Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Meraup Untung dari Tes PCR?


Topswara.com -- PCR merupakan istilah dalam metode pemeriksaan medis untuk mengetahui adanya Covid-19 dalam tubuh seseorang. Sehingga PCR sangat penting dalam menegakkan diagnosa Covid-19. Namun, dalam sistem kapitalis keadaan ini dimanfaatkan untuk meraup keuntungan. Tes PCR dijadikan ladang bisnis dengan keuntungan yang tak sedikit.

 Para pengusaha yang bergerak di bidang kesehatan menilai, harga eceran tertinggi (HET) tes usap Polymerase Chain Reaction (PCR) yang ditetapkan pemerintah Rp 275.000 (Jawa-Bali) dan Rp 300.000 (luar Jawa-Bali) cukup memberatkan pelaku usaha kesehatan (kumparan.com, 13/11/2021).

 “Rumah sakit, klinik dan lab dapat dikategorikan terdesak. Jika tidak melakukan layanan, mereka akan ditutup, tapi kalau mereka melakukan ya buntung,” kata Randy yang merupakan Sekretaris Jenderal Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia (solopos.com, 13/11/2021)

Harga tersebut masih sangat tinggi untuk masyarakat Indonesia yang notabenya rakyat ekonomi menengah kebawah. Apalagi saat keadaan pandemi seperti sekarang, untuk bertahan hidup saja sulit.  Masih ingatkah dulu saat awal pandemi? Harga PCR mencapai jutaan rupiah yang sangat memberatkan rakyat. 

Ada pula istilah “PCR Ekspress” hasil lebih cepat jadi dan harga mencapai tiga kali lipat lebih mahal. Semantara virus covid 19 yang terus berefolisi mengintai kita namun tetap saja mengedepankan kepentingan bisnis. Adapun langkah pemerintah menagani harga PCR yang mahal dengan mengimbau agar HET tes PCR dihargai semurah mungkin agar terjangkau. Solusi ini tidak benar-benar menyelesaikan akar masalah.

Dalam keadaan pandemi ataupun tidak, seharusnya semua layanan kesehatan termasuk didalamnya pemeriksaan pendukung seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah. Sehingga rakyat tidak harus mengeluarkan biaya sepeserpun alias gratis. 

Namun dalam sistem kapitalis hal itu bagaikan mimpi disiang bolong, tidak mungkin terjadi. Karena sistem kapitalis memandang segala suatu dengan ukuran keuntungan materi. Walaupun merugikan rakyatnya sendiri. Banyak kemadharayan yang didapat rakyat saat kesehatan dijadikan lahan bisnis. 

Misalnya dalam pandemi ini pemerintah membiarkan para pengusaha bersaing dalam mengambil keuntungan besar dari bisnis di bidang kesehatan. Mulai dari harga masker, APD yang melambung hingga harga PCR yang tak kalah mahal. Sangat miris saat tahu dimana bisnis tes PCR sebagian dipegang oleh pengusaha milik pejabat negara. 

Kita sebagai rakyat harus membayar kepada pengusaha tersebut. Nyawa dan kesehatan rakyat yang seharusnya dilindungi malah dijadikan sasaran bisnis.  Keselamatan rakyat dipertaruhkan menjadi jalan bagi kapitalis mengeksploitasi hajat dasar publik. 

Negara berlepas tangan atas tanggungjawab sebagai penyedia layanan kesehatan. Negara menganggap masalah kesehatan sebagai urusan individu. Padahal seharusnya negara sebagai pelindung dan pengurus rakyat dalam segala aspek kehidupan. 

Bandingkan dengan sistem Islam yang mewajibkan negara menyediakan fasilitas dan layanan kesehatan secara gratis dan berkualitas kepada semua rakyatnya tanpa memandang status sosial-ekonominya.

Walaupun gratis, pelayanan kesehatan tidak asal-asalan, memberikan layanan yang berkualitas. Tidak mengalihkan tanggung jawab tersebut kepada swasta, mengkomersilkan tes PCR dan menjadikan ladang bisnis.

Pada saat Rasulullah sebagai kepala negara, Nabi Muhammad SAW. pun menyediakan dokter gratis untuk mengobati Ubay. Pada saat Rasulullah SAW. mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat (HR Muslim).

Saat Umar bin al-Khaththab ra menjadi pemimpin negara, beliau juga menyediakan dokter gratis untuk mengobati Aslam (HR al-Hakim).

Dalam riwayat lain menyebutkan bahwa, serombongan orang dari Kabilah ‘Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah SAW selaku kepala negara kemudian meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal di dekat Quba’. Mereka diperbolehkan minum air susunya secara gratis sampai sembuh (HR al-Bukhari dan Muslim).

Itu semua merupakan dalil yang menyatakan bahwa pelayanan kesehatan dan pengobatan adalah kebutuhan dasar yang wajib disediakan oleh negara secara gratis untuk seluruh rakyat.

Pemberian jaminan kesehatan seperti itu  tentu membutuhkan dana yang banyak. Pembiayaan dalam sistem islam dapat dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum dari hasil hutan, tambang, minyak dan gas, dan sebagainya. Juga dari sumber-sumber kharaj, jizyah, ghanîmah, fa’i, ‘usyur dan pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu sangat cukup  untuk memberikan pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat secara gratis dan berkualitas.

Dalam sistem Islam setiap masalah akan diatasi sampai tuntas hingga akatnya hitung-hitunga untung rugi. Inilah yang harus umat islam perjuangkan karena hanya dengan menerapkan sistem Islam seperti yang Rasulullah SAW dan diikuti Khulafaur Rasyidin dan generasi selanjutnya, kesejahteraan umat dalam berbagai aspek dan keadilan dapat terwujud. Wallah a’lam bi ash-shawab

Oleh: Najiha Rasyida
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar