Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Rasulullah SAW, Sosok Ideal Panglima Perang


Topswara.com -- Penulis buku berjudul Peperangan Rasulullah, Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi menyatakan bahwa Rasulullah Muhammad SAW merupakan sosok ideal seorang panglima perang.

“Di dalam Sirah Nabawiyah tergambar jelas pula bahwa beliau SAW merupakan sosok ideal seorang suami, ayah, pemimpin, panglima perang, hakim, politikus, pendidik, da’i, teladan kezuhudan, serta seorang qadhi,” tulis ulama ahli Al-Qur’an dan Tarikh dari Libia tersebut dalam mukaddimah buku berjudul Peperangan Rasulullah, penerbit Ummul Qura, cetakan III, September 2018.

Dalam buku yang judul aslinya adalah Ghazawat Ar-Rasul SAW Durus wa I’bar wa Fawa’id (Peperangan Rasul SAW, Pelajaran, Hikmah, dan Faedah), Doktor Ash-Shallabi mencoba menghadirkan  salah satu sisi dari dimensi hidup Rasulullah. 

"Beliau memang diutus ke dunia sebagai Nabi dan Rasul. Tetapi, beliau hadir bukan hanya sebagai seorang pemimpin keagamaan yang mengajak dengan seruan. Beliau juga tampil sebagai seorang ahli politik, pemimpin negara, sekaligus panglima perang. Perjalanan hidup beliau pun tidak lepas dari politik perang. Karena, memang perang adalah salah satu bentuk jihad yang merupakan bagian dari syariat Islam," ulasnya.

“Umat Islam bisa belajar dari peperangan Rasulullah SAW tentang adab yang tinggi, akhlak yang mulia, akidah yang murni, ibadah yang benar, etika yang agung, hati yang suci, kecintaan terhadap jihad serta keinginan mendapatkan kesyahidan di jalan Allah ‘Azza wa Jalla,“ tulisnya.

Dr. Ash-Shallabi juga menukil pernyataan Ali bin Hasan yang pernah berkata, “Kami diajari tentang peperangan Rasulullah SAW sebagaimana kami diajari surat-surat dalam Al-Qur’an.”

Sunah Tadafu’

Ahli Al-Qur'an dan Tarikh tersebut memberikan pengantar pembahasan peperangan Rasulullah dengan membahas Sunah Tadafu’ (pergesekan). Di mana, perseteruan antara al-haq dan al-bathil adalah sebuah keniscayaan. Sunah seperti itu sangat berkaitan erat dengan eksistensi agama Islam. Allah SWT telah mengisyaratkan hal tersebut dalam Kitab-Nya yang agung. Penegasan dalam bentuk dalil atas sunah tadafu’ terdapat dalam firman-Nya QS. Al-Baqarah: 251 dan Al-Hajj: 40.

“Dan kalau Allah tidak melindungi sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Namun, Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan-Nya) atas seluruh alam.” (TQS. Al-Baqarah 251)

“(yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya tanpa alasan yang benar, hanya karena mereka berkata, ’Tuhan kami ialah Allah’. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi, dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Allah pasti akan menolong orang yang menolong agama-Nya. Sungguh, Allah Maha Kuat, Maha Perkasa.” (TQS. Al-Hajj: 40)

“Di antara sunah-sunah yang dijalani Nabi SAW adalah sunah tadafu’ (pergesekan). Hal ini tampak jelas pada fase Madinah, dengan adanya pergerakan sariyah (regu pasukan), delegasi-delegasi, dan perang-perang yang Rasulullah ikut terjun di dalamnya, guna melawan kaum musyrikin,” ulas Dr. Shallabi dalam bukunya.

Syariat Perang

Dr. Ash-Shalabi selanjutnya menjelaskan bahwa penetapan syari’at perang bagi kaum Muslim melalui empat tahapan, yaitu: Tahap pertama: larangan. Hukum tersebut berlaku ketika kaum Muslim masih berada di Mekkah. Kaum Muslim pernah meminta izin kepada Nabi SAW untuk berperang, tetapi beliau justru menjawab, “Sabarlah, karena aku belum diperintahkan untuk berperang.”

Tahap kedua: pemberian izin berperang tanpa ada kewajiban. Firman Allah dalam Surah Al-Hajj ayat 39, artinya: “Diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh, Allah Maha Kuasa menolong mereka itu.”

Tahap ketiga: wajib memerangi siapa pun yang memerangi kaum Muslim. Firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 190, artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas.”

Tahap keempat: kewajiban bagi kaum Muslim untuk memerangi orang-orang kafir secara umum. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah At-Taubah ayat 36, yang artinya: “Dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertaqwa.” 

Lebih jauh Ahli Tarikh tersebut menguraikan bahwa penetapan hukum perang secara bertahap ini sesuai dengan kondisi Daulah Islam yang sedang berkembang. Juga, bersesuaian dengan kondisi pasukan Islam yang sedang dalam proses pembentukan dari sisi perbekalan, persiapan dan pelatihan. Selain itu, ada masa yang harus dilalui di mana di dalamnya terjadi penentangan dari musuh-musuh dakwah Islam dari kalangan Quraisy yang menyakiti dan memaksa kaum Muslim meninggalkan kampung halaman mereka.

“Pada fase ini, menghadapi musuh-musuh dakwah Islam menjadi perkara yang sifatnya pilihan, bukan keharusan. Tahapan ini berjalan sampai daulah islamiyah dan kekuatan Islam menjadi kokoh, sehingga mampu tegak menghadapi kekuatan kafir di jazirah Arab, apabila mereka bersatu untuk memerangi kaum Muslim. Sebagaimana itu akan terjadi kemudian. Dan pada saat itulah turun kewajiban berperang,” ulasnya.

Persiapan Pasukan

Selanjutnya Dr. Shallabi memaparkan, dengan turunnya izin berperang, Rasulullah SAW mulai melatih para shahabatnya seni tempur dan perang. Rasulullah pun terjun langsung bersama para shahabat dalam berbagai latihan, manuver dan pertempuran. 

“Segala jerih payah di medan jihad terhitung sebagai taqarrub yang paling agung dan sebagai ibadah yang paling suci untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Nabi SAW telah merealisasikan firman Allah dalam Surah Al-Anfal ayat 60,” tulisnya.

Ia juga memaparkan dua pendekatan yang dilakukan Rasulullah dalam rangka membentuk pribadi mujahid Muslim , yaitu: Pertama, At-Taujih Al-Ma’nawi (Pembinaan Moral). 

“Rasulullah senantiasa berusaha mengangkat moral para mujahidin. Beliau selalu memberikan kepada mereka harapan secara yakin bahwa mereka akan meraih kemenangan atau surga. Hal tersebut memberikan motivasi kepada pasukan Muslim di medan-medan pertempuran dan mendorong mereka untuk mencurahkan segala kemampuan psikis, fisik, dan keahlian demi memenangkan pertempuran, atau gugur di bawah naungan pedang,” terangnya. 

Selanjutnya Dr. Shallabi menyampaikan di antara sabda Nabi SAW dalam memotivasi shahabatnya untuk berjihad:
“Tidak ada seorang pun yang telah masuk surga lalu ia suka bila kembali ke dunia padahal dia hanya mempunyai sedikit harta di bumi, kecuali orang yang mati syahid. Dia berangan-angan untuk kembali ke dunia kemudian berperang lalu terbunuh hingga sepuluh kali karena ia melihat keistimewaan karamah (mati syahid).” (HR. Al-Bukhari)

Kedua: At-Tadrib Al-‘Amali (Pelatihan Praktis). Nabi Muhammad SAW berusaha mengembangkan seluruh potensi umat Islam yang mampu memberikan andilnya, baik laki-laki, perempuan, anak kecil, pemuda, maupun orang tua. Beliau juga mengajak untuk mengasah segala jenis ketangkasan dalam berperang, seperti menombak, menggunakan pedang, memanah, dan menunggang kuda. 

“Rasulullah selalu memperhatikan perkara i’dad (latihan) sesuai dengan situasi dan kondisi. Beliau juga mengajak kaum Muslim melakukan apa pun yang bisa dilakukan,” ulasnya.

Dr. Shallabi menukil sebuah hadis, di mana Nabi SAW bersabda: “Dan persiapkanlah kekuatan dengan segala kemampuan kalian untuk menghadapi mereka (Surah Al-Anfal ayat 60). Ketahuilah, sesungguhnya kekuatan itu adalah ar-ramyu (memanah). Ketahuilah bahwasanya kekuatan itu adalah ar-ramyu. Ketahuilah bahwasanya kekuatan itu adalah ar-ramyu.” (HR. Muslim)

Tujuan Jihad di Jalan Allah

Dr. Ash-Shallabi juga menerangkan, syariat jihad memiliki beberapa tujuan, antara lain: 
Pertama, menjaga kemurnian akidah.
Kedua, menjaga syiar-syiar Islam dan ibadah.
Ketiga, mencegah kerusakan di muka bumi.
Keempat, sebagai ujian, pendidikan, dan perbaikan.
Kelima, menggentarkan orang-orang kafir, merendahkan,menghinakan, dan melemahkan tipu daya mereka.
Keenam, menyingkap kedok orang-orang munafik.
Ketujuh, menegakkan hukum Allah dan sistem Islam di muka bumi.
Kedelapan, mencegah kelaliman orang-orang kafir.

Faedah, Pelajaran, dan Hikmah

Dr. Ash-Shallabi menukil pendapat Syekh Dr. Muhammad Abu Syuhbah yang menyatakan bahwa jihad disyariatkan pada awal-awal tahun ke-2 Hijriyah. Alasannya, karena pada tahun pertama Hijriyah kaum Muslim masih disibukkan dengan urusan-urusan mereka, baik masalah ukhrawi maupun duniawi. Misalnya, membangun Masjid Nabawi, urusan mata pencaharian dan lapangan pekerjaan. Juga masalah penataan politik,  seperti mengikat persaudaraan di antara mereka dan menjalin perdamaian dengan kaum Yahudi di Madinah. 

"Rasulullah SAW telah memimpin langsung sebanyak 27 perang (ghazwah), dan sudah mengutus kurang lebih 38 pasukan (sariyah dan ba'ts). Beliau mempersiapkan semua itu dalam waktu yang sangat singkat di saat usia umat Islam baru mencapai sepuluh tahun, " tulisnya. 

Dr. Shallabi mengungkapkan tindakan Rasulullah yang sangat berpengaruh dalam diri kaum Muslim di awal berdirinya Daulah Islamiyah di Madinah.
"Nabi memerintahkan sensus terhadap penduduk Madinah pada tahun pertama dari Hijrah, segera setelah dilakukan pemersaudaraan. Diperoleh jumlah para pejuang Islam saat itu mencapai 1500 pria. Setelah dilakukan sensus itu menyebarlah di kalangan kaum Muslim pertanyaan-pertanyaan kagum sekaligus heran, 'Kita selama ini ketakutan, padahal jumlah kita 1500?' Setelah dilakukan sensus penduduk ini, maka segera dimulailah pengiriman pasukan sariyah maupun ghazwah," ungkapnya. 

Dr. Ash-Shallabi juga membahas perang-perang yang pernah dilakukan oleh Rasulullah. Di antaranya, Perang Badar, Perang Uhud, Perang Bani Nadhir, Perang Dzatur Riqa',  Perang Daumatul Jandal, Perang Bani Mushthaliq, Perang Ahzab, Perang Khaibar, Fathu Makkah, Perang Hunain, Perang Tabuk. Juga, diterangkan sariyah-sariyah yang pernah dikirimkan, dan pengiriman ekspedisi yang berkesinambungan. Semua itu banyak memberikan pelajaran untuk kaum Muslim. 

"Sungguh, kehidupan beliau SAW yang penuh berkah ini sangat kaya dengan pelajaran dan nasihat. Dengannya, umat terdidik, juga untuk generasi masa depan, serta sarat dengan pelajaran dan nasihat dalam pendidikan umat dan penegakan daulah yang berhukum dengan syariat Allah," pungkasnya. [] Binti Muzayyanah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar