Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Moderasi Bukan Solusi


Topswara.com -- Istilah moderasi, radikal dan terorisme akhir-akhir ini kembali menjadi topik yang hangat dibicarakan, terlebih menjelang Pemilu. Ketiganya seolah menjadi dagangan yang bisa memancing perhatian khalayak ramai. Gencar diopinikan baik di pusat pemerintahan, daerah, bahkan di lingkungan pendidikan.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI. Dr. H. Tb Ace Hasan Syadzily menyatakan bahwa saat ini pelajar dan guru di kota Bandung dinilai masih belum memiliki rasa toleransi terhadap agama lain. Hal ini disebabkan oleh minimnya materi saat proses belajar mengajar yang dianggap kurang mengajarkan tentang pentingnya menyikapi perbedaan.  

Ia menegaskan hal tersebut saat menjadi pembicara pada kegiatan Sosialisasi Penguatan Moderasi Beragama angkatan lll/ 2022 di Hotel Sultan Raja Soreang Bandung, yang digelar bersama Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat. 

Pada kesempatan itu Ace mengatakan bahwa masalah kerukunan umat beragama terbagi empat, yaitu; merasa paling benar, fanatisme berlebihan, polemik dalam pendirian tempat ibadah dan adanya ujaran kebencian. Untuk mengatasi agar tidak semakin berkembang, maka harus disolusikan dengan edukasi moderasi beragama. (Opininews.com, 11/01/2022). 

Moderasi beragama terus dijajakan, di tengah gencarnya opini bahaya radikalisme. Seolah kebutuhan mendesak yang harus segera disosialisasikan dan dilaksanakan demi terciptanya kerukunan, terutama diantara pelajar. Pertanyaannya, benarkah demikian? 

Moderasi beragama yang mengajarkan pengamalan Islam moderat, jelas bertentangan dengan Islam. Karena Islam mewajibkan setiap pemeluknya mengamalkan seluruh ajarannya (Islam kaffah), bukan diambil sebagian, diamalkan sebagian ala Islam moderat. Muslim moderat berbeda dengan Muslim taat. Justru Muslim yang taat akan menghargai pemeluk agama lain, karena Islam mengajarkan demikian.

Fakta menunjukkan melalui moderasi agama, umat diajarkan agar agama (Islam) tidak menjadi tolok ukur untuk seluruh perbuatannya karena harus mengacu kepada Islam moderat. Tentu hal ini berbahaya bagi umat Islam sendiri.
Ismail Yusanto, seorang cendikiawan muslim menyatakan bahwa moderasi beragama adalah proyek Barat terutama Amerika yang sengaja digulirkan ke negeri-negeri Islam demi kepentingannya. 

Lembaga pendidikan dianggap sebagai lembaga strategis menancapkan pemahaman Islam moderat sejak dini.
Jadi sebenarnya moderasi beragama bukan murni berasal dari program pemerintah, tetapi merupakan program internasional untuk melumpuhkan umat Islam agar tidak bangkit dengan ideologi Islamnya. 

Sebagai umat Islam sangat aneh bila harus mengamalkan ajaran agamanya sesuai arahan Barat. Al-Qur'an dan as-Sunnah sudah sangat cukup menjadi acuan mulia agar umat Islam tidak tersesat dan tidak lemah.

Melalui moderasi agama, selain untuk menghadang kebangkitan Islam yang sudah mulai menggeliat, Barat bersama kroni lainnya ingin tetap mempertahankan demokrasi dengan segala ide kebebasannya yang sudah terbukti menciptakan berbagai kerusakan di kalangan generasi. 

Tawuran, gaul bebas, narkoba, sakit mental, hingga kriminalitas, membukakan telinga dan mata kita, adalah akibat ditancapkannya ide kebebasan. Sehingga membuat generasi lemah, abai terhadap perampokan kekayaan alam negerinya sendiri oleh penjajah yang kasat mata.

Tidak dinafikan bagi pihak yang belum memahami indahnya berada dalam pengamalan Islam kaffah dan yang tertipu dengan propaganda Barat, moderasi agama menjadi pilihan tepat diasumsikan sebagai solusi kerukunan dan kedamaian. 

Padahal sejatinya berbagai kerusakan termasuk perpecahan ditimbulkan akibat penerapan demokrasi sekular. Seharusnya sebagai seorang Muslim wajib menolak ide moderasi beragama, karena pada hakikatnya sebagai upaya Barat mengelabui kaum Muslim dari tujuannya yang tersembunyi yang sangat berbahaya bagi umat.

Untuk itu penting melakukan kritik tajam terhadap konsep moderasi beragama yang menyesatkan, serta terus menyadarkan masyarakat bahwa konsep moderasi bukan asli kebijakan pemerintah saat ini, tapi sekedar menyerukan pesanan Barat.
Terakhir kita wajib terus berjuang untuk mengembalikan penegakkan Islam kafah dalam institusi politik yang akan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam, bukan kerusakan, untuk ke dua kalinya sebagaimana kabar gembira dari Allah SWT. yang termaktub dalam surat an-Nur ayat 55, yang artinya:

"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai . Dan Dia benar-benar mengubah keadaan mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku, dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun. Tetapi barangsiapa tetap kafir setelah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.

Wallahu a'lam bish-shawwab.


Oleh: Oom Rohmawati
Komunitas Penulis Mustanir dan Membe AMK
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar