Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Polemik Peleburan Badan Riset, Mampukah Beri Kemaslahatan Rakyat?


Topswara.com -- Publik dihebohkan dengan adanya Peleburan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dilansir dari CNN Indonesia, sebanyak 39 lembaga riset di Indonesia, termasuk Eijkman, dilebur dalam BRIN. Implikasi perubahan ini akan sangat besar menyangkut perihal sumber daya manusia juga kewenangan absolut dalam menentukan nasib ekosistem riset nasional.

Eijkman yang merupakan lembaga penelitian pemerintah bergerak di bidang biologi molekuler dan bioteknologi kedokteran. Sedangkan BRIN merupakan lembaga pemerintah yang menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi  yang terintegrasi dengan tujuan meningkatkan kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan nasional serta menciptakan ekosistem riset dan inovasi di Indonesia. 

BRIN diharapkan dapat mewujudkan cita-cita Indonesia emas, yaitu Indonesia menjadi negara maju pada 2045 melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat pada peringatan 100 tahun kemerdekaan. 

Bahkan, dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) kelompok G20 Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyatakan akan memanfaatkan ajang G20 untuk meningkatkan kolaborasi riset dengan negara-negara anggota G20 guna meningkatkan kolaborasi melalui infrastruktur dan anggaran serta kolaborasi dalam memanfaatkan riset biodiversitas darat dan laut yang ada di Indonesia (antaranews.com, 14/1/2022).

Namun peleburan ini mengundang kritik dari sejumlah kalangan. Karena dinilai belum diiringi dengan kebijakan transisional yang menjamin kelanjutan proyek-proyek yang sedang dijalankan. 

Sebagaimana kritik yang di layangkan oleh Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra menyatakan peleburan LBM Eijkman ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah sebuah malapetaka bagi dunia riset Indonesia (suara.com, 10/1/2022). 

Senada dengan hal tersebut, Ketua Akademi Ilmu pengetahuan Indonesia (AIPI) Profesor Satryo Sumantri Brodjonegoro. Mantan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud. 

Beliau menilai akan sangat berbahaya jika BRIN menjadi pihak yang membuat kebijakan, menjalankan dan mengatur kebijakan itu sendiri (CNNIndonesia, 10/1/2022).

Indonesia memang merupakan negeri yang Allah anugerahkan dengan berlimpah ruah kekayaan alamnya. Namun paradigma sekuler telah menciptakan pusat riset dan pengembangan saintek yang eksploitatif, kapitalistik dan menebar ketidak adilan sebagaimana ditunjukkan oleh rezim global Barat saat ini. 

Yang menjadi pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana memastikan bahwa hasil-hasil riset yang dilakukan akan bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Indonesia? Akankah negeri ini mampu memberi kemaslahatan optimal bagi rakyatnya?

Dalam kaca mata Islam tentang kepemilikan, rakyat yang menetap di suatu daerah adalah orang yang paling berhak akan pemanfaatan berbagai deposit baik dari darat maupun laut yang ada di wilayah tersebut. Yang mana berbagai biodiversitas bukanlah milik negara atau korporasi melainkan kepemilikan atas kekayaan darat dan di laut ialah kepemilikan umum. 

Maka adanya upaya yang dicetuskan kepala BRIN hendak mengajak kolaborasi dengan negara-negara luar haruslah dipastikan bahwa hasilnya bisa dirasakan oleh masyarakat luas.

Tinta emas sejarah yang diukir oleh peradaban Islam adalah contoh teladan sekaligus harapan negeri ini bisa menjadi pusat keunggulan riset yang memberi solusi nyata akan segala problematika hidup ditengah masyarakat. 

Sebagaimana pada era kekhalifahan Abbasiyah riset dilakukan oleh perguruan-perguruan tinggi dengan berbagai pakar. Ada pula yang dilakukan atas perintah khusus untuk tujuan tertentu misalnya riset dalam rangka menemukan berbagai inovasi teknologi guna mengantisipasi situasi bencana, kemudian dalam sisi ekonomi dilakukan riset untuk menyusun mekanisme sistem keuangan negara, bahkan dilakukan riset untuk kepentingan militer guna mengemban dakwah dan jihad. Semua riset yang di jalankan juga dimaksudkan untuk menggemakan Islam rahmatan lil alamin ke seluruh dunia. 

Pengalokasian dana yang besar untuk pembiayaan riset didapatkan dari baitul maal yakni kas negara hasil dari pengelolaan mandiri segala kekayaan yang dimiliki negara dan kerelaan dari individu-individu Muslim yang kaya turut menyalurkan biaya dalam riset dengan dorongan mendapat pahala dari Allah.

Mekanisme seperti ini akan menuntun pada keteguhan visi dan misi diadakannya riset dan tidak akan membawa negara pada posisi bergantung dengan negara luar yang memiliki kepentingan tertentu bahkan membahayakan kedaulatan negara.

Wallahu a’lam bishawwab


Oleh: Agustin Pratiwi
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar