Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pengecatan Pesawat di Tengah Pandemi, di Mana Hati Nurani?


Topswara.com -- Di tengah kesulitan rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidup, rupanya pemerintah justru melakukan pengeluaran dana APBN untuk kegiatan pengecetan Pesawat Kepresidenan yang semulanya biru-putih, menjadi merah-putih.

Kegiatan tersebut tentu saja menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Pasalnya saat ini rakyat berjuang memenuhi kebutuhan hidup disaat pemberlakuan PPKM. Anggaran yang di alokasikan juga terbilang cukup besar lantaran menghabiskan anggaran Rp2 Miliar (jawapost, 6/8/2021).

Meskipun Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono menjelaskan bahwa pengecetan tersebut sudah diwacanakan pada tahun 2019 silam untuk menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-75 pada 2020. Namun tetap saja hal tersebut tentu saja melukai hati rakyat. Bagaimana mungkin rakyat berjuang mati-matian untuk bertahan hidup, namun justru pemerintah melakukan tindakan menghambur-hamburkan uang. Padahal banyak sekali sektor yang membutuhkan dana, misalnya rumah sakit. 

Pakar penerbangan Alvim Lie menilai kegiatan pengecetan ulang pesawat kepresidenan tersebut ibarat berfoya-foya di tengah kesulitan. Rakyat berjuang untuk hidup, tapi pemerintah justru ikut berjuang mengamburkan uang. Belum lagi kekisruhan yang terus saja terjadi di tengah arus glombang Covid-19 semakin meningkat.

Rakyat dipaksa tetap dirumah, para pedagang dan yang lainnya digubarkan apabila tidak menutup dagangannya jika melebihi waktu yang sudah ditetapkan pemerintah selama PPKM. Namun disatu sisi TKA Cina datang disaat pemberlakuan PPKM, sungguh sangat disayangkan. Keras terhadap rakyat, lemah-lembut terhadap TKA. Jika demikian pantas saja rakyat berteriak dimana hati nurani para pemerintah disaat rakyat mati-matian berjuang, namun pemerintah jutru tanpa beban mengeluarkan anggaran hanya untuk pengecetan pesawat kepresidenan.  

Dari sini tentu saja membuka mata kita, bahwa dengan dilakukan pengecetan ulang pesawat kepresidenan berarti membuka tabir bahwa pandemi dan rakyat bukanlah sebuah prioritas bagi pemerintah. Jika benar pandemi dan rakyat menjadi prioritas, tentu saja anggaran pengecetan tersebut akan dialihkan untuk penambahan anggaran pandemi atau untuk menambah anggaran Bantuan Sosial (Bansos). Namun kenyataannya tidak demikian, rakyat berjuang sendiri untuk bertahan hidup. Baik berjuang hidup karena arus gelombang covid-19 semakin tinggi, juga berjuang untuk mempertahankan hidup karena ekonomi yang sulit akibat pandemi juga tidak dipenuhinya kebutuhan hidup rakyat selama PPKM diberlakukan.

Meskipun hal tersebut menuai pro dan kontra, tetap saja apa yang dilakukan pemerintah tidak bisa dibantah. Rakyat dipaksa tunduk dan patuh,  bersuara di bungkam hingga diam atau berakhir di bui. Sungguh tragis nasib rakyat di bawah sistem demokrasi. Kesejahteraan hanyalah ilusi semata, keadaan ini tidak akan berkesudahan jika rakyat masih bersikukuh mempertahankan sistem yang jelas-jelas memberikan dampak yang buruk ini. 

Sudah saatnya rakyat menyadari bahwa pergantian rezim yang berulang kali, tidak kunjung juga merasakan kesejahteraan. Yang ada problematika semakin menggunung, kepentingan pemerintah dan penguasa selau menjadi nomer satu, sedangkan rakyat menjadi nomer akhir. Semestinya rakyat menyadari bahwa segala problematika yang terjadi saat ini buah dari tidak diterapkannya syariat Islam.

Mereka yang berkuasa lantas dengan semena-mena melakukan berbagai kerusakan, melegalkan aturan yang dilarang syariat Islam, sehingga kesejahteraan jauh dirasakan. 
Berbeda jika syariat Islam diambil dan diterapkan, maka pemerintah tidak akan mudah melakukan berbagai macam kerusakan dan berbagai macam tindakan yang tidak dibenarkan syariat. 

Pemerintah akan tunduk terhadap syariat Islam, senantiasa memperioritaskan rakyat, namun juga tetap menjadikan Islam sebagai panduan. Dalam sistem Islam akan lahir pemimpin-pemimpin yang bijaksana. Tidak akan mengambil tindakan foya-foya di tengah perjuangan rakyat dan tenaga medis melawan pandemi, juga bertahan hidup akibat sulitnya ekonomi.

Sistem Islam negara juga menjamin kebutuhan pokok masyarakat, apalagi disaat pandemi seperti ini. Seorang pemimpin justru akan mengoptimalkan sebaik mungkin untuk mengatasi pandemi juga memenuhi kebutuhan rakyatnya. Pemimpin di dalam sistem Islam akan mengambil sikap bijak baik saat pandemi maupun tidak.

Sebagaimana pada masa kepemimpian Islam di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khatab. Beliau patut dijadikan panutan dalam memimpin dan menerapkan syariat Islam. Ia akan senatiasa mendahulukan rakyatnya dibandingkan mendahulukan kebutuhannya. Bahkan khalifah Umar tidak akan makan sebelum seluruh rakyatnya kenyang. Sang khalifah juga sangat sederhana, baik dalam berpakaian dan juga rumah yang ia punya. Makanan yang ia makan juga sama halnya dengan rakyatnya, yaitu makan-makanan roti dan juga minyak zaitun. 

Itulah sikap seorang pemimpin yang menerapkan aturan Islam, mereka menyadari bahwa kepemimpinan merupakan amanah yang harus dijalankan dengan sebaik mungkin, karena ia sadar bahwa setiap apa yang dilakukan, baik dalam penerapan aturan dan kebijakan semuanya akan dimintai pertanggung jawaban di pengadilan akhirat nanti. 

Rakyat yang pernah dizalimi dengan kebijakan yang dibuat akan menuntut di pengadilan. Mereka yang merasakan penderitaan dibawah kepemimpinannya akan bersuara meminta keadilan. Itulah pengadilan akhirat tidak akan ada yang terlewatkan. 

Begitupun kesejahteraan akan didapatkan apa bila mengambil dan menerapkan syariat Islam. Mereka yang hidup di bawah naungan sistem Islam akan tunduk dan patuh terhadap syariat Islam, senatiasa bertakwa baik saat pandemi seperti saat ini, maupun disaat tidak adanya pandemi. Sehingga keberkahan bukan hanya akan dirasakan rakyat, tapi juga alam turut merasakan. Namun apa bila syariat Islam dicampakan, maka kehancuran akan didapatkan.

 Sebagaimana firman Allah SWT :
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (Ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS. Al-A’raf [7]: 96)

Wallahu a'lam bishawwab

Oleh: Ratna Sari
(Mahasiswi Bengkulu)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar