Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Khilafah dan Jihad: Penjaga Kemuliaan Islam dan Kaum Muslimin


Topswara.com -- Ijtima Ulama Komisi Fatwa se Indonesia ke-VII membahas makna jihad dan khilafah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ijtima ulama yang digelar Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut merekomendasikan agar masyarakat dan pemerintah tidak memberikan stigma negatif terhadap makna jihad dan khilafah.

Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh menerangkan pada dasarnya sistem kepemimpinan dalam Islam bersifat dinamis. Sesuai dengan kesepakatan dan pertimbangan kemaslahatan yang ditujukan untuk kepentingan menjaga keluhuran agama (hirasati al-din) dan mengatur urusan dunia (siyasati al-duniya). (Republika.co, 11/11/21)

Pernyataan ini patut diapresiasi, di tengah opini monsterisasi terhadap khilafah, meskipun tidak juga dikatakan khilafah sebagai satu-satunya sistem pemerintahan di dalam Islam. Pun MUI menolak pandangan yang memaknai jihad  dengan semata-mata perang.

Tak cukup dengan hanya menghapus cap negatif terhadap ihilafah dan jihad. Namun seyogyanya ulama mengurai bahwa khilafah adalah sistem pemerintahan yang dicatat sejarah mampu menjadi solusi problematika umat. Mewujudkan persatuan kekuatan Muslim seluruh dunia dan membela Muslim tertindas di penjuru manapun dengan jihad.

Khilafah Sistem Warisan Rasulullah SAW

Secara bahasa khilafah berasal dari kata خَلَفَ - يَخْلُفُ yang berarti mengganti.
Adapun secara syar'i menurut Imam Ibnu Khaldun (w.808 H), khilafah adalah pengaturan seluruh rakyat sesuai dengan aturan syariat Islam demi merealisasikan kemaslahatan dalam urusan akhirat maupun dunia, yang kembali pada kemaslahatan akhirat mereka. Beragam keadaan di dunia dalam pandangan As-Syari' (Allah) diperhitungkan jika bermaslahat bagi kehidupan akhirat. Maka pada hakikatnya imamah adalah penerus peran dari pengemban syariat (Rasulullah SAW) dalam menjaga agama dan mengatur urusan dunia dengan Islam.

Khilafah dipimpin oleh seorang khalifah atau Amirul Mukminin. Sahabat Rasulullah SAW. Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah khalifah yang pertama, beliaulah pengganti Rasulullah SAW dalam hal kepemimpinan dan dilanjutkan oleh khilafah selanjutnya hingga sulthan Abdul Hamid II sebagai khalifah terakhir dari Turki Ustmani.

Khilafah adalah sebuah negara yang menerapkan syariat Islam secara total. Syariat inilah yang menjadi hukum sekaligus solusi segala problematika bernegara dari ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya hingga pertahanan keamanan. Kesempurnaan syariat Islam yang mapan mampu menjawab segala persoalan dengan paripurna.

Di bidang ekonomi misalnya, sistem politik ekonomi Islam akan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya individu per individu bukan semata pendapatan perkapita yang menyimpan kesenjangan dan ketidakadilan. APBN negara tidak akan bertumpu pada pajak terlebih hutang, karena banyaknya sumber-sumber pendapatan yang dapat digali, yaitu fai, kharaj, kepemilikan umum dan zakat.

Kekayaan alam yang menjadi milik umum akan dikelola oleh negara dan tidak akan diserahkan untuk swasta terlebih pihak asing. Hasil yang diperoleh akan dikembalikan lagi kepada rakyat sebagai pemiliknya. Dengan demikian tidak akan ada perampokan kekayaan alam secara legal seperti yang terjadi saat ini.

Di bidang politik luar negeri maka visi negara khilafah adalah dakwah dan jihad. Khilafah akan memetakan negara-negara asing sesuai dengan pandangan mereka terhadap Islam dan kaum Muslim. Khilafah adalah negara berdaulat yang tidak akan tunduk pada intervensi negara manapun, termasuk juga berbagai organisasi dunia. Pergaulan dan kerja sama luar negeri dibatasi dengan aturan-aturan syariat. Dakwah dan jihad semata-mata untuk meninggikan kalimatullah dan tersebarnya cahaya Islam ke penjuru dunia.

Jihad adalah Perang

Adapun jihad secara bahasa berasal dari kata جَاحَدَ - يُجَاحِدُ artinya bersungguh-sungguh.
Syara' menggunakan kata jihad dengan makna qital (perang).  Menurut Al-hafidz Ahmad bin 'Ali bin Hajar al 'Asqalani, makna syar'i dari jihad adalah mencurahkan seluruh kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir.

Jihad bisa secara ofensif (menyerang) yang hukumnya adalah fardhu kifayah. Juga bersifat defensif yakni mempertahankan diri ketika diserang, dan ini hukumnya fardhu 'ain.

Jihad adalah ajaran Islam yang wajib diperhatikan oleh kaum Muslim. Ketika jihad dilalaikan maka kewibawaan umat pun hilang, kaum Muslim pun terinjak-injak harga dirinya. Seperti saat ini banyak umat Islam yang tertindas secara fisik, namun tidak ada yang mampu menghentikannya.

Bahkan negara adidaya seperti Amerika pun tidak mengharamkan perang untuk menyebarkan ideologi dan hegemoninya seperti yang kita telah saksikan di Irak dan Afganistan. Maka tak mungkin kaum Muslim hanya menjadi target sasaran dan berdiam diri mati sia-sia tanpa perlawanan.

Seruan tentang jihad misalnya ada pada Qs. At-taubah: 29

قَاتِلُوا الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَلَا يُحَرِّمُوْنَ مَا حَرَّمَ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَلَا يَدِيْنُوْنَ دِيْنَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حَتّٰى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَّدٍ وَّهُمْ صَاغِرُوْنَ 

"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang telah diberikan Kitab, hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk."

Kaum Muslim membutuhkan institusi untuk menerapkan Islam secara sempurna. Institusi itu adalah khilafah. Menjadi tugas dari ulama dan seluruh pengemban dakwah untuk membentuk kesadaran publik tentang pentingnya menegakkan kembali khilafah.

Dengan izin Allah khilafah akan tegak kembali guna menerapkan dan  menyebarkan Islam keseluruh dunia agar teraih berkah dengan tegaknya syariah. Menghalangi tegaknya hanyalah kesia-siaan bagai menghalangi terbitnya mentari di pagi hari. Karena Rasulullah SAW telah bersabda:


تَكُوْنُ النُّبُوَّة فِيْكُمْ مَا شَاء اللهُ أَنْ تَكُوْنَ، ثُم يَرْفَعَهَا الله إِذَا شَاء أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّة فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعَهَا الله إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا عَاضًا فَيَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعَهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُم تَكُوْنُ مُلْكًا جَبَرِيَّةً فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعَهَا اللهُ إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ

"Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian. Ia ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Lalu Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Lalu Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada kekuasaan yang zalim. Ia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Kemudian Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya.  Lalu akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan. Ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad, Abu Dawud ath-Thayalisi dan al-Bazzar).


Wallahu a'lam bishawwab

Oleh: Ersa Rachmawati
(Pegiat Literasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar