Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

PPKM: Kebijakan Setengah Hati, Solusi bagi Negeri?


Topswara.com -- Dunia belum juga aman dari ancaman wabah Covid-19, bahkan saat ini semua lini justru semakin porak- poranda. Para Nakes (Tenaga Kesehatan) sudah semakin lelah dan kewalahan dalam menangani situasi ini. Bagaimana tidak? kasus Covid-19 sejak Mei 2021 terus mengalami peningkatan, bahkan angka kematian pun terus bertambah secara signifikan. Hingga 6 Juli 2021 angka positif covid di negeri ini telah mencapai 2.345.018 kasus, sementara yang meninggal dunia mencapai 61.868 kasus. (Kompas.com, 06-07-2021).

Melihat perkembangan Covid-19 yang semakin menggurita, akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan baru terkait dengan pembatasan kegiatan masyarakat untuk menghambat lajunya perkembangan Covid-19 tersebut. Yaitu kebijkan Perberlakuan Pembatasan kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang diterapkan mulai 3 Juli 2021 sampai 20 Juli 2021 khususnya wilayah Jawa dan Bali. 

Dikutip dari Merdeka.com (01/07/2021) PPKM bukan lah satu-satunya kebijakan yang pernah diberlakukan di negeri ini. Sebelum diterapkannya PPKM darurat telah banyak kebijakan pemerintahan dalam membatasi kegiatan masyarakat. Yang pertama kebijakan yang diambil yaitu PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) membatasi kegiatan masyarakat dengan menutup pusat perbelanjaan dan tempat-tempat umum lainnya.

Aktivitas belajar dialihkan di rumah (dilakukan secara daring). Beberapa bulan kemudian dengan melihat laju perkembangan Covid-19 yang semakin menurun, akhirnya pemerintah mengajak masyarakat untuk beradaptasi dengan tatanan kehidupan baru atau new normal, sehingga aktivitas diluar rumah sudah bisa dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan. Seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan. Kemudian istilah PSBB berubah menjadi PPKM skala mikro, di mana operasional di luar rumah semakin di longgarkan, bahkan untuk daerah yang zona hijau akan dilakukan proses mengajar secara tatap muka. 

Ternyata kebijakan ini tidak sepenuhnya bisa menyelesaikan kasus Covid-19, terbukti pada akhir Juni kasus Covid-19 semakin melonjak parah hingga akhirnya PPKM Darurat ini diberlakukan di awal Juli 2021. 
Kebijakan ini muncul berdasarkan instruksi dari menteri dalam negeri  (Mendagri) Tito Karnavian, Nomor 15 tahun 2021 tentang PPKM.

Adapun yang membedakaan antara PPKM Mikro dengan PPKM darurat ini yaitu pada PPKM darurat kegiatan masyarakat akan semakin diperketat lagi dengan menutup total mall, tempat wisata, tempat restoran, tempat ibadah, dan tempat umum lainnya. Kegiatan mengajar yang tadinya sempat diuji coba kini kembali ditutup dan dilakukan secara during kembali, perkantoran ditutup dan dilakukan WFH secara total.

Namun apa yang terjadi, pemerintah seolah-olah mengkhianati kebijkan yang mereka buat sendiri. Ditetapkannya PPKM Darurat, dan dianjurkan WFH secara total ternyata hanyalah ilusi semata. Bagaiman tidak, diwaktu bersamaan pemerintah justru memberikan akses untuk para TKA masuk ke negeri ini. 

Sebanyak 20 TKA Cina  mendarat di Bandara Internasional Sultan Hasanudin, Kabupaten Maros Sulawesi Selatan pada hari Sabtu (3/7/2021). Tujuan kedatangan TKA Cina ke Indonesia karena harus bekerja kontrak di PT. Smelter. (Cnnindonesia, 4/7/2021)

Kedatangan para TKA tersebut tentu menuai kontra dari berbagai kalangan. Salah satunya, wakil ketua DPR-RI, Sufmi Dasco Ahmad, beliau menyarankan agar pemerintah menutup rapat-rapat pintu akses bagi seluruh warga negara asing. Di satu sisi pemerintah memberlakukan PPKM Darurat untuk menahan laju penularan Covid-19 tapi di sisi lain pemerintah begitu murah hati membuka pintu bagi para TKA untuk datang ke Indonesia. Jelas kebijakan terus sangat kontradiktif dengan aturan PPKM Darurat. 

Hal ini sungguh memprihatinkan sekali. Kebijakan-kebijakan yang diberlakukan sama sekali tidak memberikan keadilan bagi rakyat. Kebijakan yang diberlakukan justru semakin menghimpit dan menyakiti hati rakyat. Jadi sangat wajar ketika saat ini rakyat sudah tidak menaruh kepercayaan lagi terhadap kebijakan-kebijakan kosong yang dibangun pemerintah. Wajar jika pengimplementasian PPKM tidak sesuai dengan harapan, banyak rakyat yang tidak mengindahkan pemberlakukan PPKM ini, karena memang dari pemerintah sendiri dari awal tidak konsisten dengan kebijkan yang dibuat. 

Tentu ketidakseriusan kebijakan yang diberlakukan saat ini, merupakan buah dari sistem kapitalis liberal. Negara yang bertanggung jawab dalam mengatasi pandemi dari awal telah kehilangan arah. Pun ketika ditetapkan kebijkaan yang menjadi prioritas utama nya adalah ekonomi bukan penyelamatan nyawa rakyat. 

Alhasil, ketika berbagai kebijakan disodorkan dalam rangka memutus penularan pandemi Covid-19 tidak sejalan dengan kebijkaan lainnya yang berhubungan dengan ekonomi. Tidak ada kepaduan dalam penetapan kebijakan dari segala lini, begitulah sejatinya kapitalis liberal yang menjadi tujuan utamanya adalah materi. Tidak peduli nyawa rakyat mau tumbang, yang penting roda perekonomian tetap berlanjut.

Sudah saatnya negeri ini kembali ke sistem Islam.  Sebagaimana kita ketahui Islam adalah agama sekaligus ideologi lengkap. Islam mengatur segala tatanan kehidupan, dan memiliki solusi atas segala persoalan. Termasuk solusi untuk mengatasi wabah. Pada masa Rasululah  SAW perrnah terjadi wabah penyakit menular. Wabah tersebut adalah kusta, yang bisa menularkan kepada orang di sekitarnya, dan belum diketahui obatnya. Lalu apa yang dilakukan oleh Rasulullah? Rasulullah menerapkan karantina wilayah (lockdown) terhadap penderita dan mencegah wabah menjalar ke wilayah lain. Untuk memastikan wabah tersebut tidak menjalar, Rasulullah kemudian membangun tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah.  

Penegasan kehati-hatian terhadap wabah penyakit kusta dikenal luas pada masa Rasulullah SAW. Sebagaimana sabda beliau: “Jauhilah orang yang terkena kusta, seperti kamu menjauhi Singa,” (HR. Bukhari)

Selanjutnya, pada masa kekhilfahan Umar bin Khattab pun pernah terjadi wabah Tha’un di Syam. Pada saat itu Umar memilih untuk kembali ke Madinah dan tidak jadi memasuki wilayah Syam. Penguncian wilayah dilakukan, begitupun penduduk yang ada di wilayah Syam tidak diperkenankan keluar dari wilayahnya. 

Rasulullah SAW bersabda:
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka jangan kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari)

Hal ini berbeda sekali dengan sistem kapitalis liberal hari ini, yang dilakukan pemerintah justru menggelar karpet merah bagi pekerja asing asal Cina. Padahal sudah sangat jelas wabah ini pertama kali datang dari Wuhan, Cina. Namun mereka tidak mengambil kebijakan untuk melakukan lockdown dan menutup rapat-rapat akses masuk tapi justru kedatangan orang asing disambut dengan senang hati.

Inilah yang terjadi, jika negara mengadopsi sistem yang berasaskan materi, keuntungan menjadi tolak ukurnya, tanpa menakar segala sesuatunya dengan adil dan seksama. Maka sangat wajar jika kerusakan demi keruskan kian menggurita. Padahal jika melihat potensi SDA (Sumber Daya Alam) yang di miliki negeri ini sangat mungkin bagi pemerintah saat ini memberlakukan kebijakan lockdown, dan menjamin segala keperluan rakyatnya. Tetapi apalah arti kekayaan itu jika tidak dikelola secara mandiri. 

Kekayaan yang melipah itu justru di serahkan kepada pihak korporasi. Bahkan negeri ini justru sedang berada dalam kubangan utang yang sangat dalam, dan menambah beban rakyat. Lantas jika sudah begini, bagaimana mungkin bisa membiayai rakyatnya sedangkan negeri ini sedang sekarat? Bak ayam mati di lumbung padi.

Oleh karena itu, tidak ada solusi lain kecuali Islam. Sistem yang akan mampu mengakhiri segala penderitaan ini, Islam yang akan mampu mengakhiri segala karut-marut yang menimpa ini. Karena Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam. Penerapan Islam secara totalitas sudah pasti akan mampu menciptakan kesejahteraan yang hakiki, menciptakan baldatun thayiban wa rabbun ghafur. Tidakkah kita sebagai seorang muslim tergerak untuk mewujudkannya? 
Wallahu a’lam bishawwab


Oleh: Rosyati Mansur 
(Mahasiswi UNIB)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar