Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Nonmuslim Semakin Merendahkan Kehormatan Islam


Topswara.com -- Media asing telah bertindak lancang. Menyampaikan keberatannya terhadap suara azan dan mengekspos pandangan negatifnya terhadap syiar Islam di negeri mayoritas Muslim ini.

Melalui artikel bertajuk “'Piety or noise nuisance? Indonesia tackles call to prayer volume backlash' (Ketakwaan atau gangguan kebisingan? Indonesia mengatasi reaksi volume adzan). Agence France-Presse (AFP), agensi berita internasional yang berpusat di Paris, Prancis, dengan lancang menyampaikan keberatannya terhadap suara azan dan mengekspos pandangan negatifnya terhadap syiar Islam.

Ragam bentuk kebencian serta cercaan terhadap simbol dan syiar Islam ditunjukkan oleh media asing, dari beberapa negeri minoritas Muslim. Seolah tak ada matinya, mereka nyinyir menampakkan kebencian terhadap simbol dan syiar Islam. Mungkin jika tak mencerca Islam, mereka tak akan tenang.

Seperti salah satu media internasional Agence France-Presse (AFP)—berpusat di Paris—yang menyoroti suara adzan di Jakarta. Mereka memuat berita “Ketakwaan atau gangguan kebisingan? Indonesia mengatasi reaksi volume adzan”. AFP menyebut masyarakat memahami azan sebagai simbol kebesaran dan isu suara azan bisa memecah belah masyarakat. (news.detik, 14/10/2021).

Sebelumnya, media asing AFP telah melaporkan salah satu warga Jakarta, yang bangun tiap pukul 03.00 pagi karena pengeras suara yang begitu keras dari masjid di pinggiran Jakarta saat adzan berkumandang.
Media lokal Prancis, RFI, juga turut melaporkan hal serupa. Menurut laporannya, keluhan soal pengeras suara yang bising semakin meningkat di media sosial.

Dikutip Poskota.co.id dari laman resmi MUI, suara azan memang beberapa kali sempat jadi sorotan di sejumlah negara. Mulai dari banyak yang risih, sampai ada yang memparodikannya jadi lelucon. Beberapa waktu lalu, pogram televisi di Korea Selatan melalukan remix terhadap potongan azan. 

Aksi ini pun menuai protes keras dari warganet dunia. Selain itu, dia juga menyayangkan aksi di salah satu program di TV Korea Selatan yang menayangkan program yang meremix azan dalam musik DJ. Hal itu dinilai sangat merendahkan, karena azan tidak pantas dijadikan instrumen musik DJ, apapun alasan dan niatnya.

Di saat yang sama di negeri Muslim minoritas, Al-Qur'an pun bahkan tak boleh diakses hingga perangkat teknologi dibatasi menyajikan .
Tidak hanya itu, bentuk kebencian terhadap syiar Islam juga ditampakkannya.

Salah satu aplikasi Al-Qur’an paling populer di dunia dihapus dari App Store di Cina atas permintaan pejabat setempat. Mereka menghapus aplikasi Quran Majeed karena berisi konten yang memerlukan dokumentasi tambahan dari otoritas Cina. Padahal, aplikasi tersebut memiliki hampir satu juta pengguna di Cina dan jutaan Muslim lainnya di dunia. (suara.com, 16/10/2021).

Sungguh hal ini tidak seharusnya ditoleransi oleh seluruh umat Islam. Sebab telah terang-terangan menyudutkan simbol serta syair Islam. Tampak jelas, media asing begitu lancang menyampaikan keberatannya terkait suara azan, pun mengekspos pandangan negatif terhadap syiar Islam dari negeri mayoritas Muslim. Di Cina, Al-Qur’an bahkan tak boleh diakses lewat perangkat teknologi di sana. Kapan kebencian dan cercaan tersebut akan berhenti ?

Sudah semakin jelas bahwa misi mereka dari awal untuk menjauhkan umat Islam dari ruh Islamnya. Awalnya cara mereka itu tidak bisa kita lihat dengan kaca mata awam. Hanya bisa dilihat oleh orang  yang benar-benar mau berfikir cemerlang. Namun kini orang awam sudah bisa melihat dengan jelas misi misi mereka (musuh musuh Islam).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun angkat bicara. Sekjen MUI Buya Amirsyah sangat menyayangkan pemberitaan tersebut. Pasalnya, saat ini sudah ada pengaturan pengeras suara masjid, seperti disampaikan Dewan Masjid Indonesia (DMI).

Anggota Komisi Fatwa MUI K.H. Mukti Ali Qusyairi juga mengatakan azan adalah kalimat (lahfudz) jalalah yang menganggungkan Allah SWT,  sehingga tidak patut dan tidak pantas apabila diucapkan di tempat-tempat maksiat, dll. MUI yang merupakan lembaga representasi ulama di Indonesia hanya bisa menunjukkan sikap keberatan atas pemberitaan media asing tanpa bisa banyak berbuat. 

Umat Islam pun seolah bersikap lembek saat cercaan terhadap simbol dan syiar Islam merebak. Mengapa demikian? Hal ini terjadi karena umat tak lagi memiliki wibawa dan tak ada pemimpin yang menerapkan Islam kaffah. Walhasil, hinaan serta cercaan terus berulang tanpa ada tindakan tegas.

Sementara itu, penguasa negeri ini pun tak bereaksi. Seolah tak bernyali untuk bersuara sekadar menunjukkan sikap marah atau bentuk ketidaksukaan terhadap berita media asing terkait azan tersebut. Inilah karakter dan wajah penguasa dalam sistem demokrasi kapitalistik. Tak acuh saat simbol dan syiar Islam dicerca, tetapi bersuara ketika dapat label negatif dari rakyatnya.

Siapa yang bisa mengakhiri berbagai hinaan dan cercaan dari mereka yang membenci Islam? Apakah umat Islam mengharapkan sistem sekuler bisa mengatasinya? Jelas hal itu mustahil teratasi dan justru berakhir pada kalimat, “umat harus bersabar.” Apakah maksud dari sikap sabar adalah tidak berbuat apa-apa? Bukankah sabar itu ialah mengerahkan segala daya dan upaya atas suatu perkara? 

Berarti, jika mereka meminta umat Islam bersabar, seharusnya mereka juga mengerahkan segala daya dan upaya untuk menindaknya. Pada saat yang sama, pemerintah meminta umat untuk tidak reaktif atau bertindak anarkis menghadapi para pembenci, sementara pemimpin negara tak berkata apa-apa. Wajar jika hinaan dan cercaan terhadap simbol dan syiar Islam dari musuh-musuh Islam makin menjamur.

Apa daya, kaum Muslim memang tidak memiliki pemimpin yang berani bersikap tegas terhadap pembenci Islam. Oleh karenanya, hinaan dan cercaan terhadap Islam akan selalu terjadi, baik sehari, sebulan, setahun, dan pada waktu-waktu lainnya. Setidaknya ada dua penyebab utama hinaan ini bisa terus ada. Pertama, Islam tidak lagi menjadi asas bagi kehidupan. Saat ini, musuhlah yang seolah mengatur seluruh aspek kehidupan umat Islam. Padahal, Allah SWT tegas menyampaikan: “Barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka kehidupan menjadi sempit.”

Tidak adanya penjaga di tengah-tengah dunia Islam menyebabkan kondisi numat semakin terpuruk. Penjaga tersebut adalah pemimpin tunggal untuk seluruh umat Islam. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR al-Bukhari an-Nasai dan Ahmad).

Sungguh, satu-satunya jalan  untuk mengakhiri adalah dengan tegaknya khilafah yang merupakan junnah bagi umat yang lemah tak berdaya. Umat butuh junnah sebagaimana perintah Nabi, agar dengannya mereka dapat terlindungi. Para ulama pun bersepakat menegakkan khilafah yang akan menerapkan syariat kaffah. 

Dengan syariat-Nya, seluruh umat akan merasakan segala kebaikannya, Muslim maupun nonmuslim. Keadilan tegak, kezaliman pun mampu tersingkirkan. Terkait hal ini, Al-Qur’an mengingatkan umat mengenai karakter musuh-musuh Islam yang tidak akan berhenti menyerang. Dengan demikian, umat dapat bersikap tegas dan turut memperjuangkan tegaknya Islam. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil sebagai teman kepercayaan kalian orang-orang di luar kalangan kalian karena mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemudaratan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, sementara apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat Kami, jika saja kalian memahaminya..” (TQS Ali Imran [3]: 118).

Wallahu a'lam bishawab

Oleh: Elyarti
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar