Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pupuk Langka, Adanya Mafia atau Salah Tata Kelola?


Topswara.com -- Saat musim tanam tiba, petani kebingungan tidak ditemukannya pupuk bersubsidi di pasaran. Padahal pupuk salah satu kebutuhan petani yang sangat penting, untuk meningkatkan produksi pertanian. Walaupun pupuk ada di pasaran, itupun pupuk nonsubsidi yang harganya sangat mahal.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan kelangkaan pupuk bersubsidi pada level petani, dikarenakan naiknya bahan kimia di pasar internasional. Kondisi ini juga diperparah dengan data penerimaan pupuk subsidi atau Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok yang diterapkan Kementan. Pada tahun 2021 Kementan menerapkan sebesar 24,3 juta, namun alokasi pupuk subsidi dari pemerintah hanya sembilan juta.

Sementara Anggota Komisi lV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mengatakan permasalahan pupuk subsidi berawal dari kurang akuratnya data yang terkait dengan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) tani. Perlu adanya audit ketat di setiap lini untuk meminimalisir ada penyimpangan.

Dalam hal ini diperlukan pula orang-orang yang berintegritas tinggi. Untuk memastikan bahwa pupuk bersubsidi diterima oleh petani yang berhak. Sehingga tidak jatuh ke tangan orang yang tidak berhak menerimanya. Seperti ditemukan pupuk bersubsidi berada di perbatasan luar yang rentan diselundupkan keluar negeri atau pupuk bersubsidi digunakan oleh perkebunan-perkebunan besar (liputan6.com, 31/1/2022).

Kelangkaan pupuk bersubsidi adalah persoalan yang harus segera diselesaikan. Agar hasil pertaniannya maksimal, sebab menurunnya produktivitas petani akan mempengaruhi ketahanan pangan di masa mendatang.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Tualar Simarmata mengungkapkan bahwa pemicu kelangkaan pupuk karena faktor rendahnya anggaran pupuk subsidi dari pemerintah dibandingkan dengan usulan dari petani. 

Sebagai contoh pada tahun 2020 petani mengusulkan kebutuhan pupuk dalam rencana definitif kebutuhan kelompok sebesar 26,2 juta ton. Alokasi anggaran yang ditetapkan pemerintah hanya mampu memenuhi kebutuhan 8,9 juta ton (medcom.id, 2/2/2022).

Dari tahun ke tahun kurangnya pupuk subsidi masih menjadi permasalahan tersendiri bagi petani. Sulitnya pupuk yang didapat oleh petani menjadikan produksi terganggu. Pupuk sangat diperlukan di masa pemeliharaan tanaman. 

Yang berguna untuk membantu pertumbuhan dan juga untuk pembentukan buah. Jika pada masa ini pupuk tidak diberikan,atau diberikan dengan dosis yang tidak sesuai maka akan mempengaruhi hasil pertanian. Yaitu hasil panen tidak maksimal. 

Dengan demikian wajar jika hasil petani tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Sehingga dengan mudahnya kebijakan impor diambil dengan dalih bahwa produk dalam negeri tidak maksimal.

Ketersediaan pupuk subsidi dengan harga yang terjangkau sulit didapatkan. Sementara jika petani harus pindah ke pupuk nonsubsidi jelas memberatkan karena mahalnya harga. 

Inilah dilema yang dihadapi oleh petani. Semakin menambah deretan panjang penderitaan yang mereka alami. Seharusnya sudah menjadi tugas dari pemerintah untuk mencarikan solusi atas persoalan ini.

Pemerintah harus mengambil langkah yang bertujuan untuk kepentingan petani. Bukan kepentingan pihak tertentu. Faktanya petani senantiasa buntung. Lagi-lagi produsen pupuklah yang mendulang keuntungan. 

Bagaimana tidak jika pupuk subsidi di masyarakat langka, maka mau tidak mau petani harus berpindah ke pupuk nonsubsidi dengan konsekuensi harga yang mahal. Sementara saat panen tiba, harga hasil panen justru turun.

Persoalan tata kelola dan juga kemampuan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi masih belum sepadan jika dibandingkan dengan kebutuhan petani. Sehingga kelangkaan pupuk pasti akan terjadi.

Mencoloknya harga pupuk nonhsubsidi dengan harga pupuk subsidi pemicu para mafia pupuk berperan mengambil keuntungan dari subsidi pupuk untuk kebutuhan pribadi.

Abainya peran negara dalam pemenuhan kebutuhan rakyat (petani) membuktikan buruknya tata kelola dalam sistem kapitalisme. Standar manfaat yang menonjol menjadikan para penguasa dalam sistem ini lupa bahwa rakyat adalah bagian dari tanggung jawabnya.

Berbeda jauh dengan negeri yang di dalamnya menerapkan sistem Islam. Penguasanya bertanggung jawab penuh untuk kemaslahatan umat. Yaitu memenuhi kebutuhan pokok dan menjamin kebutuhan publik rakyat.

Negara berkewajiban untuk menciptakan kondisi perekonomian yang kondusif sehingga rakyat mampu memenuhi kebutuhan pokok dan mampu memenuhi kebutuhan pelengkapnya.

Dalam aktivitas pertanian negara punya strategi kebijakan agar aktivitas ini berjalan lancar. Negara melakukan berbagai cara untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Seperti program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.

Negara bertanggung jawab menyediakan kebutuhan petani seperti benih, pupuk, bibit dan obat-obatan. Penggunaan alat-alat atau mesin pertanian yang modern dan canggih. 

Negara juga memiliki keharusan untuk memberikan modal dalam bentuk hibah kepada petani yang tidak mempunyai kemampuan untuk membeli peralatan mesin pertanian.

Negara juga berwenang melakukan pengawasan terhadap distribusi barang, baik pupuk, benih, obat-obatan yang dibutuhkan petani. Hal ini guna menekan terjadi penyelewengan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dimana tujuan mereka hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Negara juga mengupayakan agar petani mampu bekerja dengan memanfaatkan tanah- tanah yang terlantar.

Dalam Islam tanah yang terlantar selama tiga tahun berturut turut maka akan diambil alih oleh negara untuk diserahkan kepada rakyat yang mampu untuk memanfaatkannya. Dengan demikian produktivitas dalam negeri terpacu karena tidak ada lahan yang nganggur atau kosong karena tidak ditanami. 

Jadi tidak ada alasan adanya kekurangan pangan di dalam negeri. Sebab antara rakyat dan penguasa bekerjasama untuk meningkatkan produktivitas. Sehingga negara mampu mewujudkan  ketahanan pangan.

Kekuasaan dalam Islam pada hakikatnya adalah sebuah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT. Oleh karena itu para penguasa akan senantiasa berhati-hati dalam menjalankan amanahnya. Tidak mudah mengambil kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban" (HR. Bukhari & Muslim).

Waalahu a'lam bishawab


Oleh: Endang Seruni
(Muslimah Peduli Generasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar