Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Membangun Paradigma Berpikir dalam Menjawan Transformasi Sosial


Topswara.com -- Tatkala Islam dimaknai sebatas agama, maka yang muncul dalam pikiran kebanyakan orang adalah bagaimana agar segera membangun masjid, menjalankan shalat lima waktu, menunaikan ibadah puasa, zakat, dan haji. 

Semua itu memang penting dan harus diperhatikan, karena merupakan bagian penting dari Islam. Hal lain adalah tentang pernikahan, bentuk atau potongan baju, dan rangkaian kegiatan dalam pengurusan kematian. Itulah Islam dari aspek agama, dan tampaknya tidak ada bedanya dengan pemahaman terhadap agama lainnya. Berbicara agama memang selalu seputar itu.

Namun pertanyaannya adalah, apakah Islam hanya sebatas memiliki makna sebagai agama. Pertanyaan berikutnya adalah, apakah Muhammad SAW., sebagai utusan Allah hanya sebatas bertugas mengurus agama dalam ibadah saja?

Bukankah kehadiran Nabi juga disebut-sebut sebagai penyebar rahmat, bahkan rahmatan lil alamin. Seorang pembawa perubahan, yakni perubahan dari zaman kegelapan, penuh tipu muslihat, penindasan, ketidakadilan, masyarakat biadab, kemudian menjadi zaman terang. Masyarakat yang dipenuhi dengan suasana damai, adil, kebersamaan, saling mencintai dan kasih sayang, dan beradab.

Sebagai contoh perubahan yang dihasilkan oleh Muhammad SAW. sangat spektakuler. Contoh yang dimaksudkan itu adalah keberhasilannya di dalam membangun masyarakat Madinah yang hingga kini, tanda-tandanya sebagai masyarakat ideal, yang merupakan produk perubahan itu masih bisa dirasakan. 

Muhammad dengan mukjizat Al-Qur'an, bukan sebatas memperkenalkan agama, melainkan membawa konsep perubahan masyarakat dalam berbagai aspek yang amat jelas.

Namun konsep perubahan itu rupanya belum dipahami secara utuh dan sempurna, termasuk oleh umatnya sendiri. Padahal, konsep itu sebenarnya amat jelas. Sepanjang sejarah perjuangannya, tatkala masih berada di Makkah maupun di Madinah, Muhammad SAW., melakukan perubahan masyarakat secara mendasar. 

Hasilnya luar biasa, sekalipun belum berhasil ditangkap secara sempurna. Aspek yang dipahami atas perjuangan itu, baru hal yang terkait kegiatan ritualnya. Akibatnya, yang tampak dari Islam hanya sebatas sebagai agama, yakni kegiatan penyembahan, pengorbanan kepada Yang Maha Kuasa dalam pengertian terbatas, dan kehidupan kelak di akherat

Aspek di luar agama sekalipun merupakan bagian penting dari Islam, namun ternyata tidak banyak mendapatkan perhatian. Masyarakat Islam pada umumnya memahami seperti itu. Dampaknya, institusi yang menamakan diri atau menggunakan identitas Islam, misalnya sekolah-sekolah Islam, ilmu tentang keislaman, selalu dipandang sempit dan terbatas. 

Lebih memprihatinkan lagi, tatkala seseorang dikenal masuk komunitas Islam, maka dianggap sama artinya dengan masuk ruang terbatas, lorong, atau ruang sempit, yang kemudian dianggap berbeda dari wilayah umum yang selalu luas.

Penglihatan atau kesan Islam yang sempit seperti itu dengan mudah diperoleh di dalam kehidupan sehari-hari. Petugas agama di tingkat desa, maka lingkup tugas dan tanggung jawabnya hanya dimaknai sebatas mengurus hal-hal di seputar pernikahan, pembagian waris, kematian, dan berdoa. 

Anehnya lagi, hal demikian itu juga mewarnai pada pemikiran kaum intelektualnya. Mereka memahami, bahwa Islam juga sebatas agama. 

Sehingga, tatkala mereka merumuskan tentang ilmu keislaman juga hanya sebatas menyangkut ikhwal keagamaan, yaitu mengkaji ilmu ushuluddin, syari'ah, dakwah, adab, dan tarbiyah.

Maka yang dilakukan oleh Nabi Muhammad di dalam membangun peradaban. Di antaranya melakukan perubahan sosial secara mendasar, membangun kecintaan masyarakat terhadap ilmu, beramal saleh, dan seterusnya belum ditangkap secara utuh oleh masyarakat saat ini. 

Nabi Muhammad SAW., hanya dipahami sebagai orang yang mengenalkan agama, dan belum sampai sebagai sosok pengubah masyarakat dengan konsepnya sedemikian mendasar dan lengkap. Misalnya, dengan konsep tauhidnya, Muhammad SAW., adalah menjadi pemersatu. Memperkenalkan konsep kesamaan dan kebersamaan, keadilan, kesetaraan dalam hukum, dan lain-lain.

Semua orang, lebih-lebih lagi para ilmuwannya, kiranya sadar, bahwa kekuatan pendorong kemajuan peradaban adalah ilmu dan kemampuan berkreativitas. Orang-orang yang kaya ilmu pengetahuan selalu memenangkan di dalam kompetisi, apalagi kompetisi di dalam kehidupan global. 

Keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan sebenarnya adalah sebagai risiko dari adanya kesenjangan dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Kelompok masyarakat yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan kemampuan berkreativitas, benar-benar telah meninggalkan jauh masyarakat yang miskin ilmu dan kreativitas. 

Oleh karena itu, kesenjangan yang selalu dikeluhkan oleh banyak orang, sebenarnya adalah bermula dari kesenjangan penguasaan ilmu dan kreatifitas.
Ajaran Islam mengingatkan dengan jelas, bahwa orang-orang yang beriman dan berilmu akan diangkat derajatnya hingga beberapa derajat lebih tinggi. 

Namun sinyal di dalam Al-Qur'an itu tidak ditangkap secara tepat. Akibatnya, umat Islam di mana-mana masih tertinggal dari umat lainnya yang telah menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan kemampuan berkreativitas. 

Umpama saja, petunjuk Al-Qur'an, atau Islam ditangkap sebagai konsep perubahan menyeluruh terhadap tatanan kehidupan sebagaimana dikemukakan di muka, baik pada tataran individu, kelompok, dan bahkan bangsa secara keseluruhan, maka upaya mewujudkan kehidupan masyarakat adil, makmur, damai, dan sejahtera segera terjawab

Perubahan sosial merupakan perubahan lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. 

Perubahan sosial mempunyai ciri-ciri di antaranya: tidak ada masyarakat yang stagnan atau statis. Sebab setiap masyarakat pasti mengalami perubahan, entah cepat atau lambat, proses perubahan sosial bersifat mata rantai, dan perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga sosial tertentu, akan diikuti dengan perubahan-perubahan sosial budaya lainnya. Perubahan-perubahan sosial yang cepat, biasanya mengakibatkan terjadinya disorganisasi yang sementara sifatnya.

Perubahan sosial memiliki bentuk yang bermacam-macam, yakni: perubahan yang terjadi secara lambat dan cepat. Perubahan yang pengaruhnya kecil dan yang pengaruhnya besar, perubahan yang direncanakan dan perubahan yang tidak direncanakan. 

Kemudian faktor-faktor penyebab atau sumber perubahan sosial yang berasal dari dalam masyarakat (faktor internal) adalah pertumbuhan penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan (conflict), dan revolusi. 

Sedangkan perubahan-perubahan yang bersumber dari luar masyarakat (faktor eksternal) yakni lingkungan alam, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

 Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses perubahan sosial budaya yakni kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan yang maju, sikap menghargai hasil karya orang lain, toleransi, sistem terbuka, penduduk yang heterogen, dan kekurangpuasan masyarakat. 

Sedangkan faktor-faktor yang menghambat proses perubahan sosial budaya diantaranya adalah kurangnya hubungan dengan masyarakat lain, masyarakat terkungkung pola-pola pemikiran tradisional, perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat, sikap masyarakat yang tradisionil, status quo, perasaan takut, sikap apriori, ideologis, serta adat dan kebiasaan.

Sedangkan proses-proses perubahan sosial meliputi penyesuaian masyarakat terhadap perubahan yang dapat dilakukan dengan cara penyesuaian dari lembaga-lembaga kemasyarakatan, penyesuaian dari individu yang ada di masyarakat, saluran-saluran perubahan sosial, organisasi, disorganisasi, dan reorganisasi. 

Jika umat Islam ingin berubah maka sudah sepantasnya mengikuti perubahan seperti Nyang dilakkan oleh Rasulullah. Sehingga perubahannya membawa keberkahan, dan kebaikan untuk semuanya. Dengan begitu akan benar-benar terwujud Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.

Wallahu a'lam bishawwab



Oleh: Luthfi Abdul Aziz
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar