Topswara.com -- Peristiwa bai’at aqabah kedua yang terjadi antara Rasulullah SAW bersama kaum Muslim menurut Pengasuh Pondok Pesantren Al Abqary, K.H. Yasin Muthohar adalah muqaddimah menuju fase terpenting, yaitu tegaknya daulah islamiyah di Madinah.
"Pembahasan bai'at aqabah kedua sangatlah penting. Karena bai'at ini adalah muqaddimah menuju fase terpenting dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW yaitu berdirinya daulah islamiyah di Madinah,” jelas Kyai Yasin Muthohar dalam kajian live streaming bertajuk Bai'at Aqabah Kedua Bag. 2- Bedah Kitab ad Daulah al-Islamiyah Eps. 15 di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Selasa (20/09/2022).
Ia mengatakan, sesungguhnya capaian yang diinginkan oleh Rasulullah SAW dalam bai'at aqabah kedua tidak hanya membicarakan sabar dalam menghadapi gangguan dan penderitaan dakwah. Tetapi juga menuju tercapainya sesuatu yang akan menjadi kekuatan kaum Muslim. Kemudian dengan kekuatan itu bisa dijadikan sebagai pembela diri.
Bahkan Nabi SAW menginginkan tujuan yang jauh lebih besar lagi. Adanya bai'at untuk mewujudkan benih (batu loncatan) dan dukungan terhadap tegaknya daulah islamiyah yang akan menerapkan Islam ditengah-tengah kaum Muslim.
Kemudian akan mengemban risalah Islam yang bersifat mendunia untuk disampaikan kepada seluruh manusia. Dan bersama dengan kekuatan juga mampu menghilangkan atau melenyapkan semua halangan materi atau fisik dari jalan penyebaran dan penerapan Islam.
“Rasulullah SAW ingin mendapatkan capaian yang lebih hebat lagi. Kalau masalah sabar sudah sebelumnya. Sabar menjalankan perintah Allah. Tidak berzina. Tetapi Rasul SAW tidak hanya sebatas itu. Ingin baiat ini (kedua) ditingkatkan eskalasinya, kualitasnya pada yang lebih tinggi/hebat lagi, yaitu bai'at siap mati demi Islam. Rasul ingin bai'at ini (kedua) akan menjadi kekuatan yang membela diri mereka dan lebih besar lagi dengan mewujudkan daulah,” tuturnya.
Peristiwa bai’at aqabah kedua terjadi saat musim haji di bukit Aqabah, Mekkah. Rasulullah SAW menunggu kedatangan kaum Muslim dari Madinah ke Mekkah. Lalu mengadakan kontak antara Rasulullah SAW dengan kaum Muslim dari Madinah yang berjumlah 75 orang. Sebanyak 73 orang dintaranya adalah kaum laki-laki, dan dua orang lainnya adalah kaum wanita.
Rasulullah SAW menunggu kedatangan mereka untuk memastikan kabar tentang Madinah dari Mus’ab bin Umair juga memastikan kesiapan mereka menerima janji setia (bai'at aqabah kedua).
“Kemudian Rasulullah menunggu kedatangan kaum Muslim dari Madinah itu pada tahun 12 kenabian. (622 M). Di antara mereka ada 75 orang. Terdiri dari 73 laki-laki dan 2 orang wanita. Dua wanita itu adalah Nusaibah bin Ka’ab (Ummu Imaroh), dan Asma’ bin Adi salah satu dari Bani Salamah. Atau dikenal dengan Ummu Mani’. Kemudian setelah datang, mereka melakukan kontak dengan Nabi SAW dan mengadakan pembicaraan. Selanjutnya Rasul SAW yang mengontak mereka secara sembunyi-sembunyi dan mengatakan pada mereka kemungkinan akan dilakukannya janji setia,” tambahnya.
Kedatangan kaum Muslim dari Madinah bukan semata-mata hanya ingin mengetahui jumlah dan melihat orangnya. Tetapi Rasulullah SAW lebih jauh lagi untuk memastikan mereka sanggup melindungi Islam, menjadi pembela Islam, dan berkorban dengan segala yang mereka miliki fii sabilil Islam. Seperti mereka membela keluarga, anak keturunan, harta, jabatan bahkan nyawa. Sebagai konsekuensi dari janji setia yang akan diucapkan.
Ulama aswaja itu menyatakan bahwa janji setia itu sangatlah penting. Sebab akan menjadi pondasi (al-hajaral asasi). Dengan kata lain menjadi batu pondasi untuk mendirikan Daulah Islam di Madinah.
“Janji setia ini sangat penting karena akan jadi pondasi. Disebut dalam kitab ini al-hajaral asasi. Batu pondasi untuk mendirikan daulah Islam di Madinah. Jadi jelas ini merupakan pembuka jalan untuk berdirinya daulah. Itu yang diinginkan oleh Nabi SAW. Kemudian menyampaikannya kepada mereka dan mengetahui bagusnya sambutan serta kesiapan mereka,” terangnya lagi.
Oleh karena itu, dalam persoalan bai'at aqabah kedua kata K.H. Yasin Muthohar, secara umum dapat digambarkan dan dijelaskan ada tiga hal pokok yang harus diketahui. Pertama tentang latar belakang bai'at aqabah, kedua adalah proses berlangsungnya (menuju bai'at dan teks bai'at), dan selanjutnya adalah pasca bai'at yaitu hijrah.
Pasca bai'at aqabah kedua, maka terjadilah peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW. Jika bai'at aqabah kedua ia katakan sebagai hajarul asasi untuk tegaknya Islam di Madinah, maka peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW merupakan tahapan untuk memasukkan dakwah pada fase selanjutnya. Dan bukan sebab terdesak atau tidak sabar.
“Jadi, dalam kitab ini (ad-Dawlah al-Islamiyah) jelas disampaikan oleh Syaikh Taqiyuddin bahwa Rasulullah SAW hijrah itu bukan karena terdesak. Bukan karena tidak sabar. Tetapi ini nanti diakhir akan ditekankan kembali oleh beliau (Syaikh Taqi) ingin melihat, mencari satu tempat yang siap untuk menerapkan Islam. Untuk memasukkan dakwah pada fase selanjutnya,” terangnya.
Rasulullah berkesimpulan harus hijrah dari Makkah karena sudah tidak kondusif lagi. Harus ada daerah yang siap melindungi dakwah. Rasul juga ingin mengetahui sejauh mana kesiapan mereka dengan bai'at perang, yang akan menjadi pondasi tegaknya daulah Islam.
Meskipun dalam kitab Ad Daulah Islamiyah tidak ada pembahasan khusus hijrah, tetapi masuk dalam pembahasan bai'at aqabah kedua. Bai'at aqabah kedua inilah sebut K.H. Yasin Muthohar sebagai muqaddimah dari hijrah. Juga pembahasannya sampai kepada analisis kenapa Rasulullah SAW itu hijrah. Itulah betapa pentingnya menyampaikan alasan kenapa Rasulullah SAW hijrah. Justru di sinilah salah satu rahasia yang jarang diungkap oleh para pembahas sirah yang lain.
“Hijrah hanya sebatas pindah saja. Atau untuk menghindari bahaya dan sebatas menyelamatkan agama. Tetapi tidak dijelaskan rinci dan jarang disampaikan oleh sebagian ulama-ulama lain. Padahal di balik hijrah itu ada peristiwa besar, yaitu berdirinya daulah. Hijrah itu adalah untuk menegakkan daulah. Nah ini yang tidak dibahas. Sehingga akhirnya Sirah Nabawiyah itu kehilangan spirit politik (aspek politik). Allahu a’lam bishshawab,” pungkasnya. [] M. Siregar
0 Komentar