Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Aktif Berdakwah Meski Fisik Lemah, Ummu Athiyah [1992-2016], Aktivis Muslimah Makassar


Topswara.com -- Tiada lagi senyum ramah Ummu Athiyah dalam liputan video kegiatan bersejarah perjuangan para Muslimah di jantung Sulawesi Selatan untuk menegakkan syariah. Tiada lagi tulisan tajamnya yang mengambil sudut pemberitaan penting yang merekam perang pemikiran para Muslimah pejuang khilafah di kota yang dulu bernama Ujungpandang. Tidak ada lagi suaranya yang lantang dalam siaran radio meyuarakan kebenaran. Karena ujung tombak tim media di sebuah komunitas Muslimah  Makassar yang memperjuangkan Islam kaffah tersebut sejak 26 Januari 2016 telah tiada.

Kabar meninggalnya sangat mengejutkan teman-teman almarhumah di Makassar. Pasalnya tepat sebulan sebelum berpulang ke rahmatullah, ia baru saja melaksanakan pernikahan, tepatnya pada tanggal 25 Desember 2015 lalu di kampung halamannya di Desa Salassa'e, Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Sulsel.

Menurut A Tentri Rawe, sahabat sekaligus menjadi sosok kakak bagi almarhumah selama merantau di Makassar, menyatakan hanya lima hari setelah menikah Ummu sehat, tapi belum dirawat di klinik. Sakitnya masih bisa bangun, agak baikan sehari, kemudian sakit lagi. Hingga tanggal 9 Januari betul-betul sudah tidak kuat dia jadi baru diopname di klinik As-Syifa Bulukumba.

Sekitar sepekan diopname, dikembalikan ke rumahnya. Baru dua hari di rumah kondisinya semakin lemah dan mungkin memang sudah koma. Lalu dilarikan ke RS St. Dg. Raja Bulukumba. Dua hari di sana kemudian pada tanggal 20 Januari dirujuk ke RS Plamonia Makassar masih dalam kondisi koma. Hingga akhirnya enam hari kemudian kembali menghadap Allah SWT.

Faktor lain yang membuat teman-temannya terkejut, memang selama ini Ummu selalu berupaya untuk menghadirkan kondisinya yang paling baik di hadapan orang lain. Tidak banyak yang mengetahui bagaimana sebenarnya kondisi fisiknya kecuali sahabat-sahabat yang sering bersamanya. “Cenderung tertutup. Tidak semua hal akan dia cerita bahkan dengan orang dekatnya. Sekuat-kuatnya manusia pasti pernah ngeluh ya... tapi seperti yang saya katakan tadi dia akan menyimpan sendiri setiap masalahnya. Kalau dia ngeluh berarti sudah level parah kalau ukuran saya. Masalah jika merasakan sakit, iya dia katakan tapi ya kayak bertanya-tanya gitu. Misalnya kenapa dadanya sakit, kepalanya pusing, kayak sesak. Atau kalau dia letih dia ungkapkan. Cuma memang kalau lagi sakit dia diam berbaring di kamar saja. Nanti kalau saya tegur kenapa masih tidur, dia baru bilang kalau sakit,” beber Rawe.

Rela Berkorban

Di waktu yang lain, diceritakan oleh Muji, rekan almarhumah, Ummu Athiyah rela meminjam uang dengan jumlah yang tidak sedikit untuk memobilisasi peserta sebuah even Islami yang berangkat dari kampung ke Makassar. Sebagian dari uang tersebut dilunasi dari hasil pengumpulan dana di kampung, tapi qadarullah setelah even tersebut, Ummu Athiyah kembali ke Makassar dan sulit menagih.

“Biarmi kak, sayapi yang kembalikan semua sisanya,” ujar Muji meniru ucapan almarhumah. Padahal sisanya masih setengah dari total utang tersebut. Dan saat itu Muji bertanya: “Dari manaki nanti dapat uang?” Karena setahu Muji di Makassar almarhumah hanya penyiar radio dan jualan kosmetik online yang untungnya tidak seberapa.

Seperti itulah teman-teman mengenal kegigihan Ummu dalam hal apa pun. Bahkan saat di Kampung, Ummu Athiyah yang telah memiliki pekerjaan, merasa sangat tidak nyaman sebab tidak mampu maksimal dalam dakwah. Kondisi di kampung halamannya yang jauh dari nuansa perjuangan akhirnya membuat almarhumah kembali ke Makassar dengan harapan mampu mengerahkan potensi-potensinya untuk dakwah di kampus.

Semoga Allah SWT menilainya sebagai amalan yang besar walaupun kembalinya Ummu ke Makassar hanya dalam waktu yang sangat singkat.

Sabar Menjalani Hidup

Ummu Athiyah tergolong sabar dalam menjalani hidup yang sulit. “Karena dia kuliah di sini hanya berbekal beasiswa saja. Jadi kebutuhannya dari A-Z dibiayai sendiri di Makassar karena memang termasuk orang yang tidak mau memberatkan. Di usia TK ayahnya sudah meninggal. Akhirnya dia, ibunya, dan kakak laki-lakinya kembali ke kampung menumpang di rumah nenek. Usia SMP ibunya menikah lagi sehingga Ummu diurus oleh tantenya,” beber Rawe.

Sejak sekolah termasuk anak yang berprestasi tetapi memang lemah secara fisik, sakit-sakitan. Hingga tamat SMA dan dia berhasil melanjutkan kuliahnya di Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Makassar (UNM) jalur beasiswa Bidikmisi.

“Apa yang dia dapat dari beasiswa tentu tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Selain itu biaya kuliah yang banyak embel-embelnya ditambah lagi beasiswa yang sering telat cairnya. Namun tidak pernah saya dengar dia minta uang ke kampung untuk menutupi kebutuhan hidup selama di Makassar. Jadinya dia hanya berutang kepada orang-orang itupun tidak sembarang orang. Kalaupun minta ke kampung itu pun dia juga utang di keluarganya yang dekat,” ungkap Rawe.

Aktif Berdakwah

Wanita kelahiran Sentani, 21 Juli 1992 ini telah menjadi aktivis Muslimah sejak semester pertama di bangku kuliah pada 2010. Saat itu, Tati teman sekelasnya kuliah, mengontak Ummu untuk turut berdakwah menyadarkan umat akan kewajiban menegakkan syariah dan khilafah. Ummu yang sudah mengikuti pergerakan Wahdah Islamiyah (WI) pun setuju dan dengan penuh semangat rutin mengikuti kajian serta berdakwah bersama Muslimah pejuang Islam kaffah.

Namun pada suatu hari Ummu akhirnya curhat kepada Tati tentang kegalauannya harus memutuskan tempat pembinaan. “Di WI dia disuruh untuk memilih apakah tetap di WI atau di komunitas yang baru ia kenal, padahal dia mau dua-duanya karena menurutnya di mana pun itu, yang penting belajar Islam tidak masalah,” ungkap Tati.

Memang di WI, Ummu merasa sangat nyaman tetapi dakwahnya dia nilai hanya individual sedangkan di komunitas satunya Ummu merasakan lebih dari itu. “Dia merasa akalnya terpuaskan dan merasa orang-orangnya terbuka dan membebaskan mau ngaji di mana pun asalkan tetap mendakwahkan Islam dan dakwahnya juga bukan untuk diri sendiri saja dan selalu ada dalil di setiap jawaban pertanyaannya,” ujar Tati menirukan jawaban Ummu.

Di situlah dia berpikir dan memutuskan kalau apa yang dia dapat di WI dia juga dapatkan di komunitas satunya. Tetapi apa yang dia dapatkan di satunya belum dia dapat di WI. Makanya dia memilih untuk tetap mengaji di komunitas yang memperjuangkan Islam kaffah.

Ummu pun aktif berdakwah di kampus. Bahkan setamat  kuliah tetap mengurus dakwah di kampus. Hingga saat terakhir, almarhumah diamanahi menjadi pembina lembaga dakwah kampus (LDK) Fosdik UNM Tidung Makassar setelah sebelumnya dipercaya menjadi kordinator keakhwatan di LDK tersebut.

Saat masih kuliah, almarhumah pernah menjadi bagian dari tim kontak aktivis Muslimah, kemudian yang paling terakhir adalah keanggotaannya di Tim Media Muslimah Makassar sebagai reporter video dan reporter berita tulis. Selain itu, di balik kelembutannya, almarhumah kerap berorasi dalam berbagai kesempatan demonstrasi.

Di hari Ummu Athiyah meninggal, sekitar lima puluh teman-teman seperjuangan Ummu Athiyah dari Makassar melayat ke kampung karena sudah tidak sempat lagi melihat jenazahnya di rumah sakit. Perjalanan ke sana menempuh waktu lima jam. Saat datang ke sana, tampak ibundanya almarhumah yang walaupun tampak begitu terpukul tapi masih menunjukkan ketegaran dan berkata “Na tinggalkan miki Ummu, Nak (Ummu sudah meninggalkan kita Nak).”

“Ya Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah dia, muliakanlah tempatnya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah dia dengan air, salju dan embun. Sucikanlah dia dari segala kesalahan sebagaimana pakaian disucikan dari najis. Gantikan untuknya rumah yang lebih baik dari rumahnya, gantikan untuknya keluarga yang lebih baik dari keluarganya. Masukkanlah ke dalam surga dan lindungilah dia dari azab kubur dan azab neraka.” Aamiin. [] Risma/Joy

Penulis: Joko Prasetyo

Sumber: Taat Syariat Hingga Akhir Hayat (10 Kisah Menggugah Pejuang Khilafah yang Istiqamah Hingga Berkalang Tanah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar