Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Perlindungan bagi Pahlawan Devisa, Butuh Solusi Hakiki



Topswara.com --Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau human trafficking sempat disandera di Kamboja. Hingga hari ini Pemerintah melalu Menteri Luar Negeri telah melakukan upaya diplomasi dengan Pemerintah Kamboja untuk pembebasan terhadap WNI tersebut. 

Tak bisa dipungkiri bahwa dorongan WNI untuk bekerja di luar negeri masih sangat tinggi. Mengingat sulitnya mencari lapangan pekerjaan di dalam negeri, dan dengan diiming-imingi gaji besar di luar negeri alhasil banyak yang tergiur untuk mengambil tawaran tersebut. 

Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau pekerja migran Indonesia mencapai 3,7 juta pekerja. Para pekerja migram yang tercatat resmi dan sesuai prosedur itu tersebar di 150 negara. Sedangkan berdasarkan data World Bank, jumlah TKI di luar negeri sebanyak sembilan juta. Data yang dihimpun World Bank ini dinilai akurat sebab telah melalui penelitian ilmiah. (dpr.go.id, 31/05/2022)

Meskipun berisiko tinggi, rekrutmen ilegal, perdagangan manusia (human trafficking), waktu kerja yang panjang, upah rendah, pemerasan, pelecehan seksual, hingga penganiayaan fisik dan psikis. Ada pula yang tidak mendapatkan gaji, terjerat utang, hilang keberadaannya, bahkan meninggal dunia, namun tidak membuat masyarakat takut untuk mencoba.

Derita Pahlawan Devisa

Kasus-kasus seperti ini bukan hanya sekali terjadi di Indonesia. Bukan hanya kasus perdagangan orang, namun juga kasus-kasus kekerasaan yang dialami TKI di luar negeri sudah sangat sering terjadi. Mereka yang disebut pahlawan devisa namun negara tidak memberikan perlindungan yang layak terhadap mereka. Tidak cukup dengan melakukan pembebasan kemudian kasus serupa akan kembali terjadi.

Sejatinya solusi tuntas dalam menangani permasalahan para pekerja ini adalah dengan memberikan lapangan pekerjaan, pendidikan dan keterampilan yang layak. Mayoritas PMI tergolong dalam pekerja dengan keahlian rendah, seperti pekerja rumah tangga. Walhasil, aturan dinilai salah sasaran dan tidak menyentuh kebanyakan pencari kerja. Rendahnya keahlian ini pun akibat mayoritas pekerja yang berpendidikan rendah, yakni didominasi pekerja lulusan SMP dan SD.

Sulitnya mencari pekerjaan di dalam negeri membuat rakyar harus, mengais rejeki di negeri orang. Ironisnya mereka bekerja di luar negeri sebagai pekerja dengan keahlian rendah seperti pekerjaan rumah tangga. Mereka pun acap kali mendapatkan perlakuan tidak layak dari majikannya. Untuk pekerjaan dengan keahlian khusus seperti perawat sangatlah terbatas.

Ironisnya, di negeri ini membuka keran TKA sangat besar. Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) mencatat, ada lebih dari 100.000 pekerja asing di Indonesia selama 2019-2021. Mereka dipekerjakan pada berbagai jabatan. Namun, paling banyak pada level profesional."Berdasarkan level jabatan, pada 2019, untuk advisor atau konsultan sebanyak 27.241. Direksi sebanyak 11.508, kemudian komisaris sebanyak 991, dan manajer sebanyak 23.082," kata Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kemenaker Suhartono dalam rapat bersama panitia kerja (Panja) Komisi IX DPR bersama pemerintah. (Kompas.com, 8/02/2022)

Kondisi ini sungguh sangat Ironis. Rakyat Indonesia yang keahliannya rendah membuat rakyat tersingkir dan terpaksa menjadi PMI, sedangkan TKA berduyun-duyun memenuhi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Padahal, menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya adalah kewajiban negara. Rakyatlah yang justru berhak mendapatkan prioritas pelayanan dari negara.

Islam Menjamin Pekerjaan Rakyatnya

Syariah Islam menjamin pekerjaan bagi rakyatnya. Di dalam Islam kebutuhan rakyat wajib dipenuhi oleh pemimpinnya. Berdasarkan aturan Islam, pemenuhan kebutuhan dasar rakyat pangan, sandang, perumahan merupakan tanggung jawab negara. Artinya, kebutuhan tersebut harus dapat dinikmati oleh setiap individu rakyat di dalam Negara Islam, baik melalui usahanya sendiri, bantuan ahli warisnya, ataupun santunan dari negara jika dirinya dan ahli warisnya tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut.

Negara wajib menyediakan kebutuhan dasar lainnya, yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan secara cuma-cuma kepada seluruh rakyatnya tanpa memandang suku, agama, ras, dan wilayah tinggal mereka.

Mengutip tulisan dalam majalah al waie (21/9/2021) dalam masyarakat Islam, negara juga berkewajiban untuk membantu rakyatnya mendapatkan pekerjaan yang layak. Di dalam sebuah hadis, Nabi SAW pernah memberikan uang dua dirham untuk dibelikan kapak kepada seorang yang meminta pekerjaan kepada beliau dan memerintahkan dia untuk mencari kayu dengan kapak tersebut. Di dalam hadis lain disebutkan: “Imam/Khalifah adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Muslim).

Termasuk dalam tanggung jawab ini adalah memberikan pekerjaan kepada rakyat yang laki-laki yang mampu bekerja. Dengan jaminan pendidikan yang gratis hingga level perguruan tinggi, rakyat di dalam negara Islam berkesempatan besar mendapatkan meningkatkan kualitas mereka sehingga dapat membantu mereka mengusahakan pekerjaan yang lebih baik. 

Islam akan memberikan sarana-sarana pekerjaan bagi seluruh para pencari kerja. Berdasarkan aspek kewajiban mencari nafkah bagi laki-laki, negara memudahkannya dengan menyediakan lapangan kerja yang maksimal dan menjamin setiap kepala keluarga mendapatkannya. 

Wallahu a'lam bishawwab 

Oleh: Noviyanti Dwi Astini
 (Aktivis Muslimah Kalsel) 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar