Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Urgensi Proyek IKN: Manipulasi Pertumbuhan Ekonomi Menguras APBN


Oleh: Yeni Purnamasari, S.T 
(Muslimah Peduli Generasi)

Topswara.com -- Awal tahun 2022 menjadi harapan cerah bagi rakyat. Namun realitanya rakyat masih ketar-ketir dengan pandemi Corona. Ditambah pemerintah justru sibuk ingin melanjutkan proyek pemindahan IKN (Ibu Kota Negara) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Dengan dalih membangun peradaban dan pertumbuhan ekonomi demi kemajuan bangsa. 

Padahal proyek ini terkesan buru-buru dan kurang persiapan. Biaya pembangunan infrastruktur diketahui berasal dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta korporat. Ini semakin membebankan pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tengah pengeluaran besar untuk penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Senada dengan pernyataan Ekonom senior Institute and Finance (INDEF), Faisal Basri yang menyinggung pembiayaan proyek IKN menggunakan sebagian besar APBN. Selain itu, koalisi organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 17 LBH kantor, Yayasan Srikandi Lestari, Sajogyo Institute dan #Bersih Indonesia mengkritik persoalan yang sama. 

Pada dasarnya proyek pemindahan IKN ini tidak lebih dari mewujudkan ambisi kepentingan oligarki. Banyaknya wilayah konsesi dan pusat bisnis berbagai korporasi masuk dalam kawasan IKN. Bahayanya lagi Proyek IKN juga bakal menggusur sekitar 20.000 masyarakat adat, dari 19 kelompok adat di Penajam Paser Utara dan dua kelompok di Kutai Kartanegara (kompas.com, 23/01/2022).

Sungguh pembangunan yang bertujuan mengantarkan negara menjadi bagian dari negara maju bukanlah momen yang tepat. Saat negara sedang krisis ekonomi yang menimbulkan penderitaan, kemiskinan, dan utang luar negeri yang sudah menggunung, pemerintah memutuskan pemindahan ibu kota. Lalu dimana urgensinya? 

Hanya karena alasan kepadatan penduduk yang terjadi di DKI Jakarta, maka perlu suasana baru yang bisa mendukung pertumbuhan ekonomi. Selain itu Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi yang kaya dengan hutan, tambang, dan perkebunan sawit. Sehingga menjadi ladang penghasil keuangan negara. Sayangnya itu hanya ilusi. Justru menjadi peluang besar bagi korporasi asing yang tergiur dengan pesona alam yang melimpah untuk berinvestasi dan mengeruk keuntungan disana. 

Ditambah lagi pemerintah bersama DPR sepakat mengesahkan Rancangan Undang-undang IKN menjadi undang-undang dalam 43 hari. Kebijakan yang makin menampakkan keberpihakan pemerintah pada kepentingan oligarki dan para kapitalis. Jelas semua ini merugikan masyarakat khususnya Kalimantan, karena berpotensi menjadi ancaman kedaulatan dan bencana. Sementara bagi seluruh rakyat juga akan dirugikan karena akan membebani APBN yang sumber pendapatannya berasal dari rakyat.

Sistem demokrasi telah melahirkan oligarki. Eksistensinya makin meluas dikala berbagai kebijakan dilegalisasi. Wajar saja makin kesini ranah kekuasaan berpindah tangan pada segelintir orang yang mengatasnamakan rakyat. Ketika sudah mendapat mandat sebagai wakil rakyat, mereka merasa berhak membuat dan mengesahkan berbagai peraturan dan perundang-undangan apa saja meski tidak berpihak pada rakyat kebanyakan. Di sinilah rusaknya sistem demokrasi.

Tidak ada harapan lagi untuk mempertahankan sistem buatan manusia yang diselimuti hawa nafsu. Hanya akan menghadirkan pemimpin tunduk bahkan melindungi dan menjamin kepentingan segelintir orang, yakni para oligarki. Negara tidak mampu menjalankan perannya sebagaimana mestinya dalam mengayomi dan menjamin pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Jadi bukan malah memulihkan perekonomian, tapi masalah semakin bertambah. Bukan membantu dan meringankan beban rakyat, mustahil mendatangkan keuntungan.

Jauh berbeda dengan cara pandang Islam dalam mengatur sumber pendapatan negara yang dialokasikan di baitul maal. Sehingga seorang pemimpin dalam Islam tidak akan memprioritaskan kepentingan segelintir orang dan mengabaikan kepentingan rakyat. Apalagi hingga berani menggunakan dana umat, ia akan sangat berhati-hati dalam mengelolanya.

Terkait pendanaan dalam pembangunan negara maupun sarana umum bisa diperoleh dari beberapa pos penerimaan baitul maal. Harta-harta tersebut dikelola oleh negara yang kemudian didistribusikan demi kemaslahatan rakyat. Diantaranya pos fa'i dan kharaj meliputi ghanimah, kharaj, tanah-tanah, jizyah, fa'i dan pajak. Kemudian pos kepemilikan umum meliputi minyak bumi, gas, listrik, barang tambang, laut, sungai, selat, mata air, hutan, padang gembalaan, hima, dan sebagainya. Juga pos zakat meliputi zakat uang, komoditas perdagangan, pertanian dan buah-buahan, unta, sapi dan domba. 

Memang sudah seharusnya pemimpin mengurusi nasib rakyatnya. Pemimpin yang takut akan murka Allah jika mengabaikan amanahnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR. Muslim).

Islam bukan hanya agama yang mengatur urusan ibadah spiritual saja. Namun mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari bangun tidur hingga bangun negara. Maka sudah selayaknya seluruh perbuatan yang hendak dilakukan harus dikembalikan lagi kepada agama. Bagaimana Islam mengatur dan memberikan solusi. Termasuk dalam memilih seorang pemimpin, Islam memberikan petunjuk agar manusia tidak salah dalam memilih seorang pemimpin.

Tentunya pemimpin yang menjalankan syariat Islam secara kaffah dalam mengatur negara. Seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW, para sahabat yang menggantikan Rasulullah dan para khalifah setelahnya dalam mengatur urusan masyarakat/umat. Sehingga terwujudnya kepemimpinan yang bisa mensejahterakan umat secara menyeluruh.

Wallahu a'lam bishawab
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar