Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pajak atau Palak?


Topswara.com -- Meski banyak yang memprediksi tahun 2023 ini perekonomian domestik terganggu akibat ancaman resesi global, namun pemerintah rupanya tetap menargetkan penerimaan negara dari pajak naik, yaitu dari Rp 1.485 di tahun lalu, menjadi Rp 1.718 triliun atau meningkat sekitar 16 persen. 

Nilai tersebut dengan kontribusi per jenis pajak yakni PPh sebesar 54,4 persen dengan rincian PPh Migas Rp 61,4 triliun dan PPh Non migas Rp 873,6 triliun, PPN dan PPnBM sebesar 43,2 persen senilai Rp 743 triliun, dan PBB dan Pajak lainnya sekitar 2,3 persen setara Rp 40 triliun.

Dengan pajak dan beban hidup yang ada saja, masyarakat sudah banyak yang terpukul akibat efek pandemi kemarin yang disusul kenaikan berbagai harga barang. Membuat rakyat semakin mengencangkan ikat pinggang dan merasa miris, mengingat mulai tahun-tahun kemarin, gelombang PHK demi PHK mulai muncul secara sporadis. Apalagi ditambah dengan kenaikan pajak, tentu akan semakin berat bagi rakyat.

Walau berbagai dalih yang utarakan pemerintah baik itu peningkatan kesejahteraan bagi warga miskin ataupun peningkatan pelayanan dan fasilitas publik bagi masyarakat. Tentu akan terasa tidak berguna karena faktanya hidup masyarakat memang semakin berat saja. 

Padahal kalau dipikir secara logis, bukankah negeri ini sangat kaya dengan sumber daya alam yang sangat melimpah. Semua kekayaan alam yang berada di negeri ini akan cukup membuat masyarakat hidup sejahtera dan berkecukupan. Syaratnya adalah kekayaan alam tersebut dikelola dengan benar.

Namun, karena menggunakan pengelolaan perekonomian dan di semua bidang bedasarkan sistem kapitalisme, akhirnya hasilnya adalah kehidupan masyarakat yang makin sengsara. 

Apa mau dikata, selagi pajak menjadi penerimaan utama setelah utang, rakyat akan terus dikejar sisi mana yang bisa ditarik pajak. Berbagai sisi ditarik pajaknya. Bahkan, pada perkembangannya obyek pajak akan dikembangkan lebih luas lagi, misalnya pada pendapatan warteg maupun online shop.

Bisakah masyarakat hidup tenang tanpa pajak bahkan dengan pelayanan publik yang tidak dengan biaya yang memberatkan mereka? Selain itu, hidup dalam suasana yang sesuai dengan fitrah mereka itu akan menjadi hal yang paling penting. Dan semua itu ternyata hal yang bisa dan pernah dicapai oleh umat Islam saat mereka hidup dalam naunga daulah Islam.

Bila saat ini pajak merupakan instrument penting dalam pendapatan negara, tidak demikian dengan sistem Islam. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Islam bukan hanya sebuah agama ritual semata. Islam juga mengandung sistem yang aturannya lengkap mengatur kehidupan manusia dalam segala lingkup. 

Dalam sistem Islam, istilah pajak memang diakui dan pernah diterapkan dimasa daulah Islam. Namun begitu, pajak bukanlah pendapatan utama negara sebagaimana negara kapitalisme. Pajak adalah sumber pendapatan tidak tetap, alias insidental saja kebijakannya.

Negara khilafah memiliki beberapa sumber tetap penerimaan negara, dan itu bukanlah pajak apalagi utang yang mana jatuhnya malah haram apabila menjadi jalan untuk menguasai umat Muslim sebagaimana sekarang. 

Sumber penerimaan negara secara syar’i sudah dicontohkan oleh Rasulullah sejak memimpin negara Madinah disimpan dalam Baitul mal. Sumber-sumber harta Baitul mal ada dari zakat, ghonimah, fa’i, kharaj, dan lain-lainnya. 

Harta kepemilikian secara syar’i dibagi tiga macam, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Konsep kepemilikan inilah yang khas tidak dimiliki oleh sistem kapitalisme saat ini. 

Di mana justru konsep kebebasan kepemilikannya menjadikan tidak ada batasan bagi individu untuk memiliki sumber-sumber kekayaan alam yang dibutuhkan oleh masyarakat luas. Akibatnya, kekayaan alam yang besar hanya dikuasai segelintir orang dimana negara hanya berperan mengambil pajak saja. 

Gambaran terpenting bagaimana pajak hanya dipungut saat kas negara kosong dan dibutuhkan untuk kebutuhan darurat negara adalah karena negara khilafah tidak akan menyerahkan pengelolaan sumber kekayaan alam miliknya kepada individu apalagi pihak asing. 

Negara wajib mengelola seluruh kekayaan alam yang ada di negara untuk dikembalikan kepada rakyat baik itu berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan seperti bidang Kesehatan, Pendidikan, transportasi maupun keperluan darurat sehari-hari seperti air, listrik dan BBM.

Berbeda sekali dengan sistem kapitalisme yang pada faktanya negara adidaya menghisab kekayaan alam negara-negara berkembang dan bahkan menjerat dengan utang sebagai bentuk penjajahan. Sehingga, untuk mewujudkan masyarakat sejahtera tanpa jeratan pajak adalah dengan kembali ke sistem yang telah diterapkan oleh Rasulullah SAW.


Oleh: Ratna Mufidah, SE.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar