Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Siswa SD Bunuh Diri, PR Besar Pendidikan Negeri


Topswara.com -- Seperti yang kita ketahui, masa pandemi saat ini menuntut dunia pendidikan untuk memberlakukan sekolah daring. Berbagai persoalan pun muncul saat pelaksanaan program belajar mengajar, baik yang dialami oleh siswa maupun guru. Dari mulai masalah tidak memiliki gawai, kuota, serta sulit terjangkaunya sinyal di tempat tinggal. Bosan, kesepian hingga stres pun dirasakan oleh sejumlah pelajar selama masa pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Di sisi lain, guru juga mengalami kendala saat mengajar. Karena berada pada tempat yang berbeda, sehingga sulit untuk mengkondisikan para siswanya dalam proses pembelajaran. Berbagai persoalan ini tentu menghambat tercapainya tujuan pendidikan, dalam pembentukan generasi yang tangguh dan cerdas.

Akibat adanya daring, maka banyak orangtua yang memberikan gadget kepada anaknya untuk keperluan sekolah. Termasuk pula anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Namun sayangnya, banyak orangtua yang abai dalam pengawasan penggunaaannya. Seperti bermain media sosial, menonton YouTube, mengakses video yang tidak senonoh dan lain sebagainya. Sehingga, anak-anak-yang seharusnya disibukkan dengan belajar, namun malah tersibukkan dengan hal-hal yang tidak perlu. 

Menurut survei yang diadakan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), terhadap lebih dari 3.200 anak SD hingga SMA pada Juli lalu, sebanyak 13 persen responden mengalami gejala-gejala yang mengarah pada gangguan depresi ringan hingga berat selama masa “kenormalan baru”, (BBC NewsIndonesia, 18/2/2021)

Hal ini terlihat dari adanya anak yang bunuh diri karena stres. Ada yang dirujuk ke RSJ karena stres akibat daring atau kenaikan kasus penggunaan narkoba pada anak-anak. Ini sekaligus menunjukkan adanya kegagapan dalam dunia pendidikan yang ada saat ini. 

Seorang bocah laki-laki berinisial NR yang masih berusia 12 tahun nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Bocah yang tinggal di kalurahan Tridadi, Kapanewon, Sleman, itu diduga tertekan di lingkungan pergaulan (Jogjapolitan, 9/9/2021).

Hal tersebut tentu membuat miris bagi para orangtua khususnya. Hal yang seharusnya jauh dari pikiran anak-anak seusianya, namun ternyata terjadi pada anak usia dini. Ini sekaligus menjadi “PR” besar bagi para pendidik, yaitu ibu, guru, masyarakat serta negara.

Turunnya Taraf Berfikir Umat

Kasus bunuh diri yang dilakukan oleh anak SD yang masih di bawah umur ini menunjukkan bahwa taraf berfikir umat telah mengalami kemunduran. Bagaimana tidak, anak seusia SD yang seharusnya masih memikirkan belajar menjadi generasi penerus peradaban namun malah mengakhiri hidupnya dengan dugaan alasan yang “receh”. 

Hal tersebut menunjukkan bahwa sekolah sebagai pendidik belum berhasil membentuk kematangan berfikir anak dalam menjalani kehidupannya. Begitu pula dalam merespons segala masalah yang dihadapi anak. Ini merupakan PR besar dunia pendidikan untuk dapat membentuk pola pemikiran dan pola sikap anak dengan benar. Sehingga, sekolah bukan hanya sekedar sebagai transfer ilmu pengetahuan teoritik belaka dan minim penerapan.

Jika menilik umur anak yang berusia 12 tahun yang sudah memasuki masa baligh, maka kita dapati bahwa fakta kondisi remaja benyak mengalami perubahan baik fisik, hormon, psikologis dan perilaku. Maka, orangtua seharusnya dapat memberikan pendampingan serta membantu anak dalam melewati masa-masa ini hingga pemikiran anak stabil.

Di masa pandemi ini, banyak kita temui bagaimana rapuhnya kondisi keluarga yang seharusnya menjadi benteng pertahanan bagi anak. Orang tua disibukkan dalam bekerja, baik ayah maupun ibu. Seolah lepas taggung jawab kepada pihak sekolah, padahal anak masih menjadi tanggung jawab dalam pengasuhan dan pendidikan. Akibatnya, pergaulan anak pun bebas tanpa sepengetahuan orangtua.

Apalagi, diketahui bahwa penyebab anak melakukan hal tersebut diduga kuat karena lingkungan pergaulan. Hal ini membuktikan bahwa perlu adanya lingkungan yang dapat mendukung dalam pertumbuhan anak dengan baik. Sebagai orangtua seharusnya dapat memastikan bahwa lingkungan pergaulan anaknya adalah baik dan sehat.

Pendidikan dalam Islam

Islam adalah agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan. Dalam sistem Islam juga sangat memperhatikan berbagai sarana pendidikan yang diperlukan dalam proses belajar mengajar. Baik dari segi biaya, alat-alat pendidikan, perpustakaan dan lain sebagainya. Di samping belajar yang menjadi kewajiban bagi semua Muslim. Hal tersebut karena pendidikan adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh negara.

Akidah Islam menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum yang akan diajarkan dalam semua jenjang pendidikan yang ada. Adapun tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk aqliyah Islamiyah (pemikiran Islam) dan nafsiyah Islamiyah (kepribadian Islam) pada setiap individu. Sehingga, dalam pemenuhan  kebutuhan jasminah serta kebutuhan naluri yang harus dipenuhi oleh setiap manusia, dapat terpenuhi dengan shahih, sesuai syariat Islam. Begitu pula dalam menghadapi segala problematika yang ada, maka akan dikembalikan pada syariat Islam yang mengaturnya.

Sehingga tidak heran jika peradaban Islam mampu mencetak generasi yang tanggung dan memiliki taraf berfikir yang tinggi. Seperti Muhammad Al Fatih yang telah menaklukkan konstantinopel diusia 21 tahun. Ia dikenal sebagai pemimpin yang cakap dan mempunyai kepakaran dalam bidang kemiliteran, matematika dan menguasai enam bahasa saat itu. Selain itu, Imam Syafi’i hafal Al-Qur’an di usianya yang masih muda, yaitu sembilan tahun.

Selain itu, dalam tatanan kehidupan masyarakat Islam memiliki pemikiran, perasaan dan peraturan yang mengikat. Mereka memiliki sikap saling mengontrol pelaksanaan hukum Islam dan mengawasi serta mengoreksi tingkah laku masyarakat pada masyarakat. Sehingga, pergaulan di dalamnya terlebih anak-anak akan terjaga sesuai syariat. Begitulah potret anak-anak yang hidup pada masa pemerinahan Islam. 

Apabila kita bandingan dengan saat ini, maka tentu kemundurannya sangat jauh. Maka PR besar ini sudah seharusnya kita selesaikan dan segera mempersiapkan generasi peradaban Islam mendatang yang disibukkan dengan belajar keilmuan Islam untuk mengembalikan kejayaan.

Wallahu a’lam bishawwab

Oleh: Dwi Suryati Ningsih, S.H. (Pendidik)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar