Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Di Balik Pecahnya Kericuhan di Dogiyai, Ada Apa?


Topswara.com -- Belakangan ini makin sering terjadi konflik sosial di tanah Papua, karena daerah Papua merupakan daerah yang terbuka. Hal itu memberikan peluang bagi para pendatang untuk lebih banyak hadir di Tanah Papua. 

Berarti orang-orang Papua dihadapkan pada fakta semakin banyak warga pendatang yang hadir di wilayahnya. Sementara warga Papua kurang bisa bersaing secara terbuka dengan para pendatang yang lebih bersemangat untuk bertahan di tanah Papua.

Kerusuhan kembali pecah terjadi di Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah pada hari Sabtu (12/11/22) puncak kerusuhan berawal dari tewasnya seorang balita usai dilindas truk, membuat segerombolan warga yang menyaksikan kejadian tersebut langsung membacok sopir dan membakar 1 unit rumah dan 2 unit truk. Masa pun berencana membakar Pasar Ikobe tapi berhasil dihalau oleh aparat (TvOne, 12/11/22).

Peneliti isu Papua, Adriana Elisabeth berpendapat bahwa konflik terbaru ini menggambarkan ada konflik sosial yang belum terselesaikan akar permasalahannya dengan tuntas. Sehingga  masalah apa pun yang terjadi seperti kecelakaan lalu lintas bisa memicu api dalam sekam.

Seperti yang kita lihat, masalah Papua ada dalam masalah yang posisinya sangat dilematis, sekaligus bisa menjadi potensi konflik sosial yang meluas. Jadi, memang konflik di Papua ini tidaklah satu aspek saja, tetapi sudah merambah ke aspek-aspek lain termasuk sosial dan sumber daya alam.

Jauh sebelum kedatangan para penjelajah dari Eropa, penduduk asli Papua hanya mengandalkan sedikit kebutuhan hidup dari alam. Tidak ada istilah kekurangan atau kemiskinan dalam kacamata masyarakat Papua, apa yang dimakan malam nanti bisa dicari pada pagi harinya. Mereka tidak pernah kekurangan, semuanya sudah disediakan di alam. Untuk makan tinggal mengambil sagu, untuk ikan tinggal mencari di laut atau berburu di hutan.

Namun, segalanya berubah ketika pendatang yang datang dari peradaban lain yaitu peradaban Barat, mereka begitu terobsesi untuk mengambil sebanyak-banyaknya kekayaan alam dari tanah Papua, di sini konflik pemanfaatan sumber daya alam mengemuka.

Kekayaan alam di Papua sampai sekarang belum juga habis, sumber daya alam di Papua sudah puluhan tahun dikuasai asing. Seperti, Freeport Indonesia mulai dari emas, tembaga, perak dan mineral lainnya dikelola oleh orang asing, warga Papua hanya menjadi penonton.

Investasi di tanah Papua tidak pernah dirasakan oleh warga asli Papua untuk kebutuhan dasar, seperti sandang, pangan, pendidikan, dan kesehatan. Penguasaan orang-orang asing atas tambang, perkebunan sawit, sampai sekarang ini menimbulkan konflik yang berkepanjangan, karena menutup peran warga sekitar, mereka seperti merasa termarjinalkan, seakan-akan tanahnya dijajah.

Papua dengan kekayaan yang begitu melimpah, seharusnya kesejahteraan bisa dimiliki oleh masyarakat Papua. Namun fakta tak bisa dipungkiri, masyarakat Papua bagai ayam mati di lumbung padi. Mereka hanya bisa gigit jari saat kekayaannya di keruk asing. Mirisnya, para pengambil kebijakan di negeri ini malah berdiri bersama korporasi. Buktinya kontrak karya PT Freeport yang seharusnya selesai pada tahun 2021 malah diperpanjang hingga 2041.

Persoalan lainnya, secara kasat mata kita bisa melihat perbedaan ekonomi, antara orang-orang asli Papua dengan para pendatang, juga di ranah politik banyak non-Papua yang duduk dalam birokrasi di Papua, ini adalah persoalan sosial yang sudah lama, tetapi belum dapat jalan keluarnya.

Jika saja sumber daya alam yang ada di negeri ini dikuasai sepenuhnya oleh bangsa kita, tanpa intervensi asing pasti rakyat tidak ada yang sengsara. Tetapi karena bangsa lain sudah melihat potensi sumber daya alam yang ada di Indonesia, sehingga banyak bangsa asing yang berpura-pura menyodorkan bantuan untuk Indonesia, tetapi niatnya semata-mata hanya ingin menguasai kekayaan alam bangsa ini.

Kebebasan menurut Barat, tatkala Barat berlindung di belakang tameng ide pemisahan agama dari kehidupan.
Di antaranya kebebasan memiliki yang mengacu kepada tolak ukur berlandaskan asas manfaat, yang telah melahirkan raksasa kapitalisme. 

Penjajahan dijadikan sebagai metode baginya untuk menguasai bangsa-bangsa lain dengan merampas kekayaan mereka, memonopoli kekayaan mereka, selain itu di antara bangsa-bangsa kapitalis bersaing dan berebut untuk mendapatkan bagiannya.

Islam telah menetapkan dengan hukum syariatnya untuk menjamin pendistribusian kekayaan alam di tengah manusia, dan mencegah terjadinya kekacauan dalam keseimbangan ekonomi di antara individu. Setiap individu rakyat berhak untuk memanfaatkan kepemilikan umum, seperti barang tambang dan minyak bumi.

Secara empiris terbukti kejadian di masa lampau, Islam sebagai negara adidaya telah memimpin 2/3 bagian dunia telah terbukti menyatukan berbagai suku dan ras. Kegemilangan peradaban Islam menjadikan wilayahnya berkembang merata, mampu memecahkan problematika umat secara paripurna.

Peradaban Islam yang dibangun oleh Rasulullah SAW. adalah peradaban dunia yang bukan hanya meliputi aspek materi saja, juga aspek ruhiyah. Peradaban yang membentuk kepribadian takwa pada masyarakatnya, sehingga segala bentuk yang diambil tentu berdasarkan aturan dari Allah SWT. Peradaban yang melahirkan kesejahteraan di dunia dan keselamatan di akhirat.

Wallahualam bissawab.


Oleh: Titien Khadijah
Muslimah Peduli Umat
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar