Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mahasiswa Terjebak Pemikiran Pragmatis dan Materialistis


Topswara.com -- Mahasiswa adalah agen perubahan. Mereka adalah harapan bangsa dalam membangun fondasi peradaban manusia kedepan. Namun, apa jadinya bila mereka para agen perubahan ini justru terjebak ke dalam cara berpikir pragmatis dan cenderung materialistis? Tentu ini kondisi yang sangat disayangkan. 

Sebagaimana kabar belum lama ini, dimana sebanyak 116 mahasiswa Universitas Institute Pertanian Bogor (IPB) terjerat kasus Pinjaman Online (pinjol).  Mereka adalah korban penipuan untuk investasi dengan iming-iming keuntungan 10 persen (bbc, 17/11/2022).

Singkat cerita, para mahasiswa tersebut terbuai dengan keuntungan bagi hasil yang akan diperoleh jika mau menanamkan modalnya. Sehingga dengan nekat mereka akhirnya meminjam uang secara online sebagai modal awal untuk berinvestasi. Sayang, semua itu rupanya hanya isapan jempol semata, sang pemberi janji kini hilang bak ditelan bumi. 

Sungguh miris, kini nasib para pelajar itu bak sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudahlah keuntungan 10 persen tak didapat. Mereka justru harus  mengembalikan uang yang dipinjam sebagai modal plus bunga yang menyertai nya. 

Tak ayal, banyak diantara mereka yang mulai galau hingga mengalami tekanan mental. Betapa tidak, total pinjaman ratusan mahasiswa tersebut bila dikalkulasi jumlahnya mencapai angka Rp900 juta. Dan masing-masing mahasiswa ada yang berutang dua hingga belasan juta. Sungguh memilukan! Tetapi, inilah fakta yang terjadi!

Mahasiswa Tamak, Rakus, dan Tidak Mau Bekerja Keras?

Pengamat Keuangan Piter Abdullah mengatakan, fenomena ratusan mahasiswa yang terjerat pinjaman online ini adalah potret dari wajah generasi kita hari ini yang tamak, rakus, dan tidak mau bekerja keras (Republika.co.id, 15/11/2022).

Betapa tidak, menurutnya, para mahasiswa ini harusnya berpikir dahulu sebelum bertindak. Mengapa berani meminjam uang sementara mereka  bergantung dari kiriman orangtua yang jumlahnya juga tak seberapa. 

Piter juga mengingatkan agar mahasiswa bertindaklah sesuai kemampuan jangan memaksakan diri. Jangan besar pasak daripada tiang. Jika memang menginginkan sesuatu maka bekerja dan berusahalah jangan sekali-kali tergiur dengan proses yang instan. 

Ya, generasi kita memang cenderung pragmatis. Dan banyak yang terjebak ke dalam cara pikir berorientasi materi. Semua ini semakin klop kala berpikir kritis dan jernih tidak membersamai mereka.  Alhasil, generasi semakin tak terkendali. Demi memuaskan syahwat materi, mereka tak lagi memikirkan risiko dari tindakan yang mereka pilih. 

Buah dari Penerapan Sistem Sekuler Kapitalisme

Dan inilah buah dari produk sistem pendidikan kita yang berhaluan sekuler kapitalistik. Di mana generasi didik untuk bermental bisnis namun di satu sisi mereka tak siap dengan segala konsekuensi. Mereka cenderung berpikir instan dalam meraih segala sesuatu. Tak mau capek tetapi mengharap hidup enak.

Paham sekuler yang menjadi asas dari semua perbuatan juga semakin menjauhkan generasi dari standar halal dan haram hingga membuat persoalan mereka semakin runyam.

Padahal, jika saja para mahasiswa ini betul-betul mengaktifkan segala potensi yang ada pada dirinya. Dimana Allah SWT sudah menganugrahkan akal dan potensi lainnya, tentu mereka tak akan terjebak dalam lingkaran kasus penipuan berkedok investasi. 

Ditambah lagi, hari ini tak sedikit media yang memblow-up kasus-kasus penipuan berkedok investasi. Harusnya, ini menambah sifat kehati-hatian para mahasiswa yang secara notabenenya up to date dengan isu-isu kekinian. 

Hanya sayangnya, kondisi hari ini telah menuntun generasi untuk jauh dari cara berpikir kritis dan jernih dalam menyikapi setiap peristiwa dalam kehidupannya. Mereka cenderung dibentuk tumbuh dengan membawa syahwat materi yang besar dan bebas.

Alhasil, walaupun jua berasal dari kampus ternama, semua itu bukan jaminan kecerdasan dalam berperilaku. Semua menjadi hampa bila tak ada pemahaman agama di sana. Sebagaimana ungkapan, "Agama tanpa ilmu adalah buta, ilmu tanpa agama adalah lumpuh."

Pentingnya Pemahaman Islam Kaffah

Inilah pentingnya pemahaman Islam kaffah harus ada di dada-dada setiap generasi. Karena dengannya akan menjadi tameng atau perisai bagi mereka dari hal-hal negatif. 

Islam mengajarkan agar setiap manusia  berpikir dahulu sebelum bertindak. Tolak ukur perbuatan pun bersandar pada hukum syara, yakni mengacu pada standar halal dan haram. Bukan pada perasaan semata. 

Karena apa yang dibolehkan dalam agama tentu itu sebuah kebaikan, dan apa yang dilarang jelas itu membawa kemudaratan.

" ... Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS. Al-Hasyr: 7)

Ya, kaum Muslim itu, hanya boleh mengambil sesuatu yang halal, dan meninggalkan sesuatu yang haram. Meminjam uang dengan bunga, tentu ini haram di dalam timbangan syariat. Maka harusnya generasi muslim tidak mendekatinya. 

Inilah sebenarnya letak pentingnya pemahaman agama, agar generasi kita tak salah langkah dan tidak terjebak ke dalam kubangan cara berpikir instan yang pragmatis. Dengan menghalalkan segala cara.

Bila pun misalnya menginginkan sesuatu maka berdoa dan berusahalah sesuai dengan ketentuan agama, bukan dengan memilih langkah yang instan dengan menabrak rambu-rambu syariat. 

Para generasi Muslim juga harus berkaca  dari para intelektual dan generasi Islam sebelumnya. Alih-alih terjebak dalam kasus penipuan, mereka justru menjadi pelita bagi peradaban gemilang dengan melahirkan sejumlah prestasi dan dedikasinya untuk umat dan agama. Semua karena mereka berpegang pada pemahaman akidah yang lurus. Di mana agama selalu menghiasi amal dan perbuatan mereka. 

Semoga peristiwa ini dapat menjadi pelajaran dan meningkatkan sikap kehati-hatian bagi semua generasi agar bijak dalam bertindak dalam kehidupan.
Wallahu'alam bishawab.


Oleh: Aina Syahidah
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar