Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Perhelatan Piala Dunia Qatar, Akankah Jadi Ladang Dakwah?


Topswara.com -- Gooooool!!! Begitulah teriakan yang biasanya selalu terdengar di rumah-rumah yang bisa menyaksikan pertandingan piala dunia (FIFA World Cup). Hanya sekarang bunyinya bukan gol, melainkan Allah...Allah...Allah....!!! 

Tidak cuma di rumah, kedai kopi, atau café juga restoran, tidak kalah antusias untuk menyelenggarakan nobar alias nonton bareng. Apalagi jika sudah babak final nanti.

Perhelatan bola dunia yang sekarang diadakan di salah satu negara teluk, yaitu Qatar memiliki ceritanya sendiri. Konon, selama penyelenggaraan piala dunia, tahun 2022 adalah pertama kali bagi negara teluk Timur-Tengah menjadi tuan rumah. Dan Arab Saudi kemungkinan akan menyusul di tahun 2030. 

Biasanya, perhelatan bola tidak menghembuskan isu-isu sensitif sosial karena dianggap tidak perlu diperdebatkan alias dimaklumi. Wajar saja sebenarnya, karena pelaksaan bola dunia selama ini masih berada di negara-negara minoritas Muslim, bukan mayoritas seperti Timur-Tengah. 

Uniknya bola dunia tahun ini, banyak isu-isu miring dimainkan untuk memberikan kesan atau citra buruk bagi negara Qatar. Mulai dari kekesalan negara-negara Barat terhadap kebijakan pemerintah lokal Qatar untuk melarang penggunaan alkohol selama pertandingan, kemudian tidak diberlakukannya sex bebas selama di Qatar, serta pelarangan tegas untuk symbol-simbol LGBTQ+.

Baru-baru ini, bahkan ramai dikabarkan pengusiran seorang penonton atau supporter asal Inggris. Ia diusir dari lapangan karena memakai pakaian dengan bergaya crusader (simbol tentara perang salib). Untuk apa coba memakai simbol itu di rumah orang asing sebagai tamu pula? Sementara pemilik rumah masih segar memorinya tentang perang salib, atau penjajahan Inggris. Bukankah Qatar bekas koloni Inggris? Konyol sekali pelakunya. Ibarat tamu tetapi rasa tuan rumah. 

Megahnya Piala Dunia di Qatar, Dakwah Cetar?

Penyelenggaraan FIFA World Cup Qatar 2022 dikabarkan paling mewah sepanjang sejarah piala dunia untuk turnamen sepakbola. Terpilihnya Qatar menjadi tuan rumah menjadikan negara kecil itu harus menggelontorkan dana fantastis. 

Seperti dilansir dari beberapa media, dana yang dikucurkan mencapai 200 miliar $US atau setara dengan 3,13 kuadriliun. Menurut Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Yunan Syaifullah SE. MSc, bahwa tanpa piala dunia pun, Qatar adalah negara yang kategori terkaya. Sebab menjadi penghasil minyak ketiga terbesar di dunia. Informasil lain menyebutkan, bahwa Qatar adalah negara nomor wahid produsen gas cair terbesar di dunia. 

Masih menurut Yunan, pertumbuhan ekonomi Qatar mencapai 6,3 persen dan Gross Domestic Product (GDP) sebesar 176 miliar $US. Atau sekitar Rp. 2,7 kuadriliun. Artinya, dana yang dihabiskan oleh Qatar untuk piala dunia tidak berlebihan jika dikatakan hanya sebesar pendapatan GDP selama dua tahun. 

Sejak terpilih menjadi host (tuan rumah) untuk piala dunia tahun 2010 atau kurang lebih selama 12 tahun, Qatar dikabarkan telah memulai pembangunan infrastruktur yang banyak dan menghabiskan biaya sebesar Rp. 3404 triliunan. Atau rata-rata per tahunnya sebesar Rp.283 Triliun. Lalu, apa sumbangsih kemegahan perhelatan piala dunia di Qatar dengan Islam? Akankah menjadikan dakwah mengajak kepada Islam di sana tambah cetar?

Terkait dengan hubungan antara Qatar, Islam, dan dakwah tentu tidak bisa diabaikan. Sebab Qatar adalah negara Muslim, tanah kaum Muslim, berada di wilayah Timur Tengah atau Arab sebagai peninggalan bagian dari peradaban Islam yang mulia. Islam dan tanah Arab tentu tidak bisa dipisahkan. 

Fakta-fakta yang diberitakan oleh beberapa media terkait dengan negara Qatar yang berhubungan dengan Islam tentu harus diapresiasi. Seperti larangan alkohol selama pertandingan bola. Meskipun sebenarnya yang harus disampaikan adalah larangan alkohol totalitas di Qatar karena alkohol haram. 

Setidaknya, pengunjung tidak menyentuh barang haram tersebut selama pertandingan karena dampaknya bisa fatal seperti menimbulkan keributan. Orang-orang yang mabuk, akalnya akan hilang dan tabiatnya membuat kerusuhan dan kerusakan. Jelas akan mencoreng nama baik tuan rumah yang dikenal dunia sebagai ikon Islam. Apalagi, Islam yang damai adalah jargon yang dikedepankan dalam FIFA World cup 2022 di Qatar. 

Selanjutnya, pelarangan sex bebas dan simbol-simbol LGBTQ+ dilarang keras masuk ke Qatar. Kebijakan itu jelas harus didukung. Karena merupakan perbuatan maksiat dan dosa besar. Bahkan seharusnya bukan hanya simbol, melainkan pengidapnya yang jika terdapat dalam pemain dan penonton bola, harus dilarang menginjakkan kaki di Qatar. Tetapi lagi-lagi, atas nama kedamaian, soal pelaku urusan personal. Qatar masih kalah power.
 
Kemudian, seperti yang ditunjukkan oleh beberapa nitizen di media sosial, kemewahan Qatar dan indahnya jalanan kota yang bertabur hadis-hadis Rasulullah SAW, serta dalil-dalil Al-Qur’an yang menunjukkan tentang ajaran Islam yang damai dan manusiawi. Sehingga membuat para pengunjung terkagum-kagum dengan suasana itu. Seharusnya memang demikianlah penguasa Muslim di negeri Islam, menabur syi'ar-syiar kebaikan. Tidak harus pada momen piala dunia saja. 

Di sisi lain, ada juga kegiatan beberapa kelompok Muslimah yang mengajak para pengunjung untuk mencoba hijab. Mereka dengan ramah dan santun menyodorkan hijab (kerudung) untuk dipakai. Ekspresi senang dan dihormati terlihat dari reaksi para pengunjung. Tidak merasa tertekan atau takut. 

Bahkan seorang jurnalis asal Brazil menuturkan bahwa ia sangat terpengaruh dengan pensuasanaan budaya azan yang selalu berkumandang ketika memanggil shalat. Suatu fenomena yang sangat menakjubkan baginya. 

Atau penuturan seorang pemain asal Prancis, Hugo Lloris mengatakan bahwa ia sangat respek terhadap budaya yang ada di Qatar dan akan menyesuaikan dirinya dengan kebijakan di sana. Sebab katanya, negara Perancis juga memberlakukan hal yang sama bagi para pendatang, memainkan peraturannya dan menyuruh agar menghormati budaya Perancis. 

Bahkan konon, Qatar adalah negara yang tidak menerapkan riba dalam pinjaman bank di sana. Jika dilihat dari sudut pandang ideologi yang menguasai dunia hari ini yaitu kapitalisme, Qatar termasuk berani tampil beda dan yakin dengan sistem bank tanpa riba. Padahal, riba adalah jantungnya kapitalisme. Alhamdulillah. 
 
Semua yang berbau Islam yang ada di Qatar, tidak boleh diremehkan. Artinya, sebagai negara Muslim yang masih menjalankan ajaran Islam. Qatar telah menunjukkan keberaniannya kepada dunia bahkan saat negara-negara adidaya datang ke sana. Qatar tidak mengikuti kerusakan budaya Barat dan tidak mengizinkannya hatta sekedar simbol LGBTQ+ menginjak tanah Qatar. 

Sebelum pertandingan piala dunia dimulai, desas-desus dan framing negatif terhadap Qatar sudah dimulai. Bahkan menyalahkan Presiden FIFA karena memilih Qatar sebagai tuan rumah. Tetapi respon presiden FIFA Gianni Infantino, justru menyerang balik pernyataan mereka yang terus mencoba untuk menyudutkan kebijakan Qatar. 

Mereka yang memiliki kebencian terhadap Islam, Arab, dan Muslim mencoba memainkan standar ganda untuk Qatar. Mereka menyebut bahwa Qatar tidak menjunjung hak-hak kemanusiaan karena menolak LGBTQ+. Bahkan mereka mencari-cari kesalahan negara Qatar dengan membongkar upah pekerja migran yang kecil untuk membangun stadiun Al-Bayt. Sehingga, sudah terjadi turnamen sekarang pun, seruan boikot Qatar masih nyaring.

Begitulah  kelompok orang-orang Barat pembenci Islam yang selalu mencoba untuk mencitraburukkan syariat dan kaum Muslim. Mereka memainkan standar ganda seolah-olah Qatar adalah negara pelanggar HAM berat. Masih adanya ajaran Islam yang menyengat baunya di hidung mereka, sehingga merasa susah bernafas. 

Pernyataan pemerintah Qatar yang menekan kaum LGBTQ+ dan pebisnis alkohol tentu saja meradang. Seharusnya mereka bisa melancarkan misinya untuk kampanye kaum Pelangi di tanah kaum Muslim. Apalagi pertandingan internasional melibatkan banyak negara dan cocok untuk menarik pendukung dunia. Tetapi harus kandas. Juga niat untuk meraup keuntungan dari penjualan alkohol atau miras tertutup sudah. 

Para penguasa Muslim seharusnya memang memiliki keberanian untuk memukul budaya Barat dengan melarangnya masuk secara totalitas. Qatar memang sudah menerapkan ajaran Islam sebagian. Itulah yang disayangkan. Karena ajaran Islam diperintahkan oleh Allah SWT untuk diterapkan secara totalitas.

Negara Qatar sudah melarang sebagian budaya Barat dan simbolnya masuk, tetapi tidak untuk pemikirannya. Ide-ide busuk Barat justru terus dikampanyekan. Qatar dalam FIFA World Cup 2022 seolah-olah ingin menunjukkan wajah Islam moderat dan toleran.

Hal tersebut dapat dilihat dari pembukaannya yang spektakuler dan penuh dengan ide-ide Barat. Setelah dibuka dengan membaca Al-Qur’an, kemudian terjadi dialog yang intinya mengajak pada satu titik yaitu kemanusiaan, cinta dan damai. Begitu juga lirik soundtrack-nya. Bahwa hanya dengan kemanusiaan lah dunia akan damai. Pertanyaannya, lalu siapa yang lebih paham mengatur manusia? Budaya Barat yang rusak?

Ghanim al-Muftah dalam akun twitternya menuliskan kalimat, "East meets West, welcome to Qatar".  Dalam akun tersebut terlihat sebuah video singkat yang menunjukkan Ghanin, qari yang membuka piala dunia di Qatar bertemu dengan sosok yang memiliki keistimewaan seperti dirinya asal Barat. 

Jikalau yang dimaksudkan Ghanin adalah ukhuwah Islamiyah tanpa sekat timur-barat, tentu benar. Tetapi jika yang dimaksud adalah pertemuan timur-barat yang moderat, jelas sangat keliru. 

Seterusnya terkait dana fantastis yang dihamburkan. Bisa saja Qatar melakukannya demi harga diri atau egosentris di hadapan negara-negara raksasa global AS, dan Eropa. Walaupun dianggap negara kecil, tetapi kemampuan besar. Dan memang tabiatnya orang Arab sangat memperhatikan harga diri.  Apalagi dihadapan negara Barat yang angkuh.  

Tidak bisa dipungkiri, bahwa keterbelakangan, kemiskinan, dan kelaparan, selama ini bukankah tengah menjadi opini bagi negeri-negeri Muslim? Bisa saja Qatar ingin menunjukkan sesuatu yang berbeda dari yang diframingkan selama ini oleh media-media Barat. 

Benar. Menghamburkan dana yang sangat besar untuk hura-hura tidak dibenarkan dalam Islam. Apalagi ditengah konflik yang melanda kaum Muslim seperti perang, pengusiran, pembantaian, dan perampasan tanah masih menjadi PR bagi dunia Islam. Dana itu seyogyanya dijadikan sebagai modal untuk memperjuangkan Islam dan kehormatan kaum Muslim.

Tetapi, bagaimana jadinya jika hitung-hitungannya di sisi lain ternyata ingin meraup keuntungan? Bukan sekedar gengsi. Artinya, dana yang dihabiskan sudah diprediksi nantinya mampu meraup untung. Jika Qatar dipermak sedemikian rupa agar cantik dan memukau, tentu merupakan bagian dari marketing.

Keuntungan yang diharapkan bisa berasal  dari penjualan tiket pesawat negara Qatar, hotel-hotel, tempat periwisata, hingga tiket pertandingan yang harganya melambung tinggi selama pertandingan. Para pengunjung juga dikabarkan sangat asyik menikmati spot-spot pariwisata Qatar. Istilah bisnis politik ekonomi kapitalis, ada harga ada kualitas. Mahal memang untuk Qatar, tetapi kualitas dan servisnya sesuai harga. 

Perkiraan masuknya turis asing ke Qatar mencapai jutaan orang. Secara hitung-hitungan ekonomi, bisa saja memberikan keuntungan atau setidaknya mengembalikan modal. Tidak berpikir rugi tentunya. Apalagi, penyelengara alias FIFA juga telah mengkalkulasi keuntungan yang bisa diperoleh.

Untuk harga tiket saja, termasuk paling mahal dibandingkan piala dunia 2018 di Rusia. Harga tiket di Qatar variasi dengan kategori yang banyak. Mulai dari Rp.600 ribu hingga  Rp.25 juta. Jika dari tiket saja kali sejuta pengunjung, ditambah harga hotel sejuta tamu, juga tiket-tiket pariwisata juga visa untuk jutaan pengunjung. Berapa pemasukan Qatar?

Artinya, Qatar juga tidak bisa lepas sepenuhnya dari jerat-jerat kapitalisme global. Sebab, FIFA adalah big boss penyelenggara yang sudah berpengalaman meraup keuntungan dari perhelatan piala dunia. Andai Qatar tidak untung alias tumpur atau hanya balik modal, FIFA tentu tidak mau bukan? Bukankah pertandingan bola juga ajang bisnis raksasa  bagi Barat? Meskipun jika dipandang dari segi hukum Islam, bola kaki sebagai jenis olahraga boleh-boleh saja.

Dengan kata lain, Qatar juga masih berada dalam tekanan Barat. Walaupun FIFA mencoba untuk menyederhanakan isu negatif yang menyerang Qatar, semata-mata tentu tidaklah murni membela Qatar apalagi Islam. 

Begitulah fakta sesungguhnya negeri-negeri Muslim yang masih tersekat-sekat negara bangsa tanpa ada kesatuan institusi politik di bawah kepemimpinan syariat Islam. Cara Barat yang halus untuk intervensi justru masih diangap sebagai pembelaan. 

Alangkah bijaknya jika pemerintah Qatar mampu melihat potensi dakwah yang dilakukannya. Melalui kekuatan negara, telah mengukir prestasi membawa 500 lebih pengunjung untuk masuk Islam. Pensuasanaan lingkungan yang Islami telah membuat mereka yang datang merasa nyaman dan terlindungi. Bahkan, sampai membuat Barat meradang-radang hanya dengan pelarangan simbol LGBTQ+.

Sesungguhnya Islam dan kaum Muslim masih punya kekuatan yang tersembunyi di setiap negerinya untuk menciutkan nyali Barat di hadapan syariat Islam dan kaum Muslim. Umat Islam sangat berharap agar penguasa Qatar menyadari, andaikan modal yang sangat banyak itu diberikan untuk memperjuangkan tegaknya kembali Islam, dan menyelamatkan negeri Muslim lainnya seperti Palestina, Syria, kKashmir, Xinjiang serta Arakan tentu sangatlah mulia.

Meskipun Qatar adalah donatur untuk Palestina dari keganasan nafsu penjajahan Barat, tetapi yang diinginkan oleh kaum Muslim adalah mengusir dan melawan penjajah dari tanah mereka. Bukan sekedar donasi materi. Sebab tidak akan menyelesaikan konflik dan perang. 

Tentu saja hal tersebut hanya bisa dilakukan jika Qatar dan negeri Muslim lainnya bersatu padu membentuk kekuatan adidaya peradaban Islam. Qatar punya potensi luar biasa, begitu juga semua negeri Muslim. 

Semoga dakwah pemerintah dan masyarakat Muslim di Qatar menjadi langkah yang membawa keberanian untuk penguasa negeri Muslim lainnya. Serta bersama-sama menunjukkan Islam secara totalitas ke depannya di bawah Panji Tauhid. Sehingga dapat dirasakan dengan nyata wujud Islam yang rahmatan lil'alamin. Itulah dakwah yang cetar membahana. Allahu a’alam bissawab.


Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam 
Analis Mutiara Umat Institute
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar