Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Syekh Thalib Awadallah: Pengemban Dakwah Tidak Menerima Tawar-menawar dalam Kebenaran


Topswara.com -- Syekh Thalib Awadallah menuliskan dalam bukunya bahwa pengemban dakwah tidak boleh menerima tawar-menawar dalam kebenaran. Hanya mengambil perkara dengan tangannya secara total. 

“Pengemban dakwah tidak boleh menerima tawar-menawar dalam kebenaran. Hanya mengambil perkara dengan tangannya secara total. Mengemban dakwah harus memperhatikan penerapan hukum-hukum Islam secara sempurna dan tidak menganggap remeh (mudah) sesuatu meski kecil,” kata Syekh Thalib Awadallah dalam buku Kekasih-Kekasih Allah Edisi Bahasa Indonesia, halaman 106. 

Ia menekankan agar aktivitas mengemban dakwah harus meletakkan kedaulatan secara mutlak berada di tangan Islam tanpa memperhatikan lagi sesuai atau tidak dengan keinginan masyarakat umum atau justru bertentangan. Baik seiring dengan tradisi masyarakat, diterima, atau bahkan ditolak oleh masyarakat. Pengemban dakwah tidak boleh mencari muka atau berbasa-basi di depan masyarakat. Apalagi bermuka dua di hadapan penguasa.

Dalam buku tersebut ia menjelaskan agar pengemban dakwah hanya boleh berpegang teguh dan menyuarakan Islam saja. Sebab Rasulullah SAW diutus ke bumi untuk mengemban risalah Islam dan disampaikan secara terang-terangan serta menantang. Beliau SAW yakin bahwa Islam yang diturunkan oleh Allah SWT adalah benar. 

Menurut Syekh Thalib Awadallah yang dijelaskan dalam bukunya, betapa kondisi sekarang sangat mirip dengan yang telah lalu. Sebab kesadaran umum telah coba dikreasi di tengah-tengah umat melalui kegigihan para pengemban dakwah dan aktivitas-aktivitas tertentu demi mewujudkan opini umum yang terpancar dari kesadaran umum. 

Meskipun demikian, mengupayakan opini umum melalui kesadaran umum terhadap pemikiran-pemikiran Islam, konstelasi internasional, dan kesadaran dalam menganalisis berbagai peristiwa politik yang diwujudkan oleh para pengemban dakwah disertai penuh kesungguhan, namun masih tetap muncul keinginan masyarakat atau umat untuk berpikir secara emosional dan parsial. 

“Di tengah masyarakat dari waktu ke waktu masih saja menonjol keinginan-keinginan umat untuk berpikir secara emosional, mengharapkan tujuan-tujuan sesaat (instan). Dan keinginan untuk meraih perkara-perkara parsial serta cabang,” tegasnya.

Selain itu, umat juga masih menonjolkan kecintaan terhadap kedangkalan slogan-slogan. Umat disibukkan dengan harapan dan angan-angan yang didiktekan oleh berbagai tahapan dengan peristiwa-peristiwa tertentu. 

Ia menyatakan, kondisi realitas umat yang masih dalam gambaran demikian ia sebut sebagai mimpi buruk, yaitu mimpi buruk kedangkalan dan slogan. Selain itu, mimpi buruk yang ada ada hari ini juga muncul jenis baru yang dijadikan pegangan oleh aktivis Islam palsu. 

“Datang mimpi buruk jenis baru yang dijadikan pegangan oleh aktivis Islam palsu, yaitu memperalat Islam untuk meraih tujuan dan target pribadi. Serta meraih manfaat pribadi-pribadi mereka yang rentan melahirkan dusta. Tujuannya tidak lain adalah untuk menghancurkan kesadaran masyarakat,” jelasnya. 

Termasuk dalam gelombang mimpi buruk jenis baru yaitu fatwa-fatwa sesat dan serangan-serangan buatan untuk menyerang para pengemban dakwah Islam. Serta menyalahkan ide-ide yang diemban berdasarkan Islam dengan fatwa-fatwa buatan oleh mereka yang tidak memiliki ketakwaan kepada Allah SWT. Baik mereka sebagian memiliki gelar akademis, ada yang berjenggot panjang, bersorban, dan berjubah serta memiliki kecenderungan kependetaan (clerical). 

“Oleh karena itu, para pengemban dakwah tidak boleh disibukkan dengan membantah tuduhan-tuduhan orang yang suka berbuat fasad itu. Juga tidak boleh menilai orang yang tujuan-tujuannya telah disesatkan oleh Allah kemudian melayani mereka dalam diskusi, media massa, dan forum-forum. Tetapi harus tetap mendoakan mereka agar mendapat petunjuk dan mendebat dengan cara yang baik semampunya,“ terang Syekh Thalib. 

Maka tidak perlu mencaci mereka dengan pena orang pencaci, menyerang dengan tingkat pemikiran mereka yang rendah. Para pengemban dakwah tidak pantas dengan sebab apa pun melorot ke level rendah. Serta tidak boleh terselewengkan dengan cara apa pun dari mabda'nya untuk melakukan pertarungan dan pergolakan pemikiran di rawa-rawa pemikiran yang penuh bau busuk. 

Perlu diperhatikan, bahwa dalam mimpi buruk ini katanya akan muncul fatwa-fatwa sesat dan pemikiran-pemikiran yang dilabeli Islam. Padahal Islam terlepas dari semuanya. Juga akan muncul penyelewenagan makna berbagai nash yang sengaja dilakukan demi meraih kepentingan pribadi. 

Kewajiban para pengemban dakwah dalam situasi seperti ini adalah dengan menjelaskan kepada masyarakat tentang orang-orang fasad, dan kerusakan pemikiran yang disodorkan. Serta menjelaskan fatwa-fatwa ulama su’u.  

“Semua itu harus dilakukan dengan disertai dalil-dalil syar’i dan ketentuan-ketentuan syariat dalam berdiskusi. Tanpa mengeluarkan cacian, makian, celaan, dan menyerang pribadi-pribadi atau gerakan yang melakukan kerusakan itu dan tanpa menyebut nama-nama mereka,” tandasnya. [] M. Siregar
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar