Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Abai Terhadap Guru, Abai Kecerdasan Generasi

Topswara.com -- Guru adalah ujung tombak pelaksanaan Pendidikan. Jasa mereka sudah seharusnya mendapat apresiasi dan dukungan dari penguasa. Sampai hari ini para guru (honorer) terus berjuang agar mendapatkan kesejahteraan. Pemerintah setengah hati memberi perhatian terhadap nasib guru honorer. Padahal di lapangan guru honorer, bahkan guru-guru sukarelawan banyak mendedikasikan diri untuk mengajar anak-anak untuk memberikan ilmu agar anak didiknya menjadi cerdas dan saleh.

Pendidikan sebagai jalan untuk mewujudkan generasi yang unggul, sudah seharusnya menjadi perhatian penguasa. Selain menerapkan kurikulum yang unggul, negara juga menyediakan sarana dan prasarana Pendidikan termasuk guru. Guru memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Penguasa yang berperan sebagai pengurus rakyat akan menjamin kecukupan guru yang berkualitas untuk kelangsungan proses belajar mengajar bagi seluruh rakyat.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), secara keseluruhan saat ini terdapat 3.357.935 guru yang mengajar di 434.483 sekolah. Sementara jumlah siswa mencapai 52.539.935 siswa. Dengan demikian rasio rata-rata perbandingan guru dan siswa adalah 1:16. Angka tersebut merupakan angka yang sangat ideal dalam pemenuhan layanan belajar. Namun, ketika ditinjau dari sisi status kepegawaiannya, baru 1,607,480 (47,8 persen) guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), sementara 62,2 persen sisanya merupakan guru honorer yang terdiri dari 458.463 Guru Tetap Yayasan (GTY), 14.833 Guru Tidak Tetap (GTT) provinsi, 190.105 GTT kabupaten/kota, 3.829 guru bantu pusat, 728.461 guru honor sekolah, dan 354.764 guru dari kategori lainnya (data.kemdikbud.go.id, 25/11/2020).

Banyaknya jumlah guru ASN yang pensiun, bertambahnya lulusan guru tiap tahun, sementara pemerintah tak mampu mengangkat guru ASN sesuai kebutuhan, kekurangan guru ditutup dengan keberadaan guru honorer. Sayangnya, gaji yang sangat minim selalu menjadi problem bagi guru honorer.

Tugas guru itu berat. Di tangan merekalah kualitas dan masa depan generasi ini dipertaruhkan. Tugas dan tanggung jawab semua guru, baik berstatus PNS atau honorer adalah sama. Tetapi, mengapa berbeda antara perlakuan dan pemberian gaji? Apakah karena tidak ada dana untuk gaji guru ataukah keengganan pemerintah yang merasa berat hati memberi kesejahteraan dan jaminan bagi pendidik negeri ini?

Islam Memuliakan Guru

Guru merupakan ujung tombak bagi sebuah peradaban. Kualitas guru sangat menentukan bagaimana generasi ini mampu menyerap ilmu. Dari peran strategis inilah Islam memberi perhatian yang sangat besar dalam bidang pendidikan. Islam memberikan tempat mulia dan istimewa kepada seorang guru.

Imam Jalaluddin as-Suyuthi menuliskan dalam Lubab al-Hadits, bahwa pahala memuliakan guru tidak lain adalah surga. Disebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Barang siapa memuliakan orang berilmu (guru), maka sungguh ia telah memuliakan aku. Barang siapa memuliakan aku, maka sungguh ia telah memuliakan Allah. Barang siapa memuliakan Allah, maka tempatnya di surga.”

Islam tidak mengenal guru PNS atau honorer. Dalam sistem khilafah, semua guru merupakan pegawai negara. Khilafah memahami bahwa pendidikan adalah hak dasar bagi setiap warga negara, baik siswa maupun guru dijamin haknya. Hak mendapat kesejahteraan yaitu gaji yang layak bagi semua guru. Hak mendapat layanan dan fasilitas pendidikan bagi seluruh siswa.

Seperti Imam ad-Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al-Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di Kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khaththab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Masya Allah. Gaji yang sangat besar.

Islam jauh lebih unggul dan matang dalam mempersiapkan generasi terbaik. Bukan hanya siswanya yang terjamin haknya, akan tetapi, guru pun bisa sejahtera dan mulia. Generasi terbaik tidak akan lahir dari peradaban kapitalisme dan sekularisme yang rusak dan merusak. Generasi terbaik hanya lahir dari peradaban mulia dengan sistem pendidikan Islam yang sudah terbukti kegemilangannya. Wallahua'lam.

Oleh: Minah, S.Pd.I
(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar