Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Timbul Tenggelam Penista Agama, Apa Sebabnya?


Topswara.com -- Eko Kuntadhi menuai kecaman dari berbagai pihak usai mengunggah video Ustazah Imaz Fatimatuz Zahra atau Ning Imaz, putri Pengasuh Pondok Pesantren Putri Al Ihsan Lirboyo, KH Abdul Khaliq Ridwan dan Nyai Hj Eeng Sukaenah. 

Ia diketahui mencuit serta mengunggah video Ning Imaz yang bicara soal tafsir Surat Ali Imran ayat 14. Dalam video tersebut dituliskan kalimat T*l*l tingkat kadal. Hidup kok cuma mimpi s*******ngan. (detiknews.com 18/09/2022)

Namun, unggahan tersebut langsung dihapus setelah mengetahui bahwa mubalighah tersebut berasal dari kalangan NU. Tidak hanya itu, ia juga mendatangi Ponpes Lirboyo, Kediri, Jawa Timur untuk meminta maaf kepada Ning Imaz secara langsung dan pada akhirnya kasus penghinaan terebut berakhir damai. Meski demikian, menurut ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan, menilai bahwa perbuatan Eko Kuntadhi berpotensi melanggar sejumlah pasal.

Pertama, perbuatannya terindikasi dan berpotensi melecehkan tafsir ayat Al-Qur’an sehingga sama saja Eko telah melecehkan Al-Qur’an dan dapat dinilai memenuhi unsur pasal penodaan agama dalam pasal 156a KUHP. Karena, apa yang disampaikan Ning Imaz dalam video terebut sejalan dengan pandangan para mufasir, salah satunya, Imam Ibnu Katsir.

Kedua, tindakan Eko Kuntadhi tergolong menghina dan merendahkan kredibilitas Ning Imaz yang memiliki otoritas untuk menjelaskan tafsir Al-Qur’an berdasarkan keilmuwan yang dimiliki. Sebagaimana ketentuan pasal 310 KUHP terkait menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan suatu hal. Padahal Ning Imaz memiliki sanad keilmuwan yang kredibel.

Selain itu, Eko dapat dijerat pasal pencemaran dengan UU ITE karena menyampaikan pencemaran itu melalui media Twitter, sehingga perbutannya dapat dinilai memenuhi unsur delik pasal 27 ayat (30) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Bahkan, tindakan Eko juga terindikasi atau diduga meyebar kebencian dan permusuhan berdasarkan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA). Sebab, telah memenuhi unsur delik pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Meski Eko berpotensi melanggar sejumlah pasal dan tercatat beberapa kali melakukan pelecehan terhadap Islam. Namun, ia seolah kebal hukum sebab tidak pernah diperkarakan. Begitu juga dengan dengan teman-temannya seperti Ade Armando, Denny Siregar, dan Abu Janda. 

Belum lagi jika kita melihat kasus pelecehan agama lainnya, seperti kasus Sukmawati yang bebas dari jerat hukum hanya dengan menangis dan minta maaf. Begitu juga dengan kasus Ahok yang telah menistakan Qs. Al Maidah 51, meski dia sempat masuk penjara, tapi kini Ahok justru mendapat jabatan sebagai komisaris Pertamina.

Hukum yang tidak tegas dan tebang pilih inilah yang menyebabkan penistaan agama semakin subur di dalam sistem kapitalis. Karena dalam sistem kapitalis sekuler hari ini, agama seakan asing bagi pemeluknya. Bahkan ada juga yang beranggapan bahwa agama (Islam) bukanlah hal yang sakral, mulia dan suci. Selain itu juga adanya aroma islamofobia yang sangat kental terasa pada setiap kasus penistaan agama, terutama agama Islam.

Ketidakadilan pun kerap dipertontonkan di depan publik, ketika pelaku penistaan agama adalah buzzer, pendukung pemerintah terkesan membiarkan. Akan tetapi, ketika terduga pelaku adalah pihak yang bersebrangan maka dengan sigap akan diburu, ditangkap dan ditahan. 

Mencari keadilan pada sistem kapitalis sekuler sama seperti mencari jarum pada tumpukan jerami. Sila ke-5 pada teks pancasila yakni, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia” terkesan hanya sebagai jargon yang sekedar dihafal diluar kepala tanpa pernah ada realisasinya. Inilah wajah nyata hukum dalam sistem kapitalis sekuler yang tebang pilih mengikuti kepentingan kekuasaan. 

Hal ini tentu berbeda ketika negara menggunakan sistem Islam. Di dalam Islam, penista agama akan dijatuhi hukuman mati, sebagaimana yang dilakukan oleh Khalifah Umar Bin Khattab yang memberikan hukuman mati pada penghina Rasulullah SAW. Hal senada juga ditunjukkan oleh Sultan Abdul Hamid II, yang memberikan ancaman akan mengerahkan ribuan pasukannya untuk menyerang Perancis jika pertunjukan teater yang menghina Rasulullah SAW tidak dibatalkan.

Tidak hanya itu, pelecehan terhadap muslimah sebagaimana yang dilakukan oleh Eko Kuntadhi akan mendapat hukuman yang berat. Islam telah menorehkan sejarah emas terkait pembelaannya terhadap muslimah.

Dahulu pada masa Khalifah Al Mu’tashim Billah, ada seorang budak muslimah yang sedang berbelanja di pasar kemudian ia diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi. Kainnya dikaitkan ke paku, sehingga ketika berdiri terlihatlah sebagaian auratnya. Wanita itu lalu berteriak dan memanggil nama Khalifah Al Mu’tashim Billah, “Dimana kau, Mu’tashim? Tolonglah aku!”. 

Setelah mendapat laporan tentang kejadian tersebut, sang Khalifah pun segera mengirim pasukan untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki).  Seseorang meriwayatkan bahwa panjang pasukan tersebut tidak putus dari gerbang istana Khalifah yang berada di kota Baghdad hingga kota Ammuriah (Turki).

Begitulah ketegasan seorang pemimpin dan penguasa dalam sistem Islam tatkala agamanya dihina dan dinista. Maka, ketika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh, penistaan agama tidak akan tumbuh subur sebab adanya hukum yang tegas dan memberikan efek jera serta kepemimpinan yang mampu melindungi rakyatnya dengan adil.


Oleh: Annis Zakiyatul M
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar