Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Covid-19 Semakin Meluas, Sistem Kapitalis Tak Mampu Beri Solusi Tuntas


Topswara.com -- Tambahan jumlah pasien positif Covid-19 di Indonesia pada Senin (21/6/2021) kembali mencatat rekor baru sejak awal pandemi yaitu 14.536 kasus. Dengan penambahan itu, tercatat ada 2.004.445 kasus Covid-19 di Indonesia hingga saat ini. Sebelumnya, rekor penambahan kasus harian tertinggi terjadi pada 30 Januari 2021, yaitu sebanyak 14.518 kasus. Data dua juta kasus Covid-19 di Indonesia terhitung sejak Minggu (20/6/2021) pukul 12.00 WIB hingga Senin (21/6/2021) siang pukul 12.00 WIB (kompas.com, 22/6/21). 

Jumlah penambahan ini didapatkan dari hasil pemeriksaan terhadap 84.418 spesimen dalam 24 jam terakhir. Pemerintah mencatat ada penambahan 9.233 pasien yang telah dinyatakan sembuh, dengan demikian, total pasien sembuh dari Covid-19 ada 1.801.761 orang. Ada juga penambahan 294 pasien yang meninggal akibat Covid-19. Penambahan ini membuat jumlah pasien meninggal menjadi 54.956 orang. 

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI memperpanjang PPKM mikro seiring dengan lonjakan kasus yang terjadi. Perpanjangan PPKM Mikro kali ini dilakukan dengan sejumlah aturan baru yang diperketat. Pengetatan PPKM Mikro berlaku mulai Selasa, 22 Juni 2021 hingga dua pekan ke depan. Hal itu disampaikan oleh Menko Bidang Perekonomian sekaligus Ketua KCPPEN Airlangga Hartarto dalam konferensi pers virtual seusai rapat terbatas, Senin (21/6/2021). 

Airlangga mengatakan bahwa penguatan PPKM Mikro merupakan instruksi langsung dari Presiden Joko Widodo. “Bapak Presiden memberikan penegasan terkait dengan operasionalisasi dan lapangan terkait dari pelaksanaan PPKM Mikro,” kata Airlangga (setkab.go.id, 21/6/2021). 

Dengan aturan pengetatan PPKM mikro terbaru, kegiatan perkantoran tetap diminta Work From Home (WFH) 75 persen dan Work From Office (WFO) sebanyak 25 persen di zona merah. Sementara di zona lainnya juga menerapkan hal tersebut dengan persentase masing-masing 50 persen. (kompas.com, 22/6/2021). 

Tempat wisata maupun ibadah di zona merah PPKM Mikro juga ditegaskan harus ditutup. Demi menghindari kemungkinan penularan. Sekolah tatap muka di seluruh sekolah di zona merah wajib menerapkan pembelajaran daring dan sekolah di zona lainnya dapat mengikuti aturan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Pusat perbelanjaan di seluruh zona diwajibkan untuk menetapkan pengunjung maksimal 25 persen dari kapasitas dengan jam operasional hingga pukul 8 malam. Kendaraan umum, angkutan massal, taksi (konvensional dan online), ojek (online dan pangkalan), kendaraan sewa atau rental dapat beroperasi, dilakukan pengaturan kapasitasn dan jam operasional oleh pemerintah daerah dengan penerapan protokol kesehatan lebih ketat kegiatan warung makan, rumah makan, restoran, kafe, pedagang kaki lima, lapak jalanan, baik yang berdiri sendiri maupun di pasar ataupun di pusat perbelanjaan atau mall. 

Diberlakukan ketentuan: Makan/minum di tempat atau dine-in paling banyak 25 persen dari kapasitas Pembatasan jam operasional sampai dengan pukul 20.00 layanan pesan-antar/dibawa pulang atau take-away sesuai jam operasional restoran dan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat. 

Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui beberapa informasi yang bagus namun tetap membingungkan. Sebab bagaimana pun rakyat pasti melanggar PPKM mikro tersebut. Karena tuntutan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, kadang  mereka bekerja saja tidak langsung mendapatkan uang apalagi jika tidak bekerja. Terlebih kalau pemegang kebijakan pun tidak banyak membantu meringankan beban mereka dengan memberikan bantuan uang yang cukup, sembako atau menjamin kesehatan.

Bahkan sembako pun sudah diwacanakan akan dikenakan pajak PPN. Sungguh sangat menyedihkan. Seharusnya pemegang kebijakan mampu memberikan solusi yang dapat menuntaskan masalah sampai ke akar nya agar rakyat tidak semakin menderita bukan justru sebaliknya, menambah runyam masalah. 

Jadi dibutuhkannya langkah yang tepat untuk mengatasi pandemi Covid-19, bukan kebijakan tambal sulam yang justru menimbulkan masalah baru. Penutupan tempat ibadah, namun mall tetap terbuka menjadi bukti nyata bahwa sistem kapitalis yang diadopsi negeri ini selalu berpikir untung dan rugi.

Hal ini berbeda dengan sistem Islam. Sistem ini mengatur segala urusan mulai dari pergaulan, ekonomi, kesehatan, pendidikan, politik, dan lain sebagainya. Seperti yang terjadi pada masa Umar bin Khattab ketika  terjadi wabah tha’un. Maka Umar segera mengambil keputusan untuk menutup wilayah yang terjadi pandemi (lockdown) supaya wabha tidak meluas. Sebagaimana disebutkan  dalam sebuah hadis:
                                                                                                                                                      عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ أَنَّ عُمَرَ خَرَجَ إِلَى الشَّامِ فَلَمَّا جَاءَ سَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّامِ فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّاللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ فَرَجَعَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ مِنْ سَرْغَى
Artinya: “Dari Abdullah bin Amir bin Rabi‘ah, Umar bin Khattab RA menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar bahwa wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi wabah di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.’ Lalu Umar bin Khattab berbalik arah meninggalkan Sargh.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Selama masa lockdown  semua kebutuhan masyarakat dijamin, baik sandang pangan dan papan bagi yang terkenan wabah. Sedangkan yang tidak terkena wabah tetap menjalankan aktivitasnya seperti biasa.

Pada masa kekhilafahan rumah sakit sangat me ri’ayah (mengurus) kesehatan rakyatnya. Semua fasilitas kesehatan diberikan secara gratis, berkualitas. Hal ini berbeda sekali dengan sistem kapitalis, dimana rumah sakit mahal biayanya, serta ketersediaan fasilitas kesehatan yang masih minim.

Pasien dirawat dengan perawatan terbaik, di jaga psikologisnya sehingga kondisinya cepat pulih. Pada masa khilafah di kota Baghdad memiliki 60 rumah sakit dan lebih dari 1.000 dokter. Rumah sakit seperti Bimaristan al-mansuri yang didirikan di Kairo pada tahun 1283 mampu mengakomodasi 8.000 pasien jumlah ini sangat besar pada masa nya, semua ini dibiayai negara dengan mengunakan kas dari baitul maal.

Sistem kesehatan Islam ini hanya bisa terwujud apabila Islam diterapkan secara kaffah dalam segala lini kehidupan. Bukankah sudah sewajarnya jika kita merindukan kembali sistem kehidupan yang mampu mengayomi seluruh elemen masyarakat? Sistem yang terbukti mampu membawa peradaban yang gemilang.
Wallahu a’lam bishawab

Oleh: Yafi’ah Nurul Salsabila
(Alumni IPRIJA Dan Aktivis Dakwah)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar