Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mewaspadai Moderasi Agama di Dunia Pendidikan


Topswara.com -- Sebuah survey menyatakan bahwa pelajar serta guru di Kabupaten Bandung kurang memiliki rasa toleransi terhadap agama lain. Hal ini karena dalam proses belajar mengajar keagamaan kurang mengajarkan perbedaan agama dan toleransi. 

Hal ini ditegaskan Tb. Ace Hasan Syadzily, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Golkar saat menjadi pembicara pada kegiatan Sosialisasi Penguatan Moderasi Beragama Angkatan III/2022 di Hotel Sutan Raja, Soreang, Kabupaten Bandung. 

Ace mengatakan bahwa masalah kerukunan antar umat beragama saat ini terbagi empat; merasa paling benar, fanatisme berlebihan, polemik dalam pendirian rumah ibadah, serta adanya ujaran kebencian. "Untuk mengatasi hal ini agar tidak semakin berkembang, (maka) moderasi beragama sebagai solusinya,” tegasnya. (opininews.com, 11/11/22).

Moderasi agama terus dijajakan di tengah umat Islam, seolah-olah merupakan keniscayaan bagi umat untuk menerapkannya. Apalagi saat bahaya radikalisme agama terus diopinikan, moderasi agama dianggap penting dan mendesak. 

Moderasi beragama adalah suatu model pemahaman dan praktik menjalankan agama Islam secara moderat, yang ditandai dengan empat indikator, yaitu: Pertama, adanya komitmen kebangsaan. Maksudnya menerima prinsip-prinsip kebangsaan dalam UUD 1945 dan berbagai regulasi di bawahnya. 

Kedua, adanya toleransi yang diwujudkan dengan menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan pendapatnya. 

Ketiga, bersikap anti kekerasan, yakni menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, dalam mengusung perubahan yang diinginkannya. 

Keempat, penerimaan terhadap tradisi. Maksudnya ramah terhadap tradisi dan budaya lokal dalam perilaku keagamaannya, sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran Islam.  

Moderasi agama sesungguhnya adalah bagian dari strategi politik luar negeri dari negeri-negeri Barat, khususnya Amerika Serikat, yang mempunyai dua tujuan utama: Pertama, untuk menghalang-halangi kembalinya umat Islam ke dalam agamanya secara murni, dengan mengamalkan syariah Islam kaffah dalam institusi negara khilafah. 

Kedua, untuk mempertahankan sistem demokrasi-sekular yang ada saat ini di negeri-negeri Islam, dengan cara mempertahankan penguasa yang menjadi proxy mereka, agar Amerika Serikat dan negara-negara penjajah lainnya dapat terus mengeksploitasi dan menghisap kekayaan alam negeri-negeri Islam yang sangat kaya.

Jika tujuan tersebut tercapai, maka umat Islam jelas akan buntung. Namun memang ada pihak yang akan diuntungkan dengan kebijakan moderasi beragama ini, utamanya ada dua pihak: Pertama, Amerika Serikat dan negara-negara imperialis lainnya. 

Kedua, para penguasa negeri-negeri Islam yang menjadi proxy Amerika Serikat dan kroninya. Selain dua pihak tersebut, tentu ada pihak-pihak yang lain yang mendapat untung, karena hegemoni Amerika Serikat ini tidak akan dapat berjalan, kecuali ada instrumen-instrumen pendukungnya, yaitu: pertama, berbagai lembaga keuangan internasional, seperti IMF dan Bank Dunia; kedua, berbagai multi national corporations (MNCs), seperti Freeport McMoran, dan sebagainya. 

Kekuasaan penguasa yang menjadi proxy AS juga tidak akan dapat berjalan, kecuali ada instrumen-instrumen pendukungnya pula, yaitu: pertama, para intelektual (birokrat) didikan Barat yang menjadi penentu kebijakan politik dan ekonomi dan kedua, militer. Jalinan struktur kekuatan hegemonik global dan lokal ini diterangkan dalam beberapa buku yang berkelas, seperti buku Economists with Guns, karya Bradley R. Simpson atau bukunya Prof. Amien Rais berjudul Selamatkan Indonesia! Buku- buku ini akan dapat membuka mata dan hidung kita lebih lebar untuk mencium betapa busuknya, betapa rakusnya, dan betapa kejamnya hegemoni kapitalis-sekuler yang ada saat ini. 

Setelah mengetahui kebahayaan moderasi beragama, maka ada empat  poin yang harus menjadi sikap umat Islam, yaitu: Pertama, kita umat Islam harus memberikan kritik yang tajam dan destruktif terhadap konsep moderasi beragama ini. Kedua, kita harus terus menyadarkan masyarakat, bahwa konsep moderasi beragama bukanlah asli kebijakan pemerintah saat ini, melainkan sekadar meneruskan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. 

Ketiga, kita harus terus menyadarkan masyarakat bahwa kebijakan moderasi beragama mempunyai tujuan tersembunyi yang sangat membahayakan Islam dan umat Islam. Keempat, kita wajib terus berjuang untuk mengembalikan Islam kaffah dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat dengan menegakkan negara khilafah. Wallahu a’lam.


Oleh: Dra. Rivanti Muslimawaty, M.Ag.
Dosen di Bandung
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar