Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Begini Penjelasan Ajengan Yuana Ryan Tresna Seputar Pemanfaatan Tanah Wakaf

Topswara.com -- Mudir Ma'had Khadimus Sunnah Bandung, Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) menjelaskan hukum fiqih seputar pemanfaatan tanah wakaf. 

"Tanah wakaf hanya boleh dipakai sesuai niat dan tujuan muwaqqif mewakafkan tanah tersebut", ujar Ajengan YRT, kepada Topswara.com, Kamis (24/6/2022).

Ajengan begitu sapaan akrabnya, melanjutkan penjelasannya bahwa kalau wakafnya untuk pendidikan sekolah/pesantren, berarti hanya boleh digunakan untuk pendidikan sekolah/pesantren saja. Boleh juga membangun kantin, dapur, kamar mandi, dan lain-lain karena semua itu sebagai taba'iyyah penyempurna tempat pendidikan sekolah/pesantren, wa laisa maqsudan bidzatihi.

Memproduktifkan Harta Wakaf

"Memproduktifkan harta wakaf menurut para ulama adalah boleh," katanya. 

Ajengan memaparkan empat hal kebolehan dalam memproduktifkan harta wakaf:

Pertama, memproduktifkan harta wakaf menurut para ulama adalah boleh. Keuntungan dari wakaf produktif tersebut dikembalikan untuk perkara yang menjadi tujuan wakaf (pesantren). Kentungan yang dimaksud adalah semua pemasukan (iuran pendidikan, kegiatan usaha, dan lain-lain) dikurangi oleh beban-beban (gaji guru, karyawan, sarpras, beban usaha, dan lain-lain). 

Kedua, kita boleh menyewakan tanah wakaf dan hasilnya harus dikembalikan lagi kepada sesuatu yang menjadi tujuan wakaf (pesantren).

Ketiga, kantin dan unit usaha lainnya yang dibangun di atas tanah wakaf, jika bangunan tersebut hasil syirkah dan mereka ingin bubar, maka dijual semua aset syirkah kecuali tanah, karena mereka hanya bersyirkah membangunnya saja, sementara tanah tidak termasuk hak syirkah. 

Keempat, barang wakaf tidak boleh dijual. Pembahasan ini membutuh perincian yang agak panjang. 

Hukum Wakaf Produktif dalam Islam

"Tanah wakaf boleh dikelola dan dikembangkan dalam bentuk usaha produktif. Namun hasilnya untuk kepentingan tujuan wakaf. Kalau wakaf tanah tersebut untuk pesantren, maka keuntungan tersebut dikembalikan untuk kepentingan pesantren," ucapnya. 

Ajengan menyampaikan, Syeikh Muhammad Bakhit al-Muthi’i mengatakan: 

  وَوَظِيْفَةُ النَّاظِرِ حِفْظُ الْأُصُوْلِ وَثَمْرَتُهَا عَلَى وَجْهِ الْاِحْتِيَاطِ كَوَلِيِّ الْيَتِيْمِ كَمَا يَتَوَلَّى الْإِجَارَةَ وَالْعِمَارَةَ   

“Kerja nazhir adalah menjaga pokok harta wakaf dan hasilnya atas jalan kehati-hatian seperti wali anak yatim, sebagaimana ia bekerja menyewakan dan membangun harta wakaf.” (Syekh Muhammad Bakhit al-Muthi’i, Takmilah al-Majmu’, juz 15, hlm. 363). 

"Misalnya ada sebidang tanah yang diwakafkan untuk pesantren, nazhir wajib mengelola tanah tersebut dan boleh diproduktifkan untuk usaha misal wisata edukatif. Setelah menuai hasil, uang pemasukannya dimanfaatkan untuk kepentingan pesantren, yaitu segala kebutuhan yang berkaitan pesantren. Bisa juga dibelikan tanah untuk memperluas wilayah tanah milik pesantren," jelasnya. 

Ajengan mengatakan, ketentuan ini berlaku bila shighat (ungkapan) pewakafan tanah diperuntukkan untuk kemaslahatan pesantren atau wakaf yang mutlak. Contoh sighat wakaf tanah untuk kemaslahatan pesantren: “Aku wakafkan tanah ini untuk kemaslahatan pesantren.” Contoh shighat wakaf mutlak: “Aku wakafkan tanah ini untuk pesantren.”

"Masalah muncul ketika kebutuhan pesantren sudah terpenuhi dan masih ada saldo. Apakah saldo tersebut boleh digunakan dalam usaha perdagangan?" tanyanya. 

Ajengan menilai, dalam titik ini, ulama berbeda pendapat. Sebagian melarang praktik memperdagangkan tersebut. Sebagian ulama muta’akhirin (kontemporer) memperbolehkannya. 

وَيَجِبُ عَلَى نَاظِرِ الْوَقْفِ ادِّخَارُ شَيْءٍ مِمَّا زَادَ مِنْ غَلَّتِهِ لِعِمَارَتِهِ وَشِرَاءُ عَقَارٍ بِبَاقِيهِ وَأَفْتَى بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ بِجَوَازِ الِاتِّجَارِ فِيهِ إنْ كَانَ مِنْ وَقْفِ مَسْجِدٍ وَإِلَّا فَلَا وَسَيَأْتِي إِقْرَاضُهُ   

“Dan wajib atas nazhir wakaf menyimpan dana yang melebihi (kebutuhan wakaf) dari hasil wakaf untuk pembangunan wakaf dan membeli tanah dengan sisanya. Sebagian ulama muta’akkhirin berfatwa kebolehan memperdagangkan dana tersebut bila berasal dari wakaf masjid, bila tidak demikian maka tidak diperbolehkan.” (Syeikh Syihabuddin al-Qalyubi, Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala al-Mahalli, juz 3, hlm. 108).

"Kebolehan memperdagangkan ini tidak bertentangan dengan salah satu tugas nazhir, yaitu mengembangkan aset barang wakaf," tandasnya. [] Sri Astuti
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar