Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bahaya di Balik Kurikulum Industri, Adakah?


Topswara.com -- Lahirnya para intelektual muda, di awali dengan kurikulum yang diterima. Jika kurikulum pendidikan berkiblat pada keimanan kepada Allah SWT, maka yang dihasilkan adalah para intelektual inovatif kreatif yang kecerdasan dan keahliannya dipergunakan untuk kemaslahatan umat. Bahkan, keikhlasan yang ditanamkan pada kurikulum ini menundukkan egoismenya untuk tidak dimanfaatkan demi kemajuan bersama. 

Lain halnya saat ini, kurikulum pendidikan berkiblat pada pencapaian sebatas materi. Di setting untuk memenuhi pos-pos industri. Sehingga, hasil yang diterima hanya seputar bagaimana dapat mengembalikan modal untuk mendapatkan pendidikan yang telah dikeluarkannya, bahkan sifat individu bisa menjadi tabiat mereka, benarkah demikian? 

Baru-baru ini, presiden Joko Widodo meminta agar perguruan tinggi dalam mendidik para mahasiswa perlu melibatkan berbagai industri. Karena hal ini dianggap sangat penting. Sehingga Jokowi menghimbau agar kurikulum yang digunakan adalah kurikulum industri bukan kurikulum dosen. Harapannya mahasiswa mendapatkan pengalaman yang berbeda, tidak hanya di dunia akademis semata namun juga dunia industri (kompas.com, 27/7/2021).

Mengapa Kurikulum Industri? 

Menilik dari fakta di atas, sekilas terdengar baik. Namun, jika kita pikirkan bersama harapan dari kurikulum ini adalah agar output yang dihasilkan, akan menjadi pekerja. Sehingga kurikulum ini dipandang sebagai kebutuhan, seperti yang diungkap Manager Kalbis Institute, Raymond Christantyo. 

Dilansir dari medcom.id, Brand Communications Manager Kalbis Institute, Raymond Christantyo mengatakan, bahwa perguruan tinggi mampu menjadi wadah mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan kademik dan akademik. Dengan menerapkan kurikulum industri, diharapkan mahasiswa yang lulus akan diterima secara cepat di dunia industri dan usaha. Sehingga kurikulum berbasis industri langsung menggandeng beberapa industri di dalam dan luar negeri (22/1/2021). 

Mengapa kurikulum industri yang diharapkan? Jika dilihat para mahasiswa nantinya ditempatkan pada posisi pekerja, atau bahkan bawahan, bukan sebagai intelektual handal yang mampu menciptakan. Bukankah kita ketahui bersama bahwa mahasiswa adalah intelektual muda, agen perubahan, dan para pemikir. 

Bahayanya Kurikulum Industri

Coba kita cermati, bahwa kurikulum pendidikan akan menentukan kemana arah yang akan dihasilkan. Jika saat ini, pada perguruan tinggi diterapkan kurikulum industri, tentu dapat kita analisa bersama akan ada bahaya terselubung dari kurikulum ini. Kurikulum industri di sistem kapitalisme akan mensetting manusia-manusia yang apatis dan cenderung menjadi pekerja bukan pemikir. 

Pemerintah makin serius memastikan kurikulum kampus adalah kurikulum industri, bukan kurikulum berorientasi intelektual inovatif. Lantas Apa bahayanya? Coba kita pahami kurikulum ini akan mengalihkan fokus mahasiswa dari pendalaman ilmu
menjadi pintu korporasi membajak potensi intelektual generasi. Mesin berwujud manusia akan tercipta dari kampus-kampus yang notabenenya tempat para intelektual. Namun, dialih fungsikan sebagai mesin pencetak pekerja. 

Hal ini, akan menjadi ancaman jangka panjang bagi bangsa karena kehilangan Sumber Daya Manusia (SDM) pakar ilmu yg menjadi sumber lahirnya inovasi maslahat bagi rakyat, karena hanya didapati SDM operator mesin industri yang tak ubah seperti robot. Lahirnya para pesuruh, yang tidak lagi memiliki cita-cita tinggi sebagai penemu namun akan disulap menjadi manusia patuh pada tuan. 

Inilah ciri khas dari sistem kapitalis. Segala sesuatu yang dapat dijadikan materi dan keuntungan maka akan dilakukan, meskipun mengorbankan generasi bangsa. Tidak lagi memandang bagaimana masa depan dari generasi dan bahkan bangsa tersebut, yang ada keuntungan yang diinginkan bagi individu dan kelompok yang berkepentingan saja. Tabiat sistem kapitalis sekularis akan selalu memasung kebenaran, keadilan dan kejujuran. Di mana seharusnya meletakkan syariat Islam sebagai pondasi dalam segala aspek kehidupan. 

Sistem Pendidikan Islam Mencerdaskan

Islam memiliki sistem pendidikan yang unik. Semuanya dengan jelas diatur dengan sistematis dan sempurna dalam Islam. Berikut gambaran umum mengenai sistem pendidikan Islam

Pertama, kurikulum pendidikan Islam berdasarkan akidah Islam. Karena itu, seluruh bahan pelajar serta metode pengajaran ditetapkan berdasarkan asas tersebut. Kurikulum yang menciptakan output cerdas dan calon ilmuan handal yang berguna bagi umat. Tidak dibolehkan adanya penyimpangan, walaupun sedikit dari ketentuan tersebut. 

Kedua, strategi pendidikan adalah untuk membentuk aqliyyah (pola pikir) dan nafsiyyah (pola perasaan) Islam. Maka, semua bahan pelajaran yang diajarkan disusun berdasarkan strategi tersebut. 

Ketiga, tujuan pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian Islam. Membekali khalayak umum dengan ilmu pengetahuan serta sains yang berkaitan dengan masalah kehidupan. Metode pendidikan disusun dengan menyesuaikan tujuan pendidikan yang akan dicapai sebagaimana tujuan tersebut. Tidak boleh ada metode lain yang mengarah pada tujuan yang lain, atau bertentangan dengan tujuan tersebut. 

Keempat, tsaqafah Islam wajib diajarkan pada semua level pendidikan. Di level universitas, hendaknya dibuka berbagai jurusan dalam berbagai cabang ilmu keislaman. Di samping itu, bisa dibuka jurusan lain. Seperti teknik dan sains. 

Masih banyak lagi, sistem pendidikan Islam di atas, hanya sebagian saja. Dari beberapa yang dibahas di atas, mengindikasikan bahwa negara serius menyiapkan generasi cemerlang. Tentunya hanya dapat dicapai dengan  sistem Islam yang secara sistematis dan lengkap mampu menghasilkan generasi yang berguna bagi umat, salih, terampil, cerdas dan berupaya mengabdikan dirinya untuk kemaslahatan manusia. 

Maka tidaklah berlebihan jika kita beralih pada sistem Islam dengan kurikulumnya yang telah terbukti melahirkan banyak ulama, para cendikiawan, para penemu dan ilmuan handal. Bukan sistem saat ini yang menggunakan kurikulum dengan karakter kapitalisme, hanya berkiblat pada keuntungan dan kepentingan pribadi atau segelintir orang.

Wallahu'alam bishawab.


Oleh: Nur Rahmawati, S.H.
(Penulis dan Pemerhati Kebijakan)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar