Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kebahagiaan Semu vs Kebahagiaan Hakiki

Topswara.com -- Masyarakat digegerkan dengan kabar ditangkapnya artis sekaligus konglomerat berinisial NR beserta sopir pribadinya dan kemudian suaminya AB menyerahkan diri pada 10/7/21. Ketiganya ditangkap atas dugaan penyalahgunaan narkoba jenis sabu.

Dalam penangkapan tersebut ditemukan barang bukti berupa satu klip sabu seberat 0.78 gram dan satu buah alat hisap atau bong yang diduga milik NR. (Tribunnews, 12/7/21)

Kapitalisme Memberikan Kebahagiaan Semu

Seperti diketahui, artis NR dan suaminya AB merupakan sosok publik figur yang dikenal sebagai keluarga pengusaha konglomerat. Kehidupan mereka dinilai bahagia karena serba berkecukupan dan bergelimang harta. Sayangnya, limpahan harta ternyata tidak memberikan kedamaian kepada kehidupan mereka. 

Buktinya, mereka mengakui nekad mengonsumsi sabu dikarenakan tekanan pekerjaan di masa pandemi. Dengan segala materi yang telah dimiliki, tetapi justru membuat hidup mereka tertekan. Pandemi Corona yang terjadi selama satu tahun lebih juga dijadikan alasan oleh mereka. Jika mereka yang kaya-raya dan serba ada saja masih tertekan dengan kondisi pandemi saat ini, lantas bagaimana dengan kondisi masyarakat kalangan ke bawah yang untuk makan saja susah?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahagia adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan). Mereka keluarga kaya- raya yang berkecukupan seharusnya sudah merasakan kebahagiaan. Namun, faktanya mereka masih mencari kebahagiaan lain karena hatinya belum merasa puas. Artinya, materi yang mereka miliki hanya memberikan kebahagiaan semu saja.

Inilah, akibat cara pandang hidup di bawah kendali kapitalisme. Kebahagiaan diukur dengan banyaknya materi. Bahkan, ketika sudah berlimpah materi yang dimiliki pun masih saja sibuk mengejarnya. Tidak heran, jika dalam benak para kaum kapital hanyalah kerja dan kerja yang diutamakan. Hati mereka tidak akan pernah merasa puas dan bahagia. Sebab, kebahagiaan yang mereka rasakan hanyalah kebahagiaan semu belaka.

Islam Mewujudkan Kebahagiaan Hakiki

"Kaya yang sebenarnya bukanlah kaya harta, melainkan kaya yang sebenarnya adalah kaya hati." (HR. Mutafaq alaih)

Banyak orang kaya yang miskin hatinya. Sebab, mereka tidak pernah merasa puas dengan harta yang dimiliki. Bahkan, mereka rela melakukan apa saja tanpa peduli halal haram demi mendapatkan harta yang diinginkan.

Berbeda dengan orang yang kaya hati. Walaupun mereka miskin harta, tetapi mereka merasa puas dan menerima dengan ikhlas apa yang sudah dimiliki. Sehingga tak terlalu fokus mengejar duniawi. Namun, mereka lebih fokus pada mencari bekal untuk kehidupan di akhirat nanti.

Begitu juga dengan nilai pandang Islam, makna kebahagiaan dalam Islam bukanlah diukur dari banyaknya materi yang dimiliki. Namun, kebahagiaan itu dirasakan ketika hati merasa damai dan tenang. Di mana ketenangan hati tersebut diperoleh ketika seorang hamba mendapatkan rida dari Sang Pencipta yakni Allah Al-Khalik. 

Dalam menghadapi pandemi, Islam sudah punya aturan sebagai solusi. Oleh karena itu, umatnya tak akan berada di bawah tekanan ketika menghadapinya. Umat Islam meyakini bahwa pandemi merupakan salah satu dari ketetapan Allah yang tidak bisa dihindari. Maka, pandemi harus dihadapi dengan ikhlas dan optimis dengan tetap melaksanakan semua syariat yang telah Allah tetapkan.

Meski dengan materi yang pas-pasan, umat Islam tetap merasa puas dan mendapatkan kebahagiaan selama dia berjalan sesuai dengan aturan Allah. Sebab, dengan begitu umat akan mendapatkan rida-Nya. Apalagi yang masih diharapkan selain dari rida Allah yang akan dibalas dengan surga? Tidak ada. Inilah yang dinamakan kebahagiaan hakiki, yakni sebuah ketenangan hidup yang diperoleh di dunia dan di akhirat. Dengan memaknai kebahagiaan seperti dalam Islam, maka kasus (memakai narkoba akibat tekanan pekerjaan) seperti yang terjadi pada artis NR di atas tidak akan terjadi.

Sudah saatnya umat jeli agar dapat membedakan mana kebahagiaan yang layak diperjuangkan. Apakah kebahagiaan semu dengan mengejar materi agar mendapatkan limpahan harta seperti dalam kehidupan kapitalis? Atau kebahagiaan hakiki dengan menerapkan seluruh syariat Allah agar mendapatkan rida-Nya di bawah kehidupan Islam?
Wallahu a'lam bisshawab

Oleh: Nusaibah Al Khanza
(Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar