Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Guruku Sayang, Guruku Malang


Topswara.com -- Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengajukan naskah terbaru Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) kepada DPR.

Namun, draf terbaru RUU Sisdiknas tersebut menjadi polemik karena banyak menuai kritik dari berbagai kalangan. Bahkan, sejumlah fraksi di DPR mengaku menolak RUU Sisdiknas masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) perubahan tahun 2022 karena terdapat sejumlah pasal yang dinilai kontroversi. Salah satunya mengenai tunjangan guru atau tunjangan profesi guru (https://www.beritasatu.com).

Dalam pasal 105 huruf a hingga huruf h yang memuat hak guru atau pendidik. Tidak satu pun ditemukan klausul hak guru mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG). Pasal ini hanya memuat klausul hak penghasilan/pengupahan, jaminan sosial dan penghargaan yang disesuaikan dengan prestasi kerja.

Menanggapi hilangnya aturan mengenai tunjangan profesi guru (TPG) dalam RUU Sisdiknas, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyebut hal tersebut sebagai mimpi buruk bagi guru. 

Pendidikan Kebutuhan Dasar

Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi rakyat. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :

إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِيَ اللهُ بِهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللهُ النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا وَسَقَوْا وَرَعَوْا وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً وَلاَ تُنْبِتُ كَلَأَ فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللهِ وَنَفَعَهُ بِماَ بَعَثَنِيَ اللهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللهِ الَّذِي 
أُرْسِلْتُ بِهِ

Permisalan ilmu dan hidayah yang Allah sampaikan kepada diriku, seperti air hujan yang menimpa tanah. Tanah itu ada yang bisa menyerap air dan menumbuhkan pepohonan. Adapula tanah liat yang bisa menahan air sehingga bisa bermanfaat. Manusia bisa meminumnya, mengairi kebun dan memberi minum hewan ternak. Air hujan juga menimpa tanah keras yang tidak bisa menahan air dan menumbuhkan pohon. Ini perumpamaan orang faqih agama, yang orang lain bisa mengambil manfaat dari ilmu yang dia ajarkan. Ini juga perumpamaan orang yang menolak hidayah dan ilmu (HR Bukhari Muslim).

Dalam hadis ini dituturkan bahwa penerimaan dan penolakan hidayah dan ilmu diibaratkan dengan tanah dan air hujan. Air hujan termasuk kebutuhan primer, kalau tidak terpenuhi bisa mengakibatkan binasa. Ilmu dan hidayah identik dengan air hujan, yaitu kebutuhan primer. Bila tidak ada air hujan maka terjadi mudharat, demikian pula bila tidak ada ilmu maka terjadi mudharat.

Maka sudah seharusnya negara menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan, baik sarana prasarana, penggajian guru dan karyawan, laboratorium, asrama, perpustakaan dan lain-lain.

Islam Menjamin Pendidikan

Jaminan atas pemenuhan kebutuhan dasar (hajah asasiyyah) bagi seluruh rakyat seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan, berada di tangan negara. Rasulullah SAW bersabda :

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam itu pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya (HR Bukhari).

Atas dasar itu, kepala negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan primer rakyatnya, termasuk pendidikan dengan cara menggratiskan pendidikan.

Pemberian gaji kepada tenaga-tenaga pengajar yang bekerja di instansi pendidikan diambil dari Baitul Mal. Khalifah Umar bin Khattab menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil (TK) di Madinah, sebanyak 15 dinar setara dengan Rp 60.000.000 setiap bulan.  

Jika harta di Baitul Mal habis atau tidak cukup untuk menutupi pembiayaan pendidikan, maka negara khilafah meminta sumbangan sukarela dari kaum Muslim. Jika sumbangan kaum Muslim juga tidak mencukupi, maka kewajiban pembiayaan untuk pos-pendidikan beralih kepada seluruh kaum Muslim. 

Sebab, Allah SWT telah mewajibkan kaum Muslim untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran wajib seperti  pendidikan, kesehatan, dan keamanan ketika Baitul Mal tidak sanggup mencukupinya. Selain itu, jika pos-pos tersebut tidak dibiayai, kaum Muslim akan ditimpa mudharat. Namun hal ini sangat jarang terjadi karena para aghniya (orang-orang kaya) berlomba-lomba mewakafkan hartanya untuk pendidikan.

Inilah yang membedakan sistem pendidikan Islam dengan sistem pendidikan negara sekuler. Dimana pembiayaan pendidikan di negara sekuler di dapat dari pajak dan utang. Pajak menjadi sumber pendapatan negara yang dipungut dari seluruh rakyat tanpa terkecuali sehingga rakyat sangat terbebani. Sementara utang mengandung riba yang menjerat bangsa ini untuk bunuh diri politik.


Oleh: Yuliati Sugiono
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar