Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Suara Azan Dipermasalahkan, Hanya Penerapan Syariat Islam yang Bisa Menyelesaikan

Topswara.com -- Kekisruhan kembali terjadi di tengah-tengah kaum Muslim usai Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang mengatur pengeras suara masjid dan musala. Dimana poin penting dalam edaran tersebut adalah mengenai volume pengeras suara masjid paling besar 100 desibel saja.

Bukan hanya itu, penggunaan pengeras suara yang terdiri atas pengeras suara dalam dan luar juga tak luput dari perhatian. Pengeras suara dalam merupakan perangkat pengeras suara yang mengarah ke dalam ruangan masjid/musala saat pelaksanaan salat dan ceramah/khatbah. 

Sedangkan pengeras suara luar mengarah ke luar ruangan masjid/mushala hanya berbunyi 10 menit menjelang azan (selawat tarhim), dan saat azan berkumandang. 

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas lewat SE 5/2022 ini mengklaim pengaturan pengeras suara di masjid dan musala menjadi kebutuhan umat Muslim sebagai salah satu media syiar di masyarakat. Namun, pada saat bersamaan, masyarakat Indonesia juga beragam secara agama, keyakinan, latar belakang sehingga perlu adanya upaya merawat persaudaraan dan harmoni sosial. (cnnindonesia.com). 

Tentu hal ini menambah deretan kasus terhadap kaum Muslim yang membuat geram kaum Muslim, ketenangan kaum muslimin pun di usik kembali. Maka tidak heran jika muncul suara desakan agar Yaqut dicopot dari jabatannya. 

#TangkapYaqut#  trending di Twitter. Seorang kader NU Jawa Timur, Muhammad Rofii Mukhlis yang juga Ketua Barisan Ksatria Nusantara (BKN) mendesak presiden mencopot juga menteri-menteri lain yang kontroversial. Ia pun meminta Menag minta maaf kepada umat Islam terkait polemik pembatasan azan serta mengumpamakan suara azan dengan gonggongan anjing (solopos.com, 24/2/2022). 

Sedangkan Sekjen Dewan Masjid Indonesia (DMI), Imam Addaruqut yang dilansir dari bbc.com (23/02/2022) mendukung aturan tersebut. Namun meminta agar sosialisasi ke masyarakat dilakukan secara persuasif, karena ada yang reaksioner menolak, kritis, dan reseptif. Ia pun meminta pelaksanaannya dilakukan secara bertahap karena penggunaan pengeras suara di beberapa daerah telah menjadi budaya, khususnya di pedesaan.

Begitupun dengan Ketua Pimpinan Pusat muhammadiyah, Anwar Abbas mengatakan, secara prinsip Muhammadiyah menyetujui aturan tersebut. Namun ia berpesan, implementasinya jangan terlalu kaku dan jangan disamakan untuk semua daerah. 

Maksudnya, untuk daerah yang penduduknya 100 persen beragama Islam, harusnya dibolehkan untuk pemakaian pengeras suara luar karena merupakan syiar Islam dan berperan penting dalam dakwah (suara.com, 22/2/2022). 

Toleransi yang Kebablasan

Entah apa yang merasuki pemikiran Menag, begitu lancangnya menyamakan suara azan yang indah dan mulia dengan gonggongan anjing. Sungguh hal ini sangat melukai perasaan kaum Muslim.  

Hanya dengan berdalih toleransi beragama, begitu mudahnya memperlakukan kebijakan tersebut di tengah mayoritas kaum Muslim. Padahal faktanya selama ini suara azan tidak pernah bermasalah dalam kehidupan beragama di Indonesia. Kenapa mengusik ketentraman kaum Muslim dan membuat kegaduhan antar beragama di Indonesia?

Adapun konsep toleransi dalam Islam sudah sangat jelas yakni dengan memberikan kebebasan masing-masing agama untuk menjalankan ajaran mereka. Demikian pula umat Islam bebas menjalankan syariat mereka. 

Sungguh, memprihatinkan apa yang terjadi pada para cendekiawan Muslim abad ini yang telah berani mengutak-atik syariat  Islam dan menjadikan umat Islam sebagai pihak tertuduh atas dalih toleransi dan moderasi beragama. 

Sangat disayangkan saat satu per satu syariat di usik, namun kaum Muslim yang katanya jumlah mayoritas di negeri ini tidak dapat berkutik. Tentu dengan adanya ide toleransi ini sejatinya bukan hanya sekedar istilah semata. 

Dalam perkembangannya, ide ini telah menjadi senjata politik untuk membungkam sikap kritis umat Islam juga mengaburkan Islam kaffah. Banyaknya jumlah umat Islam saat ini seakan tidak memiliki arti, kemerosotan berfikir pun kian menjadi pasca runtuhnya kekhalifahan Islam. 

Kondisi seperti ini sebenarnya telah digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu hadisnya yang berarti: ”Berbagai bangsa nyaris saling memanggil untuk melawan kalian sebagaimana orang-orang saling memanggil untuk menyantap hidangan mereka.” Salah seorang bertanya, ‘Apakah karena kami ketika itu sedikit?’  Rasul menjawab, ‘Bahkan kalian pada hari itu banyak. Akan tetapi, kalian laksana buih di lautan. Sungguh Allah mencabut ketakutan dan kegentaran terhadap kalian dari dada musuh-musuh kalian. Allah pun menanamkan di hati kalian al-wahn.’ Salah seorang bertanya, ‘Apakah al-wahn itu, ya Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Cinta dunia dan benci kematian’.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Dalam hadis tersebut Rasul SAW menjelaskan bahwa apa yang umat Islam hadapi saat ini adalah petaka  yang terjadi bukan karena sedikitnya jumlah kaum Muslim. 

Bahkan sebaliknya, jumlah kaum Muslim banyak, tetapi mereka laksana buih di lautan. Kaum Muslim banyak, tetapi tidak bernilai dan berbobot. Bahkan sangat lemah sehingga mudah tercerai berai.

Sekularisme dan Kapitalisme Persoalan Utama Kaum Muslim

Alih-alih meributkan suara azan dan pengaturan volume pengeras suara, sudah seharusnya umat bahkan para pejabat menyelesaikan perkara yang lebih urgen, lebih utama dan genting untuk segera diselesaikan. Persoalan utama itu tidak lain adalah sekularisme.

Sekularisme ini lah paham batil yang seharusnya segera diberantas. Paham yang mengajarkan memisahkan agama dari kehidupan dan memisahkan agama dari negara. 

Akibatnya banyak kaum Muslim yang tidak peduli dengan agamanya, dan salah satu wujudnya adalah pluralitas, yakni wajib menyamakan kedudukan semua agama secara sama rata, tidak boleh ada yang menonjol, miris.

Tidak sedikit kaum Muslim yang mencampuradukkan ibadah dan keyakinan mereka dengan umat lain. Sebagian dari mereka bahkan dipaksa mengikuti ritual agama lain karena aturan tempat bekerja atau lingkungan mereka tinggal. Seharusnya hal ini di persoalkan juga oleh Kementerian Agama sebagaimana mempersoalkan suara azan.

Tidak cukup sampai di situ sekularisme juga telah membuat umat Muslim di tanah air rentan mengalami pemurtadan. Demikian pula kasus penistaan terhadap agama Islam yang semakin menjadi-jadi akhir-akhir ini. Hal ini wajar terjadi karena lemahnya penegakan hukum terhadap para pelaku, justru para pelaku masih eksis dan terus menerus menyemburkan fitnah dan penistaan terhadap agama Islam. 

Selain sekularisme, ada cengkeraman kapitalisme dan oligarki yang menghadang umat Muslim. Segelintir orang berkuasa dan menzalimi rakyat. Adapun kejahatan kapitalisme dan oligarki ini terlihat dari naiknya harga-harga kebutuhan pokok seperti minyak goreng, gas, kacang kedelai, dan kebutuhan bahan pokok lainnya. 

Sebagaimana Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso pernah mengatakan bahwa pasar pangan di Indonesia hampir 100 persen dikuasai kartel atau monopoli. Ia mengatakan Bulog hanya menguasai 6 persen, sisanya dikuasai kartel. Sungguh luar biasa.

Sikap Kaum Muslim

Sesungguhnya pangkal dari persoalan kaum Muslim hari ini, bahkan di seluruh dunia, adalah ketiadaan penerapan syariat Islam yang akan menyelesaikan seluruh permasalahan yang ada. Allah SWT telah menjadikan syariat Islam sebagai solusi bagi setiap persoalan manusia. Dengan adanya penerapan syariat Islam secara kaffah adalah wujud ketakwaan. 

Sedangkan ketakwaan pasti akan mendatangkan  keberkahan. Sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (TQS. Al-A'raf: 96).

Syariat Islam yang diterapkan oleh Khilafah akan mampu melindungi dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi umat. Khilafah akan menghapuskan paham sekularisme dan kapitalisme, melindungi akidah umat, dan membimbing serta menjaga ibadah kaum muslimin. 

Tidak hanya itu khilafah tidak akan sekalipun membiarkan ada muslim yang tidak menunaikan kewajiban ibadah seperti salat lima waktu atau ada muslim yang buta huruf Al-Qur’an. 

Khilafah juga akan mencegah pemaksaan ibadah agama lain terhadap kaum muslim, sebagaimana juga melarang pemaksaan ajaran Islam terhadap orang-orang kafir. 
Khilafah juga akan memberantas praktik bisnis kartel dan monopoli serta kecurangan lainnya. 

Negara Daulah Islamiyah akan melindungi pengusaha juga konsumen, majikan dan pekerja sehingga semua memperoleh haknya sesuai syariat Islam. 

Tentu hal ini akan terjadi apabila, kita sebagai kaum Muslim mengambil bagian bersama-sama dalam rangka menebarkan dakwah Islam dan menegakkan kembali Khilafah Islamiyah. Tentunya atas izin Allah SWT. 

Wallahu a'lam bishawwab


Oleh: Novita Mayasari, S.Si.
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar