Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mimpi Pembentukan Generasi di Tengah Arus Liberalisasi


Topswara.com -- Bagai si lumpuh hendak merantau. Mungkin itulah peribahasa yang tepat untuk kondisi pembentukan generasi cemerlang hari ini. Mustahil bisa terwujud di tengah pusaran arus liberal yang kian deras. Bahkan negara turut andil mengukuhkan eksistensi liberalisme itu dengan segala kebijakannya. 

Yang terbaru, Konser Berdendang Bergoyang yang diselenggarakan di Istora Senayan pada tanggal 28-30 Oktober 2022. Namun, konser hari ketiga dibatalkan sebagai buntut penghentian penghentian konser di malam sebelumnya akibat membludaknya jumlah penonton yang melebihi kapasitas,  yakni mencapai 21.000 orang dari kapasitas 10.000 orang saja. Karena disinyalir suasana mulai tidak kondusif, aparat kepolisian pun menghentikan konser tersebut. (Kompas.com/01-11-2022)

Konser-konser musik demikian memang lazim diselenggarakan di negeri ini. Bahkan selalu menjadi magnet tersendiri bagi para generasi muda. Meski harga tiketnya tidak murah, mereka rela merogoh kocek demi menghadiri perhelatan tersebut. 

Sungguh memprihatinkan! Generasi muda muslim telah kehilangan jati dirinya sebagai agent of change, agen perubahan demi terwujudkan peradaban gemilang. Mereka justru dicekoki dengan kegiatan unfaedah yang jauh dari ketaatan kepada Allah. 

Tak dimungkiri, kegiatan semacam itu lebih banyak memuat pelanggaran terhadap syariat-Nya ketimbang maslahatnya. Bukan rahasia, jika di konser-konser semacam itu identik dengan buka-bukaan aurat, ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), hingga miras, bahkan zina. Sayangnya, justru acara semacam itu didukung oleh negara sebab menjadi komoditas para kapitalis mengeruk materi darinya. 

Ini sungguh bertolak belakang dengan kegiatan yang berbau agama, semacam pengajian. Perizinannya justru seringkali dipersulit, bahkan pemerintah seolah tak berkutik tatkala stigma negatif dialamatkan kepada perkumpulan kajian Islam tersebut oleh sekelompok orang. Justru pemerintah seolah ikut mengaminkan dengan turut berkontribusi membubarkannya atas nama menjaga ketertiban masyarakat. 

Yang terbaru sebagaimana dirilis oleh CnnIndonesia.com (29/10/2022) bahwa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan rekomendasi sebagai hasil Rakernas mereka, yakni agar pemerintah melarang kegiatan HijrahFest atau HijabFest sebagai upaya menangkal paham Wahabi di negeri ini. 

Adapun Wahabi adalah paham yang berasal dari Arab Saudi yang diklaim sebagai paham yang hendak menjadikan pengikutnya berpegang teguh pada purifikasi atau kemurnian ajaran Islam sesuai Al-Qur'an dan As-Sunnah. Namun, hal itu dianggap salah tatkala PBNU menilai kelompok semacam itu kerap membid'ahkan tradisi keagamaan di Indonesia. Bahkan ajaran Wahabi dianggap sebagai cikal-bakal ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. 

Padahal labeling Wahabi terhadap kelompok Islam tertentu wajib ditela'ah ulang, benarkah demikian adanya? Atau hanya dugaan saja yang justru menjurus pada fitnah dan pencitraburukkan terhadap Islam itu sendiri? 

Purifikasi Islam Mewujudkan Keemasan Generasi 

Sebagai muslim tentu kita harus mengimani hadis Rasulullah saw, "Islam itu tinggi dan tidak ada yang menandingi ketinggiannya." (HR.Dharuquthni).

Artinya, hanya Islam yang mampu menaikkan derajat manusia dalam kemuliaan karena tingginya pula Islam di banding agama lainnya. Allah pun menguatkan di dalam firman-Nya, “Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” [Ali ‘Imran/3: 85]

Maka, konsekuensi logis atas pemahaman kita terkait hanya Islam satu-satunya agama yang diridhai di sisi Allah, yakni taat kepada seluruh ajarannya secara utuh dan murni. Tidak mencampuradukan dengan kepentingan dunia sehingga menoleransi apa-apa yang dilarang dan mengharamkan apa-apa yang diwajibkan. Jika begitu berarti mencampurkan antara yang hak dan yang batil. Jadi, wajib bagi setiap muslim menjadikan hukum syarak di atas segalanya, termasuk di atas tradisi masyarakat dan undang-undang. 

Allah SWT berfirman, 
"Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan agama/ ketaatan untuk-Nya” (QS. az-Zumar: 2).

Memurnikan ketaatan kepada Allah berarti berislam secara kaffah alias totalitas, baik dalam level individu, masyarakat, hingga negara. Artinya, bukan sekadar mewujudkan kesalehan pribadi, namun juga berupaya menciptakan masyarakat islami dengan penerapan syariat Islam secara praktis dan komprehensif oleh negara. Karena kesemua itu saling bekelindan, tak bisa dipisahkan dalam rangka terwujudnya generasi muda berkarakter cemerlang. 

Mewujudkan Mimpi

Generasi muda adalah tonggak harapan bagi sebuah bangsa. Di tangan pemudalah kelak wajah sebuah peradaban akan dilukiskan. Maka, mewujudkan generasi cemerlang berkerpibadian adalah sebuah dambaan. 

Adalah mimpi menjadikan harapan itu terwujud tatkala kita masih berkubang dalam pusaran liberalisasi. Sebab secara sistemis justru menciptakan kehancuran generasi, bukan memperbaikinya. Terlihat bagaimana sistem pendidikan hari ini lebih berorientasi menjadikam output pendidikannya sebagai mesin-mesin industri penopang ekonomi, bukan kaum pemikir yang memiliki visi cerah bagi perubahan bangsa. 

Beda halnya dengan sistem pendidikan Islam, kurikulumnya berbasis akidah sehingga output pendidikannya berkepribadian Islam, yakni berpola pikir dan berpola sikap Islam. Mereka tak hanya unggul dalam ilmu-ilmu dunia, tetapi memiliki tsaqafah Islam yang luas, faqiih fiddin, dan berakhlakul karimah. Profil generasi seperti inilah yang akan mampu mewujudkan peradaban gemilang di masa depan. 

Maka, penerapan sistem pendidikan Islam merupakan hal urgent yang tak bisa ditawar lagi demi menyelamatkan generasi dari kerusakan. Namun, penerapan sistem pendidikan ini haruslah terintegrasi dengan penerapan Islam secara kaffah dalam institusi negara, yakni khilafah islamiah. Wallahu'alam bis shawab



Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S. 
Editor, Guru, dan Penulis Buku
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar