Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Suatu Kaum Berubah setelah Mengubah Persepsinya


Topswara.com -- Prof. Dr. -Ing. Fahmi Amhar, Pengamat Peradaban, mengungkapkan bahwa tidak ada orang maupun kaum yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu persepsinya. 

"Sesungguhnya, tidak ada orang maupun kaum yang mengalami perubahan nasib tanpa mereka mengubah dulu persepsinya tentang berbagai hal," ungkapnya dalam Kajian Ngave yang berjudul Mengubah Nasib dengan Mengubah Persepsi di YouTube Majelis Gaul, Kamis ( 12/05/2022 ).

Ia mengutip surah Ar-Ra'd ayat 11,

لَهٗ مُعَقِّبٰتٌ مِّنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ يَحْفَظُوْنَهٗ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ ۚوَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ

Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Ahli Pemetaan Tata Ruang tersebut menyatakan, persepsi yang dilihat (ainulyakin) ternyata belum tentu sesuai dengan kenyataan sesungguhnya (hakulyakin). 

"Sebuah benda yang kita lihat boleh jadi sama, namun persepsi kita boleh jadi berbeda," ujarnya. 

Prof. Fahmi mengatakan, persepsi ini dihasilkan dari informasi yang masuk ke panca indra seseorang, kemudian oleh otaknya dihubungkan dengan berbagai informasi yang sudah ada sebelumnya, baik informasi yang masih mengambang, maupun yang sudah mantap, yang dianggap referensi.

"Ada beberapa macam persepsi. Persepsi tentang diri sendiri, persepsi tentang orang lain, juga persepsi tentang alam semesta, masyarakat, negara, dan sebagainya. Semua akan menentukan apa yang akan dilakukan orang itu kemudian," bebernya.

Dia melanjutkan, orang yang mempersepsikan dirinya hanya sebagai korban yang malang dari sistem yang rusak, relatif akan sering mengeluh dan menyalahkan pihak lain. Tentunya paling banyak menyalahkan pemerintah, atau menyalahkan konspirasi asing bahkan dajal. 

“Sebaliknya, orang yang mempersepsikan dirinya sebagai sosok pilihan, penyelamat dari sistem rusak, tentunya akan sibuk mencari solusi yang bisa dilakukan agar korban tidak perlu berjatuhan lagi. Mereka berprinsip tidak perlu mengutuk kegelapan, tetapi menyalakan lilin atau bangun pembangkit listrik yang akan menerangi semuanya," tegasnya.

Prof. Fahmi menambahkan, orang yang memiliki persepsi bahwa dunia penuh dengan konspirasi, akan relatif menjadi pencuriga. Semua hal yang di hadapi dinilai, dari kaca mata hitam konspirasi. Bahkan andai kata anaknya yang malas belajar, dapat rapor merah atau rumahnya yang tidak memiliki penangkal petir kesambar petir, respon pertamanya adalah ada konspirasi yang tertuju pada keluarga atau rumahnya. 

"Kadang-kadang batas antara curiga akibat memiliki persepsi konspiratif dengan waspada karena memiliki persepsi yang ideologis itu tipis. Dari sisi kecepatan berpikir keduanya mirip, yang membedakannya adalah kualitas berpikir," jelasnya. 

Persepsi ideologis itu akurat, sistemis, konstruktif ,dan siap divalidasi dengan pisau analisis apapun. Sedang persepsi konspiratif itu sebaliknya. "Persepsi ideologis masih tergantung ide apa yang mendasarinya, ide sosialis, kapitalis, atau Islam? Peristiwa politik atau ekonomi yang sama akan dipersepsikan dengan amat berbeda,” paparnya. 

Di sinilah kembali diperlukan sesuatu yang lebih mendasar lagi, aksioma, asumsi dasar yang dianggap benar atau dalam istilah Arab di sebut aqidah," pungkasnya.[] Rina
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar