Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pendidikan Ladang Bisnis Bagi Sistem Kapitalisme


Topswara.com -- Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar dan penting bagi rakyat, bahkan ia merupakan sebuah simbol kebanggaan. Siapa orang tua yang tak ingin melihat anaknya berpendidikan hingga ke perguruan tinggi. Suatu kebanggaan tersendiri jika sang anak bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dari pendidikan yang pernah ditempuh orang tua mereka.

Banyak harapan yang diinginkan oleh orang tua jika anaknya berpendidikan tinggi, yaitu kemudahan dalam mencari pekerjaan dan keaadaan hidup yang lebih baik. Namun nyatanya, persoalan pendidikan tidak bisa diabaikan begitu saja di negeri ini, salah satunya yaitu mahalnya biaya pendidikan. 

Persoalan mahalnya biaya yang diperlukan saat ini menjadi trending di media sosial. Dimana perlu mencantumkan rekening orang tua dengan minimal saldo 100 juta rupiah pada jalur seleksi mandiri. 

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi, “Iya memang biaya kuliah masih mahal, banyak orang tua yang tidak melanjukan anaknya kuliah karena benturan biaya. Walaupun negara sudah menyiapkan beasiswa KIP kuliah, untuk bantu uang semster. Namun ternyata untuk masuk kuliah ada uang lain seperti uang bangku, uang duduk, uang bangunan dan lain-lain yang besarnya bisa mencapai belasan juta. Apalagi prodi-prodi favotir, teknik da kedokteran apalagi,” Jelasnya. (kedaipena.com 31/07/2022)

Dede Yusuf menegaskan perlunya intervensi negara mengenai pembiayaan kuliah saat ini. Pasalnya, hal ini diperlukan jjika memang Sumber Daya Manusi menikmati bonus demografi. 

“Artinya kalau kita ingin SDM kita Bonus Demografi, maka negara harus mampu mendorong angkatan kerja kita pada 2030 sebanyak 20 persen yang lulusan diploma atau sarjana. Baru kita akan mampu menembus industri 4.0 dan Bonus Demografi. Artinya harus ada intervensi negara mengenai pembiayaan yang mahal ini,” jelas Dede Yusuf. Maka perlu juga perubahan mindset dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atau Dikti. (kedaipena.com 31/07/2022)

Konsultan Pendidikan dan Karier, Ina Liem menyampaikan bahwa mahalnya biaya masuk jalur seleksi mandiri di universitas karena beberapa universitas tengah  didorong untuk berbadan hukum. Hal ini terjadi sejak pandemi guna memperoleh dana dari masyarakat agar bisa lebih berkembang. 

Menurtnya ini dilakukan seperti subsidi silang. Dari subsidi ini universitas tidak menggantungkan sepenuhnya dari dana pemerintah. Ia menambahkan, dengan adanya aturan tersebut dimungkinkan universitas dapat mengembangkan bidang-bidang strategis sesuai dengan kekuatannya. Jadi Ina mengungkapkan hal ini sah-sah saja jika seleksi mandiri berbayar. (kompas.com 22/07/2022)

Namun, berbeda cerita jika terjadi saat pandemi, dimana semua kegiatan belajar mengajar terpaksa harus secara daring. 

"Jadi saya melihatnya ini hanya masalah timing yang kurang tepat. Sebaiknya pihak universitas menunda menerapkan uang pangkal yang mahal di masa pandemi ini. Dilain sisi, Sambil menunggu pandemi usai, pihak universitas harusnya menggunakan waktu untuk sosialiasi selama setahun ke depan bagi calon mahasiswa supaya paham situasi," kata Ina. Karena saat ini dalam kondisi pandemi seharusnya ada potongan biaya kuliah. (kompas.com 22/07/2022)

Pasalnya dalam sistem kapitalisme neoliberal, pendidikan dianggap sebagai komoditas ekonomi yang ini tercantum pada Pasal 4 ayat (2) huruf d UU Perdagangan yang tidak lepas dari UU Nomor 20 Tahun 2003 dan UU Nomor 12 Tahun 2012. Namun hal ini tidak menjadikan pendidikan lepas dari potensi komersial yang dapat dijadikan sebagai salah satu konsekuensi tata kelola negara kapitalistik. Termasuk pada pembiayaan pendidikan tinggi.  

Paradigma good governance dan reinventing goverment mengharuskan negara lepas tangan kepada masyarakat terkait pendidikan. Kondisi seperti ini akan menjadikan bahwa perguruan tinggi hanya sebatas nilai materialistik bukan sebagai sumber ilmu dan pencetak para ilmuwan. 

Hanya satu solusi penyelesaian biaya pendidikan yang mahal sekarang ini, yaitu dengan diterapkan aturan Islam secara kaffah. Sistem Islam akan menerapkan hukum syariat baik dalam tatanan politik dan ekonomi. 

Dari tatanan politik negara memiliki tanggung jawab secara langsung sebagai pengelola pendidikan, sedangkan dari tatanan ekonomi negera menerapkan sistem ekonomi Islam guna memperoleh sumber pemasukan untuk pembiayaan pendidikan tinggi. 

Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi masyarakat yang harus dijamin oleh negara, tanpa memilih status sosial maupun lainnya. Semua diberikan kemudahan akses, maka negara akan memberikan anggaran yang dibutuhkan tentunya sesuai dengan syariat. 

Selain itu, kemampuan negara membiayai sektor pendidikan disertai dengan peningkatan kualitasnya, karena tata kelola dari sistem pendidikan adalah akidah Islam. Maka adanya SDM berkualitas merupakan sebuah keniscayaan. 

Bukti tinta emas pendidikan Islam sudah terwujud dalam sejarah kegemilangan peradaban Islam, dimana mampu mencetak ilmuwan yang handal dan berakidah Islam. Hasil dari penemuan mereka di masa lalu masih dapat dirasakan sampai saat ini. 

Dari sini jelas bagaimana pendidikan Islam tidak hanya sekadar untuk mencari uang, tapi untuk mewujudkan kepribadian Islam dan kemaslahatan bagi masyarakat. Dalam  sistem islam semua warga diberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan terbaik.


Oleh: Fauza Taqiya
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar