Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Korupsi dan Politik Dinasti Buah dari Demokrasi


Topswara.com -- Lagi dan lagi, kasus korupsi di Indonesia terus berulang tanpa henti. Menurut Indonesian Corruption Watch (ICW), kasus korupsi meningkat tajam dalam lima tahun terakhir ini. Dampaknya pun banyak memberikan kerugian besar bagi negara. Tercatat ada 533 penindakan kasus korupsi sepanjang tahun 2021. Total potensi kerugian negara yang ditimbulkan pun hampir mencapai Rp 29,4 triliun. Hampir di setiap lini pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah terseret dalam kasus ini.

Salah satu diantaranya, yakni dugaan kasus suap kepada anggota tim audit BPK Perwakilan Jawa Barat dengan nilai total 1,024 miliyar oleh Bupati Bogor, Ade Yasin. Kasus suap tersebut ditujukan untuk pengurusan laporan keuangan Pemkab Bogor Tahun Anggaran 2021 untuk mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Ade pun ditangkap bersama tiga anak buahnya oleh tim Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pada 27 April 2022. Sebelumnya sang kakak yakni Rachmat Yasin juga tersangkut kasus yang sama.

Ade memulai karier di dunia politik pada 2008 dan menjadi kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Begitu pun dengan Rachmat Yasin yang juga merupakan kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Rachmat Yasin sendiri, tersandung dua kasus sekaligus yakni kasus suap tukar menukar kawasan hutan PT Bukit Jonggol Asri. Serta terbukti melakukan gratifikasi untuk kepentingan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bogor pada 2013 dan Pemilu 2014 dari SKPD Kabupaten Bogor dengan total sekitar Rp 8,9 miliar (Kompas.com, 28/04/2022).

Fakta korupsi kepala daerah tidak hanya menyangkut kakak beradik itu saja. Banyak diantara kepala daerah lain juga terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK. Dari tahun 2004 hingga 3 Januari 2022 ada 22 Gubernur dan 148 Bupati/Walikota telah ditindak oleh KPK berdasarkan data di situs kpk.go.id. Sedangkan, ICW mencatat sepanjang tahun 2010 – Juni 2018 tak kurang dari 253 kepala daerah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh aparat penegak hukum.

Banyaknya kasus suap yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa ini berkaitan dangan dinasti politik di Indonesia. Menurut Wawan Heru Suryatmiko, peneliti Transparency International Indonesia (TII), dinasti politik berkaitan erat dengan biaya kontestasi politik sehingga bisa menimbulkan tindakan koruptif. 

Pasalnya, dinasti politik bukanlah suatu hal yang murah. Untuk ingin menduduki sebuah jabatan saja, para calon kepala daerah maupun pusat harus mempunyai dana besar untuk bersaing dengan kandidat yang lain. Selain itu, diperlukan promosi besar-besaran untuk menarik simpati masyarakat agar mendapatkan suara terbanyak dari rakyat.

Tak ayal banyak para kandidat pun menghalalkan segala macam cara untuk bisa menang. Salah satu diantaranya mereka menggunakan cara dengan menyuap. Tentu ini pun menjadi kesempatan bagi segelintir kelompok yang mempunyai asas manfaat didalamnya. 

Para pemilik modal pun tidak segan untuk membantu dengan mendanainya. Pastilah ini akan dijadikan kesempatan untuk meraih untung sebanyak – banyaknya. Jelas dalam dinasti politik demokrasi tentu kita tidak asing lagi dengan slogan ‘’no free lunch’’ yakni tidak ada makan siang gratis. Wajar jika kekayaan dalam dinasti politik hanya berputar bagi yang mempunyai kekuasaan. 

Kebijakan yang dibuat pun syarat akan kepentingan kelompok tertentu. Sehingga didalam dinasti politik demokrasi yang lahir dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat hanya retorika manis saja. Ini karena dalam dinasti politik demokrasi, hukum yang digunakan adalah hukum buatan manusia. Jelas jika berasal dari manusia, hukum itu pun hanya berdasarkan hawa nafsu semata. 

Sudah sepatutnya kita sadar untuk segera mengganti hukum demokrasi tersebut dengan hukum langsung dari Sang Pencipta. Hukum tersebut tak lain adalah hukum Islam yakni, Khilafah yang ditegakkan oleh sebuah intitusi negara Daulah islamiyah. 

Di dalam negara Islam, kepemimpinan tidak lagi dipegang oleh presiden sebagai kepala satu negara melainkan khalifah lah yang memegang kepemimpinan atas seluruh negara di dunia. Meskipun begitu tidak ada hak istimewa untuk seorang khalifah. Karena hak seorang khalifah sama saja seperti hak muslim lainnya.

Serta dalam pengangkatan khalifah tidak sama seperti pengangkatan presiden. Jika pemilihan presiden dengan cara memilih suara terbanyak dari rakyat melalui pemilu, maka pengangkatan Khalifah dengan cara baiat oleh orang-orang Muslim. Baiat merupakan hak setiap Muslim yang harus diberikan kepada seorang Khalifah yang akan memimpin suatu negara dengan menjalankan apa yang telah Allah perintahkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Baiat merupakan satu-satunya metode yang digunakan dalam pengangkatan Khalifah. Sebagaimana sabda Nabi SAW “Barang siapa yang telah membaiat Imam (khalifah), lalu ia memberikan uluran tangannya dan buah hatinya, maka hendaklah ia mentaatinya selama ia mampu. Kemudian, apabila datang orang lain hendak merebut kekuasaannya, maka penggallah leher orang tersebut.”(H.R. Muslim)

Dalam khilafah untuk menjadi seorang pemimpin atau struktur pemerintahan tidaklah harus mengeluarkan biaya yang besar. Tentu dari sinilah celah korupsi tidak akan terjadi. Karena seorang khalifah mempunyai kewenangan dalam pemilihan para wali dan muawwin. Hal ini didasarkan dengan hukum syara’ atau hukum dengan ijtihad yang dibatasi dari dua sumber hukum Islam yakni Al-Qur’an dan sunnah.


Oleh: Sri Damini
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar