Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

BLT Bukan Solusi Kenaikan BBM


Topswara.com -- Pemerintah akhirnya menaikan BBM bersubsidi pada tanggal 3 September 2022. Kenaikan BBM seminggu sudah berlalu, tetapi gelombang aksi penolakan masih bertabu. 

Walau pemerintah memberikan angin segar dengan memberikan BLT sebagai pengalihan subsidi, hal ini nampaknya tidak membuat rakyat senang hati.
Kenapa? Tentu saja. Selain karena jumlah BLT yang diberikan tidak sebanding nilainya dengan dana kenaikan BBM, BLT pun hanya diberikan kepada rakyat miskin saja. Padahal dampak kenaikan BBM menyasar semua elemen masyarakat.

Dilansir dari Bisnis.Tempo.co (31/08/2022) Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nurhidayat memberikan anggapan bahwa kebijakan pemerintah yang menggelontorkan dana sosial sebesar 24,17 triliun tak akan sebanding dengan dampak kenaikan harga BBM bersubsidi. Selain dana bantalan sosial berupa BLT Nilainya yang sangat kecil sekali, target yang jadi sasaran pun hanya orang miskin saja. 

Pengalihan Subsidi Tidak Menjadi Solusi

Selama ini pemerintah beralasan subsidi BBM yang diberikan belum tepat sasaran. Subsidi BBM banyak dinikmati oleh orang yang mampu memiliki kendaraan mobil pribadi. Sehingga ini dijadikan dalih untuk menaikan harga BBM. Bahkan pemerintah berargumentasi bahwa subsidi yang diberikan sudah sangat besar 3x lipat bertambah menjadi Rp502, 5 triliun. 

Padahal subsidi Rp502 triliun itu adalah untuk sumber energi lain bukan BBM saja. Negara juga berdalih bahwa subsidi ini menjadi beban APBN. Jika negara mau jujur, bukan subsidi yang menjadi beban, karena subsidi adalah hak rakyat yang wajib ditunaikan oleh pemerintah. Tetapi beban APBN sesungguhnya adalah utang negara yang menjadi beban APBN.  Dilansir dari cnbcindonesia.com (15/08/2022) menurut catatan Menteri Keuangan, utang pemerintah sampai Juli 2022 mencapai Rp7.163,12 triliun. 

Subsidi sebenarnya adalah hak rakyat. Baik kaya ataupun miskin tetap layak menikmati subsidi. Sehingga pendapat yang mengatakan bahwa subsidi salah sasaran tidak mengerti esensi subsidi itu sendiri. Bisa jadi pemerintah mengerti tapi tidak mau memahami karena ingin menghapus subsidi. 

Pengalihan subsidi oleh pemerintah hanya menjadi pelipur lara sementara bagi rakyat. Kenapa?

Pertama, subsidi BBM yang disampaikan oleh jokowi sebesar 502 triliun tidak sebanding dengan pengalihan subsidi menjadi BLT yang dianggarkan sebesar 24,17 triliun. 

Kedua, rakyat yang mendapat bantalan sosial berupa BLT sangat minim sekali hanya Rp600.000. Pencairannya akan dilakukan 4 kali. Kalaupun dibayar sekaligus, uang segitu tidak akan mampu mencukupi biaya kebutuhan hidup sebulan. Sedangkan imbas kenaikan BBM tidak hanya sebulan. Harga kebutuhan pokok dan yang lainnya termasuk transportasi  meroket tinggi.

Ketiga, pencairan BLT pun hanya menyasar kepada rakyat miskin saja. Rakyat menengah tidak diberikan bantuan. Padahal sama sama merasakan kesulitan hidup saat BBM naik. Banyak industri terancam gulung tikar. Menyebabkan pengangguran dimana mana. Sehingga rakyat miskin bertambah banyak

Keempat, rakyat miskin dikategorikan mereka yang memilki gaji 500.000/bulan kebawah. Padahal biaya kebutuhan hidup sebulan tidak cukup Rp500.000. 

Kapitalisme yang diterapkan 
oleh Indonesia, telah memposisikan negara sebagai penjual dan rakyat sebagai pembeli. Bahkan kapitalisme menjadikan pengusaha berkuasa menaikan harga untuk meraih keuntungan harta. 

Negara tidak memiliki kekuasaan untuk melakukan intervensi pada sistem ekonomi kapitalisme. Dari sini kita bisa memahami. Bahwa saat negara menaikan harga BBM, tujuannya adalah untuk memihak kepada pengusaha, bukan memihak kepada rakyat. 

Seharusnya negara menguasai sumber energi, mengelola energi dan menjadikan energi BBM dan Listrik sebagai milik rakyat yang harus diberikan secara percuma. Rakyat tidak perlu diberi subsidi. Karena sejatinya BBM adalah milik rakyat bukan milik penguasa/pengusaha. 

Sehingga dalam sistem ekonomi kapitalisme subsidi hanya dijadikan akal akalan penguasa seolah pemerintah membantu rakyatnya. Subsidi yang diberikan oleh negara menjadi penghalang bagi pengusaha dalam melancarkan usahanya. Apalagi dengan naiknya harga BBM akan menjadikan SPBU Asing memiliki pasar di Indonesia. Karena harga BBM bisa bersaing. Apalagi SPBU Asing pelayanannya begitu menyenangkan pelanggan secara maksimal. Konsumen pertamina terancam pindah pasar. 

Sekuat tenaga kapitalisme akan menggeser negara agar peran dan kewajiban negara melayani rakyat tidak terlaksana. Rakyat diberi pujian untuk bisa mandiri dan berusaha sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Mulai dari pendidikan, kesehatan dan ekonomi pasar. Selama negeri ini menerapkan kapitalisme, maka negara akan kehilangan fungsinya dan rakyat semakin sengsara. 

Berbeda dengan sistem politik Islam. Sistem politik Islam memiliki konsep yang berbeda dengan kapitalisme. Islam berperan menjadi pelayan rakyat dan berkewajiban mecukupi kebutuhan rakyat. Menyediakan bahan pangan yang murah dan terjangkau. Mengelola sumber daya alam untuk kepentingan rakyat.

Sistem politik Islam akan senantiasa memberikan bantuan kepada rakyatnya. Memposisikan rakyat sebagai gembalaan yang akan diminta pertanggungjawaban di akhirat. Bahkan Islam memiliki konsep dari nabi tuntunan sang ilahi. 

Islam menggratiskan pendidikan disemua jenjang, menggratiskan pengobatan melayani kesehatan rakyatnya. Termasuk menggratiskan sumber daya alam untuk rakyatnya. Kalaupun sumber daya alam dijual belikan pada rakyat, harganya akan terjangkau oleh rakyat. Karena sumber daya alam adalah milik rakyat.

Jika demikian adanya. Sudah selayaknya kita berpindah dari sistem ekonomi kapitalisme menuju sistem Islam yang cemerlang. Sehingga tidak akan ada lagi pengerukan harta umat oleh penguasa yang berkolaborasi dengan pengusaha yang membuat rakyat menderita.


Oleh: Teti Rostika
Founder Rumah Quran Smart Ibadurrahman
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar