Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pengkaderan Mahasiswa Berbuah Malapetaka


Topswara.com -- Terulang kembali kisah pengkaderan yang memakan korban. Seorang mahasiswi meninggal dunia saat kegiatan Pengkaderan Senat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (CNNIndonesia.com, 24/7/2022). Pihak kepolisian masih menyelidiki kasus tersebut. Dugaan sementara menyebutkan bahwa mahasiswi tersebut kelelahan di tengah cuaca ekstrem (kompas.tv, 25/7/2022). 

Akibatnya pihak kampus memberikan sanksi tegas berupa pembekuan kegiatan senat Fakultas Kesehatan Masyarakat, UMI. 

Sangat disayangkan. Kegiatan pengkaderan yang seharusnya diisi dengan kegiatan pembinaan dan pembekalan mahasiswa baru, dinodai dengan beragam aktivitas berbau kekerasan dan senioritas. 

Secara histori, perploncoan sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya memiliki tujuan baik. Yaitu mendewasakan dan mengenalkan lingkungan baru kepada siswa/mahasiswa baru. Namun, sejak awal tahun 2015, berbagai pihak mencermati tradisi menyambut siswa/ mahasiswa baru penuh dengan aroma kekerasan dan balas dendam kakak kelas kepada juniornya. 

Hingga akhirnya kata "plonco" direduksi dan diganti dengan istilah " Masa Orientasi Siswa". Kegiatannya pun diisi dengan pembinaan dan pembekalan siswa/mahasiswa baru yang hendak memasuki lingkungan pendidikan baru. 

Namun, beberapa tahun belakangan ini. Aroma kekerasan dan aktivitas "balas dendam" ini kembali terjadi. Bahkan hingga merenggut nyawa sang adik kelas. Mengapa ini bisa terjadi?

Sistem pendidikan sekuler membiarkan kehidupan pendidikan jauh dari aturan agama (baca: syariat Islam). Minimnya akidah di lingkungan kampus menjadi salah satu sebab. Akibatnya, sang senior yang merasa memiliki wewenang dapat berbuat sesuka hati. Tanpa memperhitungkan baik buruknya. 

Bukannya membersamai sang junior dengan pendidikan yang lurus dan benar. Namun, malah menodai dunia pendidikan dengan kekerasan. Tentu ini merupakan pandangan yang keliru tentang arti pembinaan dan pengkaderan.

Masa pengkaderan yang seharusnya menjadi masa pembinaan dan pembekalan, malah menuai bahaya dan malapetaka. Alih-alih sebagai usaha pendewasaan dari sang kakak kelas. Namun, menjadi ancaman bagi adik kelas. Bahkan terancam hingga akhirnya meregang nyawa. 

Masa pengkaderan selayaknya menjadi masa emas dalam menanamkan akidah Islam. Sehingga dapat tumbuh generasi yang kuat iman dan ketakwaannya kepada Allah Ta 'Ala. 

Selain menanamkan akidah Islam kepada sang junior, keteladanan pun menjadi konsep nyata dalam pembinaan. Sehingga bisa menjadi "role model" bagi mahasiswa baru. 

Secara logika, bagaimana mungkin para junior menaruh simpatik atau menjadikan sang senior teladan yang baik, jika model pendidikan yang dilakukan berupa kekerasan, bentakan atau aktivitas yang nihil manfaatnya?

Sungguh, mahasiswa adalah agent of change, agen perubahan bagi umat. Agar umat tercerahkan. Agar umat mendapat solusi tepat dalam menghadapi krisis kehidupan. Sehingga selayaknya, pendidikan pengkaderan harus tepat sasaran sesuai tujuan. Yaitu mencetak mahasiswa intelektual cerdas yang dapat menjadi penggerak intelektual umat. 

Lantas masihkan kita terus bersandar pada sistem pendidikan hari ini? Yang masih berpijak pada sistem pendidikan sekulerisme?

Tentu tidak. Sudah sepatutnya kita segera campakkan. Karena sistem ini hanya timbulkan kezaliman bagi umat.

Syekh Atha bin Khalil dalam Kitabnya, Usus At Ta'lim ad Daulah (Dasar-Dasar Pendidikan Negara Khilafah), menyebutkan bahwa tujuan pendidikan tinggi adalah: 

Pertama, penanaman dan pendalaman kepribadian Islam secara intensif pada diri mahasiwa di perguruan tinggi, 
Kedua, membentuk himpunan ulama (orang-orang berilmu) yang mampu melayani kemaslahatan hidup umat, seperti para peneliti yang kompeten di setiap bidangnya.
Ketiga, mempersiapkan sekumpulan orang yang diperlukan dalam mengelola urusan umat, seperti para hakim, para pakar fiqih ushul dan kontemporer, dokter, insyinyur, guru, akuntan, penerjemah, perawat, dan bidang lainnya.

Konsep ini menuntut setiap elemen pendidikan mencapai tujuan utama pendidikan. Yaitu teraplikasikannya ilmu untuk kesejahteraan umat seluruhnya. 

Konsep ini hanya terwujud dalam sistem Islam, yaitu satu-satunya sistem yang dapat memadukan pendidikan dengan pondasi aturan syariat yang sempurna. Sehingga terlahir para intelektual penuh iman dan takwa. Dalam balutan kecerdasan yang menyeluruh, cerdas dunia dan cerdas akhirat.

Wallahu a'lam bisshawwab.



Oleh : Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar