Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penetapan Satu Harga Minyak Goreng, Membuat Ibu-ibu Jadi Panik



Topswara.com -- Selama kurun waktu empat bulan kenaikan harga minyak goreng di pasaran yang terus naik, pemerintah berupaya menstabilkan kenaikan harga tersebut dengan jalan menyeragamkan semua jenis produk minyak goreng baik yang berkualitas sedang hingga yang berkualitas terbaik. Apakah solusi yang diterapkan pemerintah ini dapat menyelesaikan masalah yang terjadi?

Kenaikan harga minyak goreng yang terus merangkak naik ditingkat pasaran hal ini membuat pemerintah agak kewalahan dalam mengantisipasi harga yang terus meningkat. Untuk mengoptimalkan kembali harga minyak goreng di pasaran menjadi stabil, pemerintah baru-baru ini melalui Kementerian Perdagangan, Muhammad Lutfi, resmi menerapkan kebijakan minyak goreng dengan satu harga (subsidi) dengan harga per-liternya Rp14.000 (m.bisnis.com, 19/01/2022).
Dengan memberlakukan kebijakan satu harga penjualan minyak goreng di tingkat pasaran, pemerintah berharap agar masyarakat tidak resah dan panik.

Kebijakan pemerintah yang menetapkan harga minyak goreng dengan satu harga menjadi solusi terbaik, alih-alih kebijakan ini menjadi polemik baru di tengah-tengah masyarakat. Karena penetapan kebijakan dengan satu harga belum merata, masih ditingkat ritel (distributor) sedangkan di tingkat pasar tradisional mereka belum mendapat subsidi harga baru.

Ini menjadi polemik bagi para pedagang eceran, karena sebelum adanya penyeragaman harga minyak goreng mereka sudah terlanjur menyetok barang dengan pembelian harga mahal. Untuk menjual kembali dengan harga yang sudah ditetapkan itu merupakan hal yang sangat sulit dilakukan karena mengakibatkan kerugian yang besar bagi para pedagang. Walaupun pemerintah sudah memberikan keringanan bagi para pedagang eceran untuk menjual stok barang yang ada dihabiskan, baru boleh membeli dan menjual dengan harga yang baru.

Para pedagang masih boleh menjual stok barang yang masih ada, kemungkinan para konsumen terutama para ibu, mereka akan memilih dan membeli harga yang jauh lebih murah. Inilah polemik yang dialami para pedagang tradisional seperti memakan buah simalakama dimakan mati emak tak dimakan mati bapak (dijual rugi tak dijual tak dapat penghasilan).

Kebalikan yang terjadi dengan adanya penurunan harga minyak goreng yang sudah dijual di tingkat ritel modern, seperti swalayan dan market, disambut antusias masyarakat khususnya para ibu rumah tangga. Tetapi dengan adanya penurunan harga minyak goreng tersebut bukan dimanfaatkan para ibu untuk sekedar memenuhi kebutuhan di saat itu saja, tetapi malah menjadi arena aji mumpung (mencari kesempatan). Mereka para ibu langsung melakukan pembelian minyak goreng secara berlebihan (memborong). Ini dilakukan adanya kekhawatiran para ibu kemungkinan sewaktu-waktu minyak goreng sulit didapat dan kemungkinan harga naik kembali.

Tindakan yang dilakukan para ibu (konsumen) dalam memborong minyak goreng (panic buying), menurut ketua harian YLKI, Tulus Abadi, ia menyatakan ini wujud kesalahan pemerintah dalam menerapkan kebijakan pemasarannya. Lebih lanjut ia menyampaikan seharusnya dalam membuat kebijakan pemerintah harus mengamati perilaku konsumen. Ia menyatakan YLKI mendesak pemerintah untuk mengatur Domestik Market Obligation (DMO). Lebih lanjut ia menyatakan Indonesia sebagai penghasil minyak sawit terbesar seharusnya punya kemampuan mengatur hal tersebut. (m.bisnis.com, 24/01/2022).

Inilah kesalahan kebijakan yang dibuat oleh sistem kapitalis, yakni, subsidi yang diterapkan bersifat umum, yang seharusnya dibuat untuk menyejahterakan rakyat, alih-alih kebijakan ini rentan salah sasaran. Sebab dengan subsidi yang bersifat terbuka bisa mempermudah munculnya masalah baru. Seperti kemampuan keuangan masyarakat yang lebih baik, maka akan mempermudah praktik panic buying dan ini akan memperbesar praktik penimbunan barang oleh oknum tertentu dan untuk keuntungan pribadi.

Padahal dalam kepemimpinan Islam, penguasa tidak akan membiarkan hal ini menjadi berlarut-larut. Kelangkaan dan mahalnya harga barang untuk kebutuhan rakyatnya akan langsung ditangani dengan cepat. Penguasa akan bertindak cepat dengan menginstruksikan para pejabat daerah setempat yang mengalami kelangkaan dan mahalnya harga barang untuk segera menyuplai kembali kelangkaan barang yang terjadi di tengah-tengah pasar. 

Hal ini dilakukan Khalifah untuk mencegah terjadinya pembelian secara berlebihan (panic buying) di tengah masyarakat. Karena dalam Islam perbuatan menimbun barang sangat dibenci Rasulullah SAW. “Tidaklah seseorang melakukan penimbunan melainkan dia adalah pendosa.” (H.R. Muslim).

Orang yang menimbun barang maka ia berdosa. Karena perbuatan menimbun barang tersebut merupakan bagian dari sifat tamak. Akibat perbuatan tamak tersebut bisa mengakibatkan kesulitan dan kesengsaraan banyak orang. Maka dalam hal ini perbuatan menimbun barang diharamkan dalam ajaran Islam, ini bertujuan untuk merealisasikan kemaslahatan umat serta mencegah dari kemudaratan. Wallahualam bissawab.[]

Oleh: Rismayana (Aktivis Muslimah)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar