Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Begini Indikasi Orang Tua Tanpa Sengaja Memberi Toxic Parenting


Topswara.com -- Pakar Parenting Ideologis Iwan Januar menjelaskan beberapa indikasi orang tua tanpa sengaja memberikan toxic parenting (penerapan pola pengasuhan anak yang buruk dan berakibat negatif terhadap sang anak baik secara mental maupun jasmani).

"Beberapa indikasi toxic parenting adalah yang pertama, orang tua selalu merasa benar," ujarnya di YouTube ngaji shubuh: Toxic Parenting, Ahad (17/10/2021).

"Seringkali orang tua mengatakan kepada anak, 'Sudahlah abi ini tahu kok yang paling baik buat kamu', 'Abi, umi ini tau yang paling benar, abi enggak mungkin mengajarkan yang salah'. Ini ucapan yang sering terlontar dari orang tua tanpa terlebih dahulu mengkalibrasi, memvalidasi betul enggak yang disampaikan kepada anak atau cara menyampaiannya pada anak itu tepat," lanjutnya.

Iwan memisalkan, jika ada orang tua yang ingin anaknya rajin ibadah, tapi orang tua melakukannya dengan cara pemaksaan, kekerasan, gampang memukul dan marah. 

"Benar bahwa agama mengizinkan anak-anak itu nanti ada proses pendidikan dengan cara memukul, tapi ada mekanismenya (syariatnya)  yang diberikan tuntunannya oleh Allah SWT dan Nabi SAW, tidak asal memukul" ucapnya.

Ia mengingatkan, tidak ada manusia yang maksum kecuali Nabi SAW. "Kita ini manusia biasa, al insaan mahalul khatha’ wan nisyaan (manusia tempatnya salah dan lupa), cuma sudah tahu kita tempatnya lupa dan salah, lalu ngotot selalu merasa benar. Ini proses parenting, ketika anak meluruskan, marah. Anak memberikan satu tanggapan, marah. Karena merasa sudah yang paling benar," ingatnya.

Ia menerangkan, merasa paling benar juga bisa dilihat dari ego orang tua yang tinggi. Di mana dia memaksa anak untuk menuruti semua keinginannya. "Misalnya, anak memiliki minat untuk mendalami ilmu kedokteran, tapi orang tua ngotot agar masuk ke pondok pesantren. Karena orang tua ingin anaknya menjadi hafiz atau hafizah," terangnya.

Menurutnya, pemaksaan tersebut tidaklah benar. Karena hal tersebut akan menimbulkan kekecewaan dalam hati anak, bukan saja kepada orang tuanya, tapi juga kepada agamanya. "Inilah dampak toxic parenting, hingga ada anak yang mengatakan, 'O, begitu ya, yang namanya Islam kaffah itu'. 'O, begitu ya yang namanya Islam mewajibkan untuk taat kepada perintah orang tua'," katanya.

Iwan menyarankan, orang tua harus memahami bahwa menjadi seorang alim ulama ataupun menjadi dokter hukumnya fardhu kifayah. 

"Yang umat butuhkan bukan hanya ulama, ahli tafsir, ahli hadis, ahli fiqih, tapi juga membutuhkan ahli di bidang kedokteran, biologi, dan farmasi. Ini sama-sama di dibutuhkan oleh umat, maka janganlah kita berpikir terlalu linier (lurus aja) bahwa untuk menjadikan anak yang salih harus masuk pesantren. Padahal ada jalan lain yang bisa menjadikan anak-anak itu  tetap salih dan salihah sambil mereka juga bisa mendapatkan cita-citanya," sarannya.

Kedua, orang tua yang seringkali melecehkan (merendahkan) kemampuan anak-anak. "Tanpa disadari, kebanyakan orang tua yang merasa kecewa, akan terlontar kata-kata atau sikap bahasa tubuh yang terkesan merendahkan kemampuan anak, seperti 'Kamu itu belajar yang serius, pakai otaklah'. Ini adalah kata-kata yang sangat tajam dan seolah-olah meragukan kerja keras anak," tuturnya.

Iwan menasihati, agar orang tua senantiasa menjadi penyemangat hidup anak dengan memberikan apresiasi berupa pujian sekecil apapun prestasi anak. Karena bagi anak, tidak ada yang paling diharapkan dan ditunggu apresiasinya, melainkan dari orang tuanya.

Ketiga, orang tua terlalu mengatur kehidupan anak. "Ini tidak hanya terjadi ketika anak-anak berusia belia, tapi  sampai mereka berumah tangga, ada orang tua yang masih campur tangan dalam pernikahan anak-anaknya. Ini yang kemudian membuat suasana panas dalam rumah tangga," lanjutnya.

Iwan membeberkan, orang tua yang terlalu mencampuri urusan rumah tangga anak justru akan membuat kegelisahan antara anak dan pasangannya (merasa tidak nyaman). "Apalagi jika anak-anak sudah mempunyai sikap, selama itu masih dalam koridor syariat, maka kita sebagai orang tua harus mengurangi kebiasaan mengatur anak, agar anak bisa mandiri," bebernya.

Keempat, orang tua membiarkan anak melakukan kesalahan dengan alasan pemakluman, 'Kan masih anak-anak, enggak apa-apa'. 

"Misalnya, kalau kita ajak anak bertamu ke rumah seseorang, maka kita harus mengingatkan agar anak tidak masuk ke rumah orang dan langsung ke mana-mana mengambil barang-barang tuan rumah tanpa meminta izin terlebih dahulu. Nah, Orang tua harus mengajarkan adab ketika bertamu dan bermain. Ini seringkali tidak dilakukan orang tua dengan alasan pemakluman itu tadi," pungkasnya.[] Nabila Zidane
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar