganya.

Di sektor energi, Islam juga tidak akan memberi kesempatan terjadinya privatisasi migas. Ini karena status sumber daya energi adalah kepemilikan umum sehingga haram untuk diprivatisasi. 

Harga BBM di bawah pengaturan sistem Islam tidak akan ugal-ugalan sebagaimana pengelolaan di bawah kapitalisme. Dalam sistem Islam, BBM bahkan bisa gratis untuk masyarakat luas 

Penguasa dalam sistem Islam benar-benar akan memfungsikan dirinya sebagai pengurus umat sekaligus pelindung mereka secara orang per orang. Ini karena mereka paham bahwa kepemimpinan adalah amanah berat yang harus siap dipertanggungjawabkan di keabadian.

Oleh karenanya, negara akan secara konsisten menerapkan seluruh hukum Islam, terutama sistem politik ekonomi Islam, serta sistem-sistem lainnya yang mencegah kezaliman, termasuk penguasaan kekayaan oleh segelintir orang. Negara Islam juga pantang tunduk pada tekanan asing dan menolak segala bentuk penjajahan, bahkan siap memimpin peradaban dalam skala global.

Selain paradigma yang lurus soal kepemimpinan, ada banyak aturan Islam yang menjamin keadilan dan kesejahteraan, mulai dari sistem ekonomi yang mengatur soal kepemilikan, distribusi kekayaan, sistem moneter dan keuangan, sistem perdagangan dan polugri, juga sistem hukum dan sanksi. Satu di antaranya, Islam mengatur bahwa sumber daya alam yang melimpah ruah tidak boleh dimiliki individu, karena sejatinya itu adalah milik rakyat yang wajib dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat.

Sudah saatnya kita campakkan sistem kapitalisme rusak yang saat ini bercokol di negeri ini dan menerapkan sistem islam yang kaffah dengan seluruh aturan kehidupannya agar umat manusia merasakan sejahtera dalam aturan dari Sang Khaliq Allah SWT.

Wallahu’alam bi shawab


Oleh: Sulastiariningrum
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar