Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

PPKM Darurat: Mampukah Menjadi Solusi?


Topswara.com -- Indonesia tengah menghadapi gelombang kedua kasus Covid-19. Kementerian Koordinator Perekonomian telah menetapkan 43 Kabupaten/kota di Indonesia dianggap mengalami peningkatan penyebaran Covid-19, untuk selanjutnya menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat.

Dari ke-43 daerah di luar pulau Jawa dan Bali yang harus menerapkan PPKM Darurat salah satunya adalah Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Dengan demikian, terhitung tanggal 06 hingga 20 Juli mendatang Kabupaten Bulungan telah memberlakukan PPKM, guna memutus rantai penyebaran Covid-19. 

Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Indonesia, mencatat kasus harian pada hari pertama pemberlakuan PPKM darurat Sabtu, 03 Juli 2021 2.256.851 kasus positif dari 34 propinsi di seluruh Indonesia. Sepekan kemudian, terjadi peningkatan sebanyak 2.491.006 kasus. Selasa, 13 Juli 2021 makin menunjukkan peningkatan sebanyak 2.615.529 orang terkonfirmasi positif.

Pemerintah terus menekankan kerja sama semua pihak dalam upaya penanganan pandemi Covid-19. Apalagi menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, Kondisi penularan di negeri ini sudah parah. Menyikapi hal itu, masyarakat diminta untuk mematuhi kebijakan pemerintah. Baik PPKM darurat yang berlaku di Jawa dan Bali, serta PPKM mikro yang berlaku didaerah lain, termasuk Bulungan, Kalimantan Utara. 

Pembatasan Kegiatan Masyarakat ini meliputi kerja dari rumah atau Work From Home (WFH) 50 persen. Perkantoran disektor esensial dapat menerapkan Work from office (WFO) 50 persen dengan protokol kesehatan. Sektor esensial meliputi keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non penanganan karantina, serta industri orientasi ekspor. 

Sementara itu, perkantoran disektor kritikal bisa beroperasi 100 persen, meliputi energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan dan minuman. Selama PPKM darurat, supermarket, pasar tradisional, toko kelontong, dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari boleh beroperasi. Toko-toko boleh buka hingga 20.00 dengan kapasitas pengunjung maksimal 50 persen.

Adapun toko obat boleh buka 24 jam. Kebijakan inipun menuai respon dari masyarakat, terutama pelaku usaha. Ada yang setuju karena menyadari tingginya kasus yang ada, namun ada juga yang menolak. Dari beberapa pedagang di pinggir jalan, misal warung-warung lalapan, ayam penyet, dan lainnya yang beroperasi mulai pukul 18.00-00.00 WITA, mengatakan pendapatannya menurun 25 persen dari biasanya dan setelah dilakukan PPKM, kasus Covid-19 masih saja tinggi.

Aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat ini diharapkan mampu menjadi salah satu solusi dalam menangani tingginya kasus Covid-19 di negeri ini, termasuk di propinsi Kalimantan Utara. Namun sayang, banyak yang menilai PPKM Darurat ini kurang berhasil karena melihat fakta yang terkonfirmasi positif meningkat dilapangan dan sepertinya sarat dengan faktor-faktor politis. Karena Warga Negara Asing (WNA) tetap diizinkan masuk ke Indonesia. Sehingga masyarakat banyak yang pesimis, PPKM darurat ini jauh dari sukses menghambat laju penyebaran Covid-19. 

Epidemiolog dari Australia, Dicky Budiman menyebut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat ini sebagai kebijakan setengah-setengah dan tidak akan mampu mengubah banyak hal karena tidak jauh berbeda dengan kebijakan sebelumnya. Menurutnya, opsi paling ideal saat ini hanya lockdown total. Mengingat tingginya penambahan kasus harian dan angka kematian. Sebenarnya, kebijakan hanya berganti nama. Mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB transisi, micro lockdown dan PPKM mikro dan saat ini PPKM Darurat. 

Hari ini, istilah PPKM darurat dinilai hanya untuk menghindari tangung jawab pemerintah atas pemenuhan kebutuhan dasar tersebut di wilayah yang diberlakukan pembatasan. Bahkan dinilai oleh pakar kesehatan, PPKM ini langkah terlambat ditengah kekacauan akibat Covid-19. Hal yang menjadi rancu adalah adanya kelonggaran disejumlah sektor, misalnya kapasitas perkantoran menjadi 50 persen.

Sejak awal pandemi ditetapkan sebagai bencana nonalam pada awal Maret 2020 lalu, sebenarnya banyak pihak yang menyarankan agar pemerintah melakukan penguncian wilayah atau lockdown. Namun saat itu, tidak dilakukan karena alasan kebutuhan hidup rakyat yang akan terbengkalai jika dilakukan karantina wilayah. Pemerintah sudah sering menetapkan kebijakan untuk menangani masalah pandemi ini. Seolah harus putar otak dengan melihat semakin tingginya kasus yang terkonfirmasi positif setiap harinya. Bahkan banyak juga yang dilaporkan meninggal. 

Diperkotaan, maal tetap dibuka meskipun jam operasional dibatasi dan sekolah tatap muka dizona hijau diadakan. Aturan dalam PPKM Darurat ini tidak jauh berbeda dengan kebijakan sebelumnya. Semuanya belum mampu menjadi solusi efektif dalam mengatasi pandemi di negeri karena terbukti dari fakta kasus terkonfirmasi yang semakin hari semakin meningkat.

Alih-alih untuk membebaskan masyarakat dari wabah, ternyata patut diduga kebijakan tersebut lebih utama untuk penyelamatan ekonomi. Langkah-langkah tersebut dinilai tidak efektif dan terlambat karena dari beberapa kebijakan serupa yang sudah diberlakukan. Faktanya angka terkonfirmasi tetap melambung tinggi. Masyarakat sudah mulai jenuh dengan kondisi saat ini. Sehingga perlu langkah yang efektif dalam menangani pandemi ini.

Kebijakan yang salah kaprah ini akibat tidak diterapkannya Islam sebagai solusi. Dalam mengatasi pandemi Islam memiliki metode yang tepat dna teruji. Semua dirancang mulai dari pencegahan/preventif, promotif, pengobatan hingga rehabilitatif. Konsep yang totalitas dan utuh ini terkait beragam aspek, baik kesehatan, ekonomi maupun politik dalam negeri.

Karantina akan langsung diberlakukan ditempat wabah pertama kali ditemukan disertai jaminan hidup dasar bagi penduduk wilayah karantina. Saat terdengar pertama kali wabah merebak diluar negeri, negara segera menutup pintu-pintu perbatasan. Ketika wabah itu ada dalam negeri, maka karantina setempat diberlakukan. Ini sebagai wujud pencegahan.

Melalui departemen penerangan, negara akan menggencarkan beragam info yang benar tentang konsep 5M yang harus dilakukan masyarakat sekaligus menyaring segala berita hoaks yang bisa menyesatkan. Negara juga mendorong untuk menjaga diri dan jangan sampai menimbulkan bahaya bagi lingkungan dan manusia lainnya, sehingga akan muncuk kesadaran untuk saling menjaga.

Langkah pengobatan dilakukan melalui penelusuran dan tes massal sehingga bisa mendeteksi rakyat yang sakit dan dapat segera memisahkan mereka dari yang sehat. Tindakan perawatan dengan pelayanan medis terbaik dan gratis pun dilakukan. Bagi yang tidak memiliki gejala akan dirawat dengan isolasi terpusat dalam pengawasan petugas medis. Negara akan mendorong dan memfasilitasi ilmuwan untuk terus melakukan penelitian untuk menemukan formula terapi dan penelitian vaksin terbaik.

Bagi yang terdampak, misal ada kepala keluarga yang sakit atau mungkin wafat dan meninggalkan tanggungan keluarga, maka negara tidak tinggal diam. Negara akan hadir memberikan bantuan bahkan akan menanggung nafkah keluarga tersebut secara penuh jika tidak ada keluarga yang besarnya yang bisa menggantikan menanggung nafkah. Dengan keempat langkah diatas wabah bisa dipukul mundur dan masyarakat bisa diselamatkan. 

Tidakkah kita ingin pandemi ini segera berakhir? Tentunya dengan kebijakan yang tepat dan melindungi rakyat.

Wallahu a'lam bishawwab

Oleh: Jusmiana, Amd.Keb
(Sahabat Topswara)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar