Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Peran Pesantren dalam Upaya Penegakkan Islam Kaffah


Topswara.com -- Pada hari Sabtu 20/10/22 diadakan peringatan Hari Santri Nasional Kabupaten Bandung bertempat di Lapangan Upakarti Komplek Pemda Kabupaten Bandung. Upacara yang diadakan untuk yang ke-8 kali di Kabupaten Bandung ini dihadiri antara lain oleh para ulama dan santrinya, serta dipimpin langsung oleh Bupati Bandung sekaligus sebagai Inspektur upacara. 

Dalam sambutannya Bupati memberikan 6 pesan, yaitu santri selalu terlibat aktif melawan penjajah; agama adalah mata air untuk menjaga dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan; santri selalu menjunjung tinggi nilai kemanusiaan; menjaga martabat kemanusiaan adalah menjaga Indonesia; mengajak masyarakat Indonesia agar ikut merayakan Hari Santri; mendo’akan para pahlawan, para pejuang, para santri yang telah gugur yang ikut berjuang di medan penjajahan. (itnnujabar.or.id/22.10.22). 

Selain peringatan Hari Santri Nasional, pada hari Sabtu 20/10/22 juga diadakan peringatan Maulid Nabi 1444 H di Pondok Pesantren Al-Burdah 2, Kecamatan Cimaung. Peringatan ini dihadiri sekitar 2.000 santri yang bergabung dalam Himpunan Santri Nusantara (HISNU) dan melakukan konsolidasi untuk mendukung Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024. (sindonews.com, 22/10/22).

Dua fakta di atas setidaknya menunjukkan masih tingginya ‘posisi tawar’ pesantren saat ini. 

Fakta politik seperti di atas dapat dengan mudah ditemukan dalam sistem kapitalisme demokrasi. Di satu sisi sebagian umat Islam berpendapat untuk tidak menunjukkan politik identitas, tetapi di sisi lain mereka meminta dukungan ulama. Ulama dan umat dimanfaatkan sekedar untuk kepentingan mereka. Begitulah demokrasi, apapun bisa dilakukan untuk mencapai tujuan. sehingga perlu sekali penyadaran umat untuk segera membuang demokrasi. 

Berjalannya waktu telah terjadi pergeseran fungsi pesantren, yaitu pesantren dibebani fungsi ekonomi; menjadi corong pemahaman yang tidak sejalan dengan Islam kaffah dan adanya 
Undang-undang Pesantren No 18 Tahun 2019.

UU Pesantren  Nomor 18 Tahun 2019  mengatur adanya instrumen pendanaan untuk memastikan ketersediaan dan ketercukupan anggaran dalam pengembangan pesantren. 

UU Pesantren sudah melahirkan turunan berupa Perpres tentang Dana Abadi Pesantren sebagaimana yang disebutkan pada pasal 49 yang mencantumkan dana abadi dari pemerintah akan diberikan pada pesantren. Hal ini bisa membuat pesantren kehilangan kemandirian dalam menapaki langkah perjuangannya.

Dalam pasal 45 disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat oleh pesantren dilakukan dalam bentuk pertama, pelatihan dan praktik kerja lapangan, kedua, penguatan potensi dan kapasitas ekonomi pesantren dan masyarakat, ketiga, pendirian koperasi, lembaga keuangan, dan usaha mikro, kecil dan menengah, keempat, pendampingan dan pemberian bantuan pemasaran produk masyarakat, kelima, pemberian pinjaman dan bantuan keuangan, keenam, pembimbingan manajemen keuangan, optimalisasi, dan kendali mutu, dan ketujuh, pemanfaatan dan pengembangan teknologi industri. 

Selain itu ada juga peluncuran program Peta Jalan Kemandirian pesantren oleh Menag RI pada 4/5/2021. Program ini ditujukan untuk mengembangkan pondok pesantren sebagai percontohan pergerakan ekonomi di samping fungsi sebagai lembaga pendidikan. 

Pesantren yang sebelumnya fokus melahirkan para ulama yang tafaquh fiddin, sekarang dibebani tanggung jawab untuk memajukan ekonomi umat, bahkan digadang-gadang bisa berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan masyarakat.

Tertulis dalam UU Pesantren pasal 3: Pesantren diselenggarakan dengan tujuan: a. membentuk individu yang unggul di berbagai bidang yang memahami dan mengamalkan nilai ajaran agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, mandiri, tolong-menolong, seimbang, dan moderat; b. membentuk pemahaman agama dan keberagamaan yang moderat dan cinta tanah air serta membentuk perilaku yang mendorong terciptanya kerukunan hidup beragama.

Pada pasal 37 fungsi dakwah pesantren adalah untuk mewujudkan Islam rahmatallil'alamiin. Yang dimaksud dengan Islam rahmatallil'alamiin sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 38 adalah Islam yang mengajarkan pemahaman dan keteladanan pengamalan Islam yang rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai luhur bangsa Indonesia berdasarkan Pancasilan dan UUD 1945 serta menyiapkan pendakwah yang menjunjung tinggi nilai- nilai luhur bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Selain itu, pada pasal 40 (bagian f) juga disebutkan bahwa fungsi dakwah pesantren adalah untuk menjadikan umat Islam Indonesia sebagai rujukan dunia dalam praktik berislam secara moderat.

Kontra radikalisme pun kian digencarkan di tengah pesantren. Di antaranya adalah program yang diinisiasi oleh BNPT yang menyelenggarakan pelatihan puluhan santri pesantren untuk melawan narasi radikal di dunia maya. Tidak tanggung-tanggung upaya ini dinamai jihad kebangsaan di dunia siber, https://www.antaranews.com/berita/2947081/bnpt-latih-santri-puluhan-pesantren-lawan-narasi-radikal-di-dunia-maya.

Kondisi pesantren akan berbeda ketika berada dalam sistem Islam atau khilafah. Pendidikan negara khilafah merupakan kumpulan hukum syariah dan berbagai aturan administratif yang terkait dengan pendidikan formal. Tujuan umum dari sistem pendidikan ini adalah: pertama, membangun kepribadian Islam warga negara; kedua, memastikan ketersediaan ulama/mujtahid dan para ahli dalam berbagai disiplin pengetahuan yang menempatkan negara khilafah sebagai pemimpin dunia.

Untuk mewujudkan tujuan ini disusun kurikulum pendidikan formal yang berlandaskan akidah Islam. Kurikulum yang berlaku hanya satu, yaitu kurikulum yang ditetapkan oleh negara. Sekalipun negara khilafah menyelenggarakan pendidikan untuk seluruh warga negaranya, namun keberadaan sekolah dan perguruan tinggi swasta tidak dilarang selama mengikuti kebijakan negara.  Lembaga pendidikan semisal pesantren pun akan dibiarkan berkembang dan tumbuh subur.

Lembaga pendidikan banyak tersebar di wilayah Khilafah, yaitu Nizhamiyah (1067 -1401 M) di Baghdad, Al-Azhar (975 M-sekarang) di Mesir, al-Qarawiyyin (859 M-sekarang) di Fez, Maroko dan Sankore (989 M-sekarang) di Timbuktu, Mali, Afrika. Masing-masing lembaga ini memiliki sistem dan kurikulum pendidikan yang sangat maju ketika itu. Beberapa lembaga berhasil melahirkan tokoh-tokoh pemikir dan ilmuwan Muslim yang sangat disegani, misalnya al-Ghazali, Ibnu Ruysd, Ibnu Sina, Ibn Khaldun, Al-Farabi, al-Khawarizmi, al-Firdausi, dan banyak lagi.

Para orang tua harus memilihkan pesantren yang masih memegang idealisme untuk pendidikan anaknya.  Mereka juga harus bekerja ekstra dalam mendidik anak-anak mereka untuk membersihkan pengaruh ide dan pemikiran yang bertentangan dengan Islam.

Para ulama pesantren juga berjuang untuk menjaga idealismenya meskipun harus berhadap-hadapan dengan kebijakan rezim represif. Tanggung jawabnya sebagai tiang agama untuk menjaga cahaya agama Allah tetap bersinar menerangi umat membutuhkan regenerasi yaitu  para ulama dari generasi muda yang akan melanjutkan estafet perjuangan.  

Semuanya harus disertai perjuangan dari seluruh masyarakat secara umum berjuang melawan kebijakan zalim yang merusak  peran pesantren termasuk UU pesantren, kebijakan dana abadi pesantren, dan sebagainya. Sekaligus menuntut penerapan Islam kaffah dalam naungan khilafah islamiyah sebagai pelindung umat dari sekulerisme kapitalisme.


Oleh: Dra. Rivanti Muslimawaty, M. Ag.
Dosen di Bandung
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar