Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Panic Buying: Adakah Penetapan Satu Harga dalam Islam?


Topswara.com -- Selama pandemi Corona, fenomena panic buying sering terjadi di Indonesia. Untuk diketahui, panic buying merupakan tindakan membeli sejumlah besar produk atau komoditas tertentu, karena ketakutan tiba-tiba akan kekurangan atau terjadinya kenaikan harga di waktu yang akan datang.

Di Indonesia, beberapa barang menjadi sasaran panic buying karena dianggap sulit ditemukan hingga langka. Seperti halnya pertama kali virus Corona masuk ke Indonesia, masker, hand sanitizer, temulawak, dan susu beruang pernah ramai-ramai dibeli, bahkan adanya indikasi penurunan barang.

Selain itu baru baru ini harga minyak goreng yang melambung hingga Rp28.000 per liter mulai dicari oleh warga. Sehingga, ketika pemerintah mensubsidi dan memperlakukan memberlakukan kebijakan minyak goreng dengan satu harga di seluruh Indonesia  dengan satu harga sebesar Rp14000 per liter.

Warga membludak toko dan waralaba untuk mendapatkan minyak goreng harga murah. Berdasarkan informasi dari kementerian perdagangan kebijakan ini tidak hanya dibuka beberapa hari atau minggu saja, melainkan enam bulan lamanya.

Namun, ternyatanya panic buying tidak bisa terus dihindari di hari pertama pemberlakuannya. Banyak toko langsung kehabisan stok minyak goreng. Sebagian masyarakat tidak kebagian. Lantas, mengapa orang mudah panik baik, melihat fenomena panic buying yang semacam ini, yayasan lembaga konsumen Indonesia (YLKI) memandang ada beberapa aspek yang perlu disorot.

Subsidi yang bersifat terbuka dan salah sasaran, sebab semua bisa mengakses dengan mudah. Potensi munculnya panic bayinya yang dilakukan oleh konsumen dengan kemampuan finansial baik akan sangat besar, bahkan mungkin saja akan menjadi penimbunan oleh oknum untuk keuntungan pribadi. (Kompas.com)

Indonesia adalah negara paling besar produksi kelapa sawit yang terbesar, tapi mengapa harga minyak goreng pada saat ini melambung tinggi, sehingga terjadi panic buying pada masyarakat. Ini terjadi karena pengelolaan produksi minyak goreng di Indonesia tidak tertata baik, sehingga kebutuhan pokok masyarakat tidak terpenuhi dengan baik.

Ini terjadi karena kondisi pengaturan penyediaan suplai bahan pangan yang tidak terjadi, sehingga tidak terjadi penguasaan pasokan pangan oleh korporasi untuk kasus minyak goreng ini, kuncinya ada di pengaturan tanah atau lahan. Mayoritas dari perusahaan perusahaan sawit itu membabat hutan untuk perkebunan sawit. 

Seharusnya, hutan menjadi kepala bagian dari kepemilikan umum, tidak boleh dikuasai oleh satu pihak tertentu dengan demikian perlu ada pengaturan untuk mencegah korporasi, dengan mengambil alih kekuasaan terhadap lahan milik umum. 

Ia akan menghilangkan dominasi negara mereka terhadap penyediaan suplay bahan pangan. Inilah penyebabnya, sehingga produksi minyak goreng saat ini terjadi kenaikan harga yang melambung tinggi, disebabkan tata pengelolaan dari mulai tanah perkebunan sawit, sehingga bisa memproduksi minyak goreng tidak diatur dengan aturan Islam.

Sehingga terjadi kelangkaan di pasaran yang menyebabkan konsumen atau masyarakat ketakutan, akan tidak terpenuhi kebutuhan mereka karena minyak goreng itu adalah kebutuhan pokok sehari-hari, yang semestinya negara itu mengatur urusan kebutuhan pokok masyarakat dan mudah untuk mengaksesnya.
Ini akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme dalam mengolah komoditas bahan pokok kebutuhan masyarakat. 

Oleh karena itu, dalam Islam polemik harga naik turunnya minyak goreng itu semuanya tidak terlepas dari kebijakan. Kebijakan yang dilakukan para pemain produksi, konsumsi dan distribusi. Jadi adanya polemik minyak goreng bukan hanya soal kelangkaan sehingga harga minyak ini tidak stabil namun berhubung harga adalah alat pengendali dalam sistem kapitalisme, maka sangat luasa mereka bermain sehingga dapat meraih provit sebesar besarnya, dalam wujud kebijakan apa pun.

Di sini tak heran para modal dalam sistem kapitalisme akan menciptakan mekanisme harga atau struktur harga komoditas di pasaran, karena menurut mereka harga akan mempengaruhi keseimbangan ekonomi secara  otomatis.

Dalam hal ini berbeda dengan tata cara aturan sistem ekonomi Islam, Allah SWT telah memberikan hak kepada setiap orang untuk membeli dengan harga yang ia sukai. Sebagaimana sesungguhnya jual beli itu sah karena sama-sama suka. (HR.Ibnu Majah)

Namun, ketika negara mematok harga untuk umum maka Allah SWT telah mengharamkan. Allah melarang tindakan memberlakukan harga tertentu, barang dagangan untuk memaksa masyarakat agar melakukan transaksi jual beli sesuai patokan tersebut.

Sebagaimana hadis harga pada masa Rasulullah SAW. Harga pernah membubung. Lalu mereka melapor, “Ya Rasulullah, seandainya saja harga ini engkau patok tentu tidak membubung seperti ini”. Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah lah yang maha pencipta, mengapa genggam, menghafal melapangkan, maha pemberi rezeki dan maha menentukan harga”. Sesungguhnya aku sangat ingin menghadap ke hadirat Allah,  sementara tidak ada seorang pun yang menuntut karena suatu Kedzaliman yang aku lakukan kepadanya dalam masalah harta dan darah. (HR Ahmad).

Dalam Islam tidak ada praktek panic buying kondisi ini hanya ada pada masa penerapan sistem ekonomi kapitalisme, yang menyebabkan kelangkaan minyak dan harganya melambung, dan tidak adanya stok barang ini memang menimbulkan kepanikan, hal ini terjadi masa peperangan, krisis politik, pandemi dan sebagainya.

Yang memang merupakan akibat tidak tercukupinya barang di pasaran, karena adanya penimbunan barang atau karena barangnya memang sedang langka. Solusi masalah ini bukan dengan mematok harga, melainkan jika ada kelangkaan barang terjadi karena penimbunan, penimbunan tersebut jelas Allah haramkan. 

Kelangkaan barang terjadi karena barangnya memang langka, maka penguasa harus melayani kepentingan umum tersebut penguasa penguasa adalah bertugas untuk mencukupi kebutuhan pokok masyarakat, karena berfungsi sebagai mengurus urusan umat yang semestinya ini dicukupi oleh kantong kantong logistik yang bersangkutan, sehingga keberadaan barang itu terjaga, dan tidak harus menjadi langka dengan demikian tidak ada lagi harga melambung atau kelangkaan barang ini.

Tidak ada jalan lain yang menjadikan solusi kelangkaan suatu barang kembali kepada sistem, yang diberlakukan saat ini yang tidak berpihak kepada masyarakat maka kita beralih kepada sistem yang diturunkan Allah SWT, untuk menjadikan rahmatan lil alamin, sehingga tidak ada lagi keadaan yang akan menyengsarakan. Oleh karena itu, sistem Islamlah yang menjadi solusi.Wallahu a’lam bissawab.


Oleh: Kania Kurniaty
(Aktivis Muslimah Ashabul Abrar Kayumanis Bogor)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar