Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Parenting Hebat dari Huma Hatun


Topswara.com -- Nama Huma Hatun memang tak setenar nama putranya yang melegenda dalam dunia Islam. Bahkan Nama putranyalah yang lebih orang kenal dibanding nama beliau yang telah berjasa besar membentuk kepribadian putranya yang hebat itu.

Ya, beliau adalah Huma Hatun, ibunda sang penakluk Konstatinopel, Muhammad Al Fatih. Kisah pengasuhannya terhadap putranya yang hebat itu juga tak banyak didengar bahkan diangkat ke permukaan. Namun, siapapun yang mengetahuinya, akan berdecak kagum dan terinspirasi.

Beliau menang tak mengenal istilah parenting seperti yang ada saat ini. Yang diketahui oleh ibunda para ulama, mujahid, penakluk, sekaligus pemimpin umat adalah bagaimana mencetak generasi penjaga Islam yang tangguh. Berkepribadian Islam yang kuat, memiliki daya dan semangat juang tinggi untuk mewujudkan bisyarah Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wassalam.

Terkisah, semenjak Muhammad Al Fatih lahir, ibunya akan membawa Muhammmad Al Fatih pergi keluar dari istana dan berdiri di sebuah tebing, di mana tebing itu menghadap ke arah Konstatinopel. Ibunya akan berkata :
“Wahai anakku, di sana terdapat kota Konstatinopel. Dan Rasulullah SAW bersabda: "Konstatinopel itu akan ditawan oleh tentara Islam. Rajanya (penakluknya) adalah sebaik-baik raja, dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara. Ketahuilah anakkku, engkaulah orangnya”

Setiap hari, tanpa bosan, ibunya buat begitu. Sejak dalam gendongan, sampai Muhammad Al Fatih bisa berjalan. Dia akan membawa Muhammad al Fatih ke tebing itu dan membacakan hadis Rasulullah SAW tersebut.

Setelah salat Subuh, Ibu Muhammad Al Fatih mengajarinya tentang geografi, garis batas wilayah Konstatinopel. Ia berkata. “Engkau -Wahai Muhammad- akan membebaskan wilayah ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW.” Muhammad kecilpun bertanya, “Bagaimana aku bisa membebaskanwilayah sebesar itu wahai ibu?” “Dengan Al-Qur’an, kekuatan, persenjataan, dan mencintai manusia,” jawab sang ibu penuh hikmat.

Akhirnya, kita dapat melihat, dari tangan ibu yang juga bercita-cita besar, sabar dan tabah mendidik anaknya untuk menjadi seorang yang hebat. Lahirlah seorang sultan, yang pada umurnya yang sangat muda, yakni 23 tahun, dia berhasil menaklukan Konstatinopel dalam waktu sebulan lebih. Sedangkan kaum muslimin telah berusaha 800 tahun sebelumnya dan tidak berhasil. (Menjadi Muslimah Negarawan, 2016)

Demikianlah harusnya para ibu memiliki konsep parenting dalam mengasuh, mendidik dan mencetak putra putrinya. Bisa dipahami, semua orang tua bahkan ibu pasti menginginkan putra putrinya menjadi orang saleh dan salehah. 

Karena itu, yang perlu dilakukan adalah memiliki ilmu Islam dalam mendidik anak. Mencitai ilmu Islam, memastikan semua yang dipelajari sampai juga kepada putra-putrinya hingga mereka terdorong untuk mengamalkan dan menegakkannya dimanapun dan sampai kapanpun.

Tidak hanya akhlak dan adab, namun penting juga mengajak anak-anak untuk taat, dan bersabar dalam menegakkan perintah dan menjauhi larangan Allah sejak dini. Menegakkan syariat dalam setiap aktivitas kesehariannya. Menjalin silaturrahim dan ukhuwah, juga menjaga persatuan umat.

Bukan sesuatu yang berlebihan juga ketika seorang ibu memperkenalkan, mempersiapkan, dan membekali anak dengan wawasan dunia yang lebih luas, tentu dengan kacamata ideologi Islam. Karena sadar atau tidak, mereka adalah calon pemimin umat. Calon pengisi peradaban kegemilangan Islam di masa depan. 

Mempersiapkan mereka menjemput dan menyambut Bisyaroh Rasulullah SAW selanjutnya yakni kemenangan islam atas Roma dan tegaknya kembali Daulah Khilafah Islamiyah ‘ala minhajin nubuwwah. 

Tentang bagaimana mereka harus menjaga persatuan umat, tidak hanya  tentang bagaimana di daerahnya saja. Tapi juga seluruh manusia secara umum, dan kaum Muslim secara khusus. Tentang bagaimana mereka harus berjuang sekuat tenaga untuk membebaskan manusia dari penghambaan pada selain Allah. Pun harus disampaikan dengan makruf dan sesuai tingkat pemahamannya.

Generasi Pemersatu Tidak Lahir dari Parenting Kebangsaan

Lihat, bagaimana heroiknya Muhammad Al Fatih menaklukan Konstatinopel. Bukan untuk sekedar manguasai wilayah, namun berjuang untuk membebaskan manusia dari penghambaannya pada selain Allah dan menyatukan umat manusia menjadi kesatuan umat yang berada dalam penjagaan Islam.

Tentu saja, untuk melahirkan anak-anak yang bervisi masa depan menyambut bisyarah Rasulullah SAW, bercita-cita mulia menjadi penjaga sekaligus pejuang untuk mempersatukan umat di seluruh dunia tidak akan terwujud dengan parenting kebangsaan yang gencar digaungkan oleh pemerintah saat ini. 

Karena sejatinya, parenting kebangsaan ini justru mengajarkan nasionalisme pada anak dan keluarga. Konsep berpikir untuk mencintai negerinya saja, tiidak dengan yang lain. Ini berbahaya bagi kesatuan umat Muhammad di seluruh dunia. 

Pola asuh ini juga berpotensi besar mengikis semangat berislam kaffah dalam keluarga yang makin marak hari ini. Asumsi bahwa semangat berislam kaffah ini akan menjadi ancaman bagi kehidupan bernegara seolah menjadi alasan pemerintah untuk menumbuhkan dan menguatkan kembali sikap kebangsaan. Tentu atas dasar toleransi dan moderasi.

Karena itu, sudah saatnya para Ibu mengambil Islam kaffah kembali sebagai satu-satunya konsep dasar dalam mendidik dan mengasuh anak, untuk menjadikan generasi Islam yang siap menyambut dan menjemput bisyarah Rasulullah SAW.  selanjutnya, dan bukan Parenting Kebangsaan sebagaimana digaungkan hari ini. 

Wallahu a’lam bishawwab


Oleh : Widya Tantina
(Pegiat Literasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar