Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Over Kapasitas Penjara: Bukti Gagalnya Sistem Kapitalisme


Topswara.com -- Seluruh kamar sel di Blok C2 Lapas Kelas I Tangerang terkunci saat kebakaran terjadi dini hari tadi, Rabu (8/9). Akibatnya, 41 narapidana tewas dalam kebakaran itu. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kakanwil Kemenkum HAM) Banten Agus Toyib menyatakan ada 122 orang napi di blok tersebut. Sebagian di antaranya tewas terbakar karena tak bisa keluar dari sel. sumut.poskota.co.id (8/9/21). 

"Terbakar karena memang kamar semua dikunci. Jadi, ada yang tidak sempat dikeluarkan," kata Agus kepada wartawan, Rabu (8/9). Agus menyampaikan, pihaknya belum selesai mengidentifikasi semua korban. Jika semua korban sudah terdata, Kemenkumham akan menghubungi keluarga napi yang jadi korban kebakaran Lapas Tangerang.

Terpisah, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Fadil Imran mengatakan 41 orang napi meninggal dunia dalam kejadian itu. Sementara itu, puluhan lainnya mengalami luka-luka. "Yang luka segera kita lakukan perawatan di luar Rumah Sakit Sitanala dan RSUD Kabupaten Tangerang, yang meninggal juga demikian," ucap Fadil kepada wartawan, Rabu 8 September 2021. Kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang, Banten terjadi dini hari sekitar pukul 01.50 WIB.

Penyebab kebakaran Lapas Kelas I Tangerang belum berhasil diidentifikasi hingga saat ini. Akan tetapi, kepolisian menduga api dipicu oleh hubungan pendek arus listrik. Data dari situs Ditjen PAS menyebut Lapas Kelas I Tangerang berkapasitas 600 orang namun dihuni oleh 2.072 tahanan dan narapidana atau mengalami kelebihan kapasitas hingga 245 persen. sumut.poskota.co.id (8/9/21).

Hal ini terjadi karena negara lalai akan tanggung jawabnya dalam meri’ayah (mengurus) rakyat. Bahkan dalam hal pembangunan penjara, serta ruang yang lebih untuk para nara pidana yang sesak akibat sempitnya kamar. Ditambah lagi kebakaran lapas dalam penjara bukan sekali ini, beberapa tahun yang lalu pun pernah terjadi. 

Bahkan negara hanya berkomentar akan membangun Gedung baru agar tidak terlalu over. Padahal negara juga salah kaprah dengan rencana merevisi UU Narkoba. Masalah dasarnya adalah terus dipeliharanya sumber kriminalitas dalam sistem sekuler saat ini. 

Nyawa rakyatpun tak berharga dalam sistem kapitalisme ini. Padahal negeri ini begitu kaya dengan sumber daya alam, jika disisihkan hasilnya bisa sebagai anggaran untuk perbaikan lapas. Sayangnya paradigma sekuler kapitalis yang membuat SDA dikuasai oleh korporat kapitalis, keuntungan SDA masuk kekantong-kantong mereka. Alhasil bersembunyi dibalik narasi tidak memiliki anggaran yang cukup untuk mengurus rakyat. 

Sistem sekuler-kapitalistik merupakan hukum buatan manusia alhasil corak hukum yang diberikan tidak mampu membuat efek jera. Sehingga kriminalitas tetap terpelihara hal ini menjadi keniscayaan sebab ciri khas hukum buatan manusia yaitu dipengaruhi oleh akal yang terbatas tidak dapat menjangkau hal-hal yang diluar pengindraan manusia. 

Inilah akar dari permasalahan sistem sanksi yang bertumpu pada sekulerisme semata. Sehingga sanksi (penjara) tidak efektif untuk membuat jera pelaku. Ditambah abainya negara dalam memberi perlakuan layak pada Lembaga LAPAS. 

Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Semua cara, arah pandang berkiblat pada hukum syara dalam Islam sebagai pusat rehabilitasi. Dalam Islam sanksi bisa memberikan efek jera pada pelaku kejahatan, dan mencegah terulangnya perbuatan tersebut. Para narapidana pun diperlakukan secata manusiawi, diberikan tempat tidur yang layak terpisah, diberikan makan minum yang bergizi. Juga diberikan pembinaan kepada para napi. 

Hukum sanksi zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus) yang merupakan uqubat mencegah dari perbuatan jahat, terdapat dalam surah al-baqarah ayat 179 tentang sanksi hukum zawajir Allah SWT berfirman: 
                                                                                                                                                     وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. Al-baqarah[2]: 179).

Penjara merupakan jenis hukuman ta’zir adalah sanksi yang kadarnya ditetapkan oleh khalifah. Pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid para napi dibuatkan pakaian secara khusus. Jika musim panas tiba, dipakaikan pakaian yang terbuat dari katun sedangkan pada saat musim dingin dipakaiakan pakaian yang terbuat dari wol. Secara berkala serta para napi diperiksa, hal-hal semacam ini diperbolehkan.

Pada masa Rasulullah dan Khalifah Harun Al-Rasyid penjara diadakan di masjid dan di rumah artinya belum adanya penjara secara khusus, lalu pada masa Umar bin Khathhab beliau telah menjadikan rumah Shafyan bin Umayyah sebagai penjara setelah dibeli dari pemiliknya dengan harga 400 dirham.

Khalifah Umar bin Khathhab pernah membelanjakan 8000 dirham untuk perbaikan penjara, dengan model penjara seperti ini tentu akan menimbulkan efek jera artinya sanksinya akan mencegah pelaku berbuat kejahatan lagi. Setiap sanksi yang dijatuhkan oleh seorang qadhi atau hakim, akan berfungsi sebagai jawabir atau penebus dosa bagi para pelaku kejahatan.

Sanksi ini hanya bisa terwujud dan berjalan dalam sistem khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, bukan pada sistem sekuler kapitalis seperti saat ini.

Wallahu a’lam bishawab

Oleh: Yafi’ah Nurul Salsabila
(Alumni IPRIJA dan Aktivis Dakwah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar