Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pengaturan Suara Azan Upaya Islamofobia


Topswara.com -- Azan merupakan panggilan  kaum Muslim untuk segera menunaikan tiang agama yaitu shalat. Dikumandangkannya azan menunjukkan waktu shalat fardu telah tiba. Dimana kaum Muslim yang kian gembira dan berbondong-bondong untuk menunaikan rukun Islam yang kedua yakni shalat.

Kalimat thayibah dan suci dalam lantunan azan tak pantas untuk disamakan dengan gonggongan anjing yang merupakan binatang najis mughaladah. Apalagi sampai mengambil keputusan untuk mengatur volume pengeras suara ketika mengumandangkan azan di negeri ini. Ini merupakan bentuk nyata  mengkerdilkan syiar Islam. 

Dilansir dari Republika.co.id, Kementerian Agama Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 mengenai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala. Dalam surat ini mengatur penggunaan waktu dan kekuatan dari pengeras suara di masjid dan mushala.

"Surat edaran ini dikeluarkan dengan tujuan agar tidak ada umat agama lain yang terganggu. Kita tahu itu syiar agama Islam, silahkan gunakan toa, tapi tentu harus diatur. Diatur bagaimana volumenya tidak boleh keras, maksimal 100 desibel," ujarnya, saat berkunjung ke Pekanbaru, Rabu (23/2).

Dengan alasan untuk membangun harmoni perbedaan agama di masyarakat maka dikeluarkanlah surat edaran mengenai pengeras suara di masjid dan musala, yang mengatur kekuatan dari suara azan. Hal ini merupakan bentuk dari gerakan islamofobia.

Narasi-narasi dan kebijakan yang dikeluarkan antiIslam atau islamofobia memang sengaja dibuat untuk menyerang Islam, dengan tujuan agar umat benci dan memusuhi syariat-syariat Islam itu sendiri. 

Umat Islam akan takut untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya karena ada rasa di tengah masyarakat pelabelan radikal, ekstrimis, fundamentalis dan lain sebagainya. Stigma negatif yang dilontarkan oleh kaum pembenci Islam tak akan berhenti dan selalu gencar untuk memusuhi syariat Islam

Padahal kaum Muslim jika sudah bersyahadat berarti konsekuensinya harus terikat dengan hukum syara. Begitu pula dalam menjalani kehidupan, harus meletakkan keridaan Allah di atas segalanya, dengan dilandasi halal haram untuk melakukan suatu perbuatan. 

Meskipun negeri ini mayoritas Muslim dan dipimpin oleh pemimpin yang Muslim, namun faktanya tak menjamin umat Islam dapat hidup tenang untuk menjalankan ajaran Allah. Seperti dengan pembatasan suara azan yang kian dipermasalahkan oleh para penguasa. Sangat miris bukan? Apalagi di analogikan seperti gonggongan anjing, yang membuat umat Islam marah.

Setelah keruntuhan Daulah Turki Ustmani pada 1924, maka sistem yang berkuasa di dunia ini adalah sekuler. Dimana aturan agama tidak boleh mengatur urusan negara. Salah satu output dari sistem ini adalah rasa tenggang rasa yang tinggi seperti pluralitas, dimana ada kewajiban untuk menyamaratakan kedudukan semua agama secara sama. 

Mengganti ataupun mencopot pejabatnya tentu bukan pilihan terbaik, juga tidak akan bisa menyelesaikan persoalan yang ada. Karena ini merupakan agenda yang dibuat oleh penguasa dalam program deradikalisasi. Salat, azan di masjid jika  memiliki posisi yang dominan dan banyak dilakukan oleh kaum Muslim maka akan dianggap sebagai bibit-bibit radikalisme.

Sudah saatnya bagi mahasiswa Muslim, pemuda muslim, untuk segera sadar bahwa Islam merupakan agama yang sempurna dan harus diterapkan secara kaffah. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan baik di bidang pendidikan ekonomi politik, jadi islam bukan agama ritual yang mengatur aspek ibadah saja. Umat Islam harus sadar bahwa tidak boleh mengambil agama sebagian saja.

Wallahu a'lam bishawwab


Oleh: Riris 
(Pegiat Literasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar